PERTAMA, judul tulisan ini adalah sebuah keniscayaan. Hampir semua negara terlibat dalam proses globalisasi investasi, industri perdagangan, dan distribusi global value added. Sumber pendapatan nasional suatu negara sangat tergantung dari kontribusinya dalam proses tersebut, dan seberapa besar dapat menikmati nilai tambah global yang dihasilkan, pada dasarnya juga tergantung pada seberapa besar berkontribusi terhadap pendapatan global yang dihasilkan.
KEDUA, menurut data IMF, tahun 2021, total GDP dunia mencapai US$ 94 triliun. Indonesia kebagian US$ 1,2 triliun pada nomor urut 16.Lima besar penghasil GDP terbesar adalah USA ( US$ 29,9 triliun), China ( US$ 16,9 triliun), Jepang ( US$ 5,1 triliun), German ( 4,2 triliun), dan UK ( US$ 3,1 triliun). Angka sebesar US$ 1,2 triliun pada dasarnya dapat difahami sebagai bagian dari nilai tambah global yang dinikmati Indonesia. Apakah angka itu bisa meningkat?. Tentu saja bisa ditingkatkan. Pertumbuhan GDP setiap negara setiap tahun, pada dasarnya merupakan upaya sebuah negara untuk memberikan kontribusi pada PDB global dan seberapa besar nilai tambah global yang akan dinikmati oleh negara bersangkutan.
Tahun 2024, menurut prediksi IMF, GDP Indonesia akan tumbuh 4,9%,dan GDP global akan tumbuh 2,4%. Berapapun angka pertumbuhan bertambah, maka akan berdampak pada pertambahan nilai GDP , apalagi jika disertai dengan terjadinya peningkatan efisiensi dan produktifitas yang tinggi.
KETIGA, kompetisi dan kolaborasi antar negara, dan antar korporasi global dan nasional selalu menjadi ciri, dimana sistem ekonomi pasar bekerja dalam globalisasi ekonomi. Mereka melakukan berbagai bentuk kerjasama di bidang investasi industri, dan perdagangan untuk meningkatkan nilai tambah bersama. Paradigma ini harus kita terima sebagai realita bahwa di dunia selalu terbentuk tiga kondisi, yakni pertumbuhan nilai tambah global, pertumbuhan nilai tambah regional, dan pertumbuhan nilai tambah nasional pada setiap negara berdaulat.
Tiga dimensi pertumbuhan tersebut dapat terbentuk karena faktor modal, teknologi, dan pasar yang dikontrol oleh sistem kapitalisme. Investasi adalah soal penempatan dana dalam bentuk kredit, investasi portofolio, dan FDI.
Ketiga jenis pendanaan ini bisa ditempatkan pada proyek-proyek industri yang teknologinya mereka bawa untuk mengoperasikan industri yang menghasilkan barang dan jasa untuk dipasarkan di pasar dalam negeri negara tujuan investasi, dan di pasar ekspor. Economic outcomenya sebagian besar mereka nikmati.Postur globalisasi investasi, industri, dan perdagangan yang dikontrol oleh sistem kapitalisme global telah menyebabkan distribusi nilai tambah global sebagian besar dinikmati oleh perusahaan global dalam bentuk modal, keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain. Bahkan mereka memiliki hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dana yang diperlukan : 1).untuk pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, bahkan barang jadi. 2).untuk penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanam modal.
Situasi ini yang mengakibatkan kita di Indonesia mengalami ketergantungan impor yang tinggi bahan baku, bahan penolong, dan barang modal hingga mencapai sekitar 85% dari total impor. Hal ini pula yang acapkali membuat neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami ancaman defisit. Situasi ini menggambarkan betapa globisasi ekonomi telah menimbulkan fenomena ketergantungan, atau melahirkan saling ketergantungan, yang kemudian melahirkan konsep global supply chain/global value chain . Hidup berdampingan secara damai dan saling memberi manfaat.
KEEMPAT, angka GDP Indonesia sekitar US$ 1,2 triliun sejatinya capaian ini yang baru bisa kita raih. Mengejar Korea Selatan yang dari data IMF tersebut di atas sekitar US$ 1,8 triliun yang berada di nomor urut 10, jelas butuh effort besar, apalagi untuk mengejar India yang GDPnya tahun 2021 sebesar US$ 2,9 triliun, nomor urut nomor 6 dunia. Sudah barang tentu, ketertinggalan tersebut harus dikejar jika kita ingin menikmati bagian besar distribusi nilai tambah global.
Percayalah bahwa meraih ranking 5 besar GDP dapat dilakukan oleh negara manapun di dunia. Memadukan strategi dan kebijakan investasi, industri, dan perdagangan agar menjadi penyumbang GDB paling besar dalam struktur ekonomi sangat penting.
Sumber pendapatan nasional diharapkan dapat diraih dari kinerja investasi, industri dan perdagangan. Salah satu economic outcome dari capaian itu adalah naiknya pendapatan per kapita penduduk. Dan pada setiap transaksi global, dampak nyata yang dapat dicatat sebagai kinerja adalah besarnya cadangan devisa setiap negara.
Data tahun 2021, tercatat 5 negara memilki cadangan devisa} terbesar di dunia yaitu China ( US$ 3,427, 92 miliar), Jepang ( 1,408,75 miliar), Swiss ( US$ 1,109, 82 miliar), AS ( US$ 716,,15 miliar), India ( US$ 638,48 miliar).
Cadangan devisa Indonesia per desember 2023 tercatat US$ 146, 4miliar. Kenapa cadev AS hanya US$ 716,15?. Sepanjang yang penulis fahami sesungguhnya cadev negeri paman sam tersebut lebih besar dari angka itu karena sebagian besar ( sekitar 70%) transaksi internasional menggunakan US$, termasuk cadangan devisa yang disimpan oleh sebagian besar negara dalam bentuk US$.
Kita tahu bahwa di dunia, US$ dikatakan sebagai aset safe heaven atau minim risiko, karena itu, menyimpan US$ menjadi relatif aman. Karena itu, sangat bisa difahami jika AS lebih sibuk mengurus US$ nya daripada mengurus mata dagangnya di perdagangan internasional. AS kaya karena US$ nya dipakai sebagai mata uang di seluruh negara dunia.
KELIMA, jika Indonesia ingin masuk lima besar dunia dalam ukuran capaian GDP dan cadangan devisa, maka strategi dan kebijakan investasi, industri dan perdagangan harus paripurna, dan tidak lagi bersifat parsial.
Jujur harus diakui bahwa hingga kini dunia memandang Indonesia sebagai salah satu negara pemasok komoditi penting sumber daya alam dan pasar, serta belum pernah diperhitungkan sebagai pemasok produk manufaktur yang besar di dunia . Karena itu, industrialisasi di Indonesia harus diarahkan : 1) memperbesar sumbangan terhadap GDP ( saat ini hanya sekitar 18%).2) sebagian besar output produksinya harus menghasilkan keuntungan dan devisa hasil ekspor dalam jumlah yang besar. 3), menjamin kepercayaan kepada investor bahwa investasi yang ditanamkan returnable dan profitable, karena memiliki fondamental bisnis yang kuat dan sehat. 4) setiap nilai tambah di dalam negeri tidak dibiarkan keluar atas nama kebebasan transfer dan repatriasi aset oleh PMA , yang akhirnya kita hanya dapat pajak dan gaji upah saja, serta hampir tidak ada yang dicadangkan untuk re investasi. Itulah mengapa strategi dan kebijakan investasi, industri, dan perdagangan harus dibuat dalam satu kerangka yang utuh. Ini perlu dilakukan karena Indonesia sejatinya masih menganut pendekatan inward looking ketimbang outward looking.
KEENAM, pekerjaan rumahnya berarti harus fokus pada upaya tidak sekedar memproduksi barang tetapi bergeser menjadi produsen nilai tambah yang besar di dunia yang semakin berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Langkah ini penting sebagai respon terjadinya pergeseran paradigma bahwa globalisasi adalah lokalisasi,yaitu bagaimana memanfaatkan kemampuan lokal sebaik-baiknya agar dapat memenangkan persaingan global.
Persaingan global pada dasarnya persaingan bisnis GDP,dan bisnis ini berarti berebut nilai tambah di global space. Untuk memperbaiki daya saing suatu bangsa, para pembuat kebijakan harus merumuskan kebijakan – kebijakan primernya untuk bersaing dan bekerjasama dengan negara – negara lain. Ketiga kebijakan primer tersebut adalah kebijakan investasi, strategi-strategi pembangunan industri, dan perdagangan.
Sebagai catatan penutup dapat disampaikan bahwa pemerintah – pemerintah di emerging economy menyadari bahwa sangat sulit untuk mem-bootstrap pertumbuhan ekonomi dengan hanya mengandalkan pada perusahaan – perusahaan domestik nya sendiri. Sebab itu, langkah exit policy dari inward looking ke outward looking menjadi pilihan tepat.