Kekuatan ekonomi sebuah negara, khususnya dalam sektor keuangan, dapat diukur dari berapa besar cadangan devisa yang dimilikinya. Oleh karena itu, suatu negara, termasuk Indonesia, harus mampu menghasilkan devisa sebanyak mungkin dan bijak saat menggunakannya. Agar pemerintah dapat menghasilkan devisa dalam jumlah besar dan bisa memanfaatkanya dengan baik, diperlukan beberapa strategi. Salahsatunya dengan mereformasi sistem cadangan devisa. Ada sejumlah alasan mengapa reformasi sistem cadangan devisa kita itu diperlukan.
PERTAMA, secara generik dan populer, penulis mengatakan bahwa cadangan devisa pada dasarnya adalah salah satu unsur pendapatan negara berdaulat yang penting .Disebut demikian karena sistem akuntansinya mengatakan bahwa dalam pembentukan cadangan devisa selalu ada unsur penerimaan dan ada pula unsur pengeluaran sehingga neracanya disebut neraca pembayaran. Jadi, sebenarnya tak ubahnya seperti praktek APBN, yaitu ada komponen pendapatan dan komponen belanja dan pembiayaan , yang neracanya bisa disebut Neraca Keuangan Negara.
KEDUA, pemahaman itu semoga benar, tapi memang ada perbedaan antara tata kelola cadangan devisa sebagai sumber pendapatan negara dengan pendapatan negara dalam konsep APBN. Bedanya yang paling esensial terletak pada penggunaannya, yaitu bahwa cadangan devisa didedikasikan untuk menyangga kebutuhan pembayaran internasional, sedangkan APBN pada dasarnya berupa himpunan pendapatan untuk menopang belanja negara di dalam negeri Pendapatan negara yang dihimpun berupa pajak dan PNBP.
Sementara itu, meskipun cadangan devisa merupakan bagian dari pendapatan negara, sistem akuntansinya dikelola oleh Bank Sentral, dan dapat digunakan jika diperlukan. Dan itupun hanya boleh digunakan untuk keperluan pembayaran atas transaksi internasional. Bank Sentral sedunia, termasuk Bank Indonesia ( BI) harus tunduk pada pakem itu
KETIGA, mengapa perlu reformasi cadangan devisa. Satu pendapat sederhana yang dapat disampaikan karena cadev sebagai bagian dari pendapatan negara, pembelajaannya agar dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan, selain untuk pembiayaan transaksi internasional. Upaya untuk mengkonversi US$ atau valas lain kuat ke rupiah, sejatinya dapat dipandang sebagai bagian dari reformasi sistem cadangan devisa. Tujuannya agar Rupiah berdaulat penuh di negerinya sendiri.
Jika upaya ini dilakukan secara unilateral, maka sebenarnya . tindakan ini tidak serta merta salah. karena pada dasarnya negara pemilik cadangan devisa dapat menggunakannya sebagai sumber dana pembangunan dan investasi.
Faktanya juga sudah berjalan seperti itu. Kita lihat pada pos pendapatan primer sebagai salah satu komponen neraca pembayaran terekam catatan arus devisa dari hasil investasi portofolio dan FDI. Tapi begitu kita lihat catatannya pada transaksi pembayaran, yang banyak terlihat adalah hasil yang berupa deviden, keuntungan, bunga, dan bahkan modalnya sendiri dengan bebas dapat ditransfer dan di repatriasi keluar oleh pemiliknya yaitu para penanam modal. Hampir tidak ada yang di tahan untuk keperluan re-investasi sehingga setiap ada upaya pengembangan usahanya selalu menarik dana investasi baru dari luar
KEEMPAT, sekali lagi harus ditegaskan tidak ada yang salah melakukan unilateralisasi demi rupiahnisasi karena kita memerlukan agar rupiah berdaulat di negeri sendiri. Sepanjang kita masih mampu menyediakan cadangan devisa untuk menyangga sistem moneter internasional sebenarnya menahan devisa agar disimpan di dalam negeri bukan masalah asalkan bisa disepakati oleh pemangku kepentingan terkait.
Dunia saat ini sebenarnya berhadapan dengan menu-menu kebijakan yang sudah basi, dan waktunya yang tepat perlu direformasi. Problem dunia saat ini yang kasat mata terlihat adalah munculnya masalah pendapatan dan pengeluaran yang makin tidak seimbang. Ibaratnya pendapatan tumbuh seoerti deret hitung, dan pengeluaran tumbuh seperti deret ukur. Kesimpulannya, terjadi defisit global dan semua defisit tersebut ditutup dengan utang.,yang jumlahnya sudah mencapai 355% terhadap GDP global. Situasi ini jelas menuntut posisi cadev harus tersedia lebih dari cukup agar berbagai kebutuhan global liabilities dapat tercukupi.
Fenomena yang tengah kita bahas ini kemudian menghasilkan situasi bahwa sumber daya finansial berupa devisa yang dihasilkan negara- negara berkembang mengalir balik ke negara – negara maju, kemudian dipompa kembali ke negara – negara berkembang diputar lagi dalam bentuk kredit, investasi portofolio, dan FDI. Ujungnya sudah pasti bahwa terjadi ancaman posisi neraca pembayaran, yang artinya menjadi rentan karena begitu neraca pembayarannya negatif berarti bahwa arus devisa yang keluar lebih besar dari yang masuk. Hal ini sudah barang tentu membuat nilsi tukar mata uang lokal akan terpuruk melemah.
KELIMA, ada dua kondisi yang bisa terbentuk, yaitu : 1) ketika rupiah melemah, produk ekspor Indonesia akan menjadi lebih murah, tetapi harga produk impor menjadi lebih mahal. 2) sebaliknya, dikala nilai tukar rupiah menguat, impor menjadi lebih murah, tapi harga produk ekspor menjadi lebih mahal. Karena itu, BI sangat menaruh perhatian pada tiga fungsi utamanya,yaitu menangani inflasi, mengelola nilai tukar, dan menstimulasi investasi modal untuk mendukung pembangunan dan investasi di dalam negeri.
Reformasi sistem cadangan devisa menjadi keniscayaan. Posisi yang bisa ditawarkan antara lain bahwa : 1) sebagian dana cadev dapat menjadi pendapatan negara yang langsung dikonversi menjadi rekening dana investasi yang dikelola oleh Bank Sentral, yang pelaksanaan diurus oleh Lembaga Pengelola Investasi Pemerintah . 2) Sebagai anggota G-20 dengan GDP sebesar US$ 1,2 triliun mengusulkan kepada IMF agar Rupiah dapat diendors sebagai valas yang dapat digunakan dalam transaksi internasional. 3) secara aktif mendorong setiap transaksi bilateral dapat menggunakan mata uangnya masing- masing seperti yang sudah dilakukan dengan Jepang, Thailand, Malaysia, dan China.
Penulis usulkan agar segera dibuat Local Currency Setlement antara Indonesia dan Arab Saudi agar biaya umroh dan haji bisa lebih murah. Sekarang menjadi mahal karena perhitungan yg dilakukan dalam denominasi US$. 4) Kita dukung pemikiran Stiglitz tentang perlunya reformasi sistem cadangan devisa global yang sudah cukup lama disuarakan. Alasannya antara lain bahwa : 1) cadangan devisa berbiaya tinggi bagi negara – negara berkembang.2) kurangnya permintaan agregat di negara yang mata uangnya dipergunakan sebagai cadangan devisa.