Gemabisnis.com, JAKARTA – Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan bahwa dia mengharapkan Indonesia membantu mengakhiri perang Ukraina-Rusia sebagai respons terhadap kabar bahwa Presiden Joko Widodo berencana berkunjung ke kedua negara pada bulan Juni ini.
“Untuk menghentikan perang dan mengakhiri agresi yang sangat irasional ini,” kata Duta Besar Ukraina tersebut daalm sebuah wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Menurut Dubes Vasyl, tidak akan ada perkembangan apa-apa jika perang tidak berhenti. Sebagai contoh, ketahanan pangan, energi dan logistik tidak bisa dijamin jika perang berlanjut.
“Jika kita membicarakan ketahanan pangan, jika anda membicarakan ketahanan energi, jika anda membicarakan pemulihan logistik global, pada akhirnya akan berujung pada satu titik yaitu hentikan perang karena ketika perang terus berlanjut tidak akan ada sesuatu yang terjadi,” tutur Dubes Vasyl.
Dengan perang yang sudah berlangsung selama lebih dari empat bulan, jutaan rakyat Ukraina telah terlantar dan menjadi pengungsi. Perang juga telah mengakibatkan banyak orang Ukraina terluka dan terbunuh.
Dubes Vasyl mengatakan semua orang Ukraina berdoa tiap hari dan berharap perang segera usai. Dia juga menyampaikan harapannya bahwa kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dapat membantu mengakhiri konflik sehingga krisis pangan dan energi dunia dapat segera diatasi.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan rencana Presiden Jokowi untuk mengunjungi Ukraina dan Rusia. Presiden Jokowi akan menjadi pemimpin Asia pertama yang mengunjungi kedua negara tersebut sejak Rusia meluncurkan apa yang disebut dengan operasi khusus di Ukraina.
Menteri Retno mengatakan kunjungan presiden tersebut merupakan cerminan dari keprihatinannya terhadap kemanusiaan dan upayanya untuk memberikan kontribusi dalam mengatasi dampak dari perang yang dirasakan oleh negara-negara di seluruh dunia.
“Mencoba memberikan kontribusi dalam mengatasi krisis pangan yang disebabkan oleh perang dan dampaknya dirasakan oleh semua negara terutama negara-negara berkembang dan negara berpendapatan rendah,” tutur Retno. (YS)