Gemabisnis.com, JAKARTA – Impor biji gandum Indonesia selama enam bulan pertama tahun 2022 (Januari-Juni) mengalami penurunan 4,6% year-on-year menjadi 5,01 juta ton dibandingkan dengan 5,25 juta ton pada periode yang sama tahun 2021, demikian data Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (APTINDO) yang diterima redaksi Senin (5/8).
Ketua Umum APTINDO Franciscus Welirang dalam bahan paparannya pada rapat dengan Bank Indonesia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa walaupun Australia masih menjadi pemasok biji gandum terbesar bagi Indonesia selama periode Januari-Juni 2022, namun volume impornya dari negera tersebut mengalami penurunan signifikan sebesar 29,7% menjadi 1,91 juta ton dibandingkan dengan 2,72 juta ton pada periode yang sama tahun 2022.
Selain dari Australia, impor biji gandum dari Kanada, Amerika Serikat (AS), Ukraina, Bulgaria dan Federasi Rusia juga mengalami penurunan signifikan pada periode Januari-Juni 2022. Pada periode tersebut impor biji gandum dari Kanada turun 47,2% menjadi 624.909 ton dari 1,18 juta ton pada periode yang sama tahun lalu. Impor biji gandum dari AS turun 83,2% menjadi 62.306 ton dibandingkan 371.106 ton, dari Ukraina turun 97,7% menjadi 5.423 ton dari 236.645 ton, dari Bulgaria turun 100% menjadi nihil dari 38.205 ton dan dari Federasi Rusia turun 100% menjadi nihil dari 2.955 ton.
Sebaliknya, impor biji gandum dari Argentina, Brazil, India dan Moldova mengalami kenaikan sangat signifikan. Impor biji gandum dari Argentina mengalami lonjakan sebesar 192,1% selama semester pertama 2022 menjadi 1,47 juta ton (terbesar kedua setelah Australia) dari 503.209 ton pada periode yang sama tahun 2021.
Impor dari Brazil melonjak 383,1% menjadi 594.263 ton dari 123.000 ton, dari India naik tajam 352,7% menjadi 302.093 ton dari 66,727 ton dan dari Moldova melonjak 3.493,6% menjadi 35.788 ton dari hanya 996 ton.
Menurut Franciscus, industri tepung terigu nasional sudah sejak lama melakukan diversifikasi sumber pasokan biji gandum dengan melakukan importasi dari banyak negara pemasok. Hal itu dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku apabila impor dari negara tertentu mengalami hambatan.
Sementara itu, kebutuhan terigu nasional selama Januari-Juni 2022 mengalami penurunan sebesar 0,7% menjadi 3,35 juta ton atau setara dengan 4,3 juta ton gandum. Padahal kebutuhan terigu tahunan pada tahun-tahun sebelumnya selalu meningkat. Pada tahun 2021 misalnya kebutuhan terigu nasional tumbuh 4,6% menjadi 6,96 juta ton (setara dengan 8,93 juta ton gandum) dari 6,71 juta ton pada tahun 2020 (setara dengan 8,60 juta ton gandum).
Salah satu penyebab turunnya konsumsi terigu di dalam negeri adalah tingginya harga biji gandum di pasar dunia selama tahun 2022 yang dipicu oleh pandemi COVID-19 dan diperparah dengan terjadinya konflik Rusia-Ukraina. Kondisi perdagangan biji gandum dunia tahun 2022 bahkan lebih parah dari krisis gandum dunia yang terjadi tahun 2008.
Sebagai contoh, harga gandum Hard Red Winter (HRW) 11.5% tahun 2022 mencapai US$422/ton, jauh lebih tinggi dari harga jenis gandum yang sama pada tahun 2008 yang mencapai US$347/ton. Di lihat dari nilai tukar, saat ini (tahun 2022) kurs rupiah terhadap US$ mencapai Rp 14.900/US$ sedangkan tahun 2008 kursnya hanya Rp 9.200/US$. Namun di sisi lain, biaya pengapalan (shipment) atau Ocean Freight Cost pada tahun 2022 mencapai US$72/ton, jauh lebih rendah dari US$120/ton pada tahun 2008. (YS)