Gemabisnis, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) concern dengan isu lingkungan dan perubahan iklim dengan mendukung target Net Zero Emmission (NZE) di tahun 2060, terutama dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia ke depan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BRIN melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) adalah terus melakukan pengembangan teknologi energi nuklir untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang saat ini masih dalam tahap pengkajian.
Hal tersebut dibahas bersama oleh Prof. Emil Salim selaku anggota Dewan pengarah BRIN dengan Plt. Kepala ORTN beserta jajarannya pada pembahasan perencanaan program ORTN secara daring, Senin (24/01). Menurut Emil Salim ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan teknologi energi nuklir di Indonesia, antara lain faktor biaya, waktu, skill atau kemampuan SDM serta faktor budaya dan keselamatan, demikian informasi yang disarikan dari Humas BRIN.
“Kita ini negara berkembang, dalam kondisi ekonomi yang terpukul oleh COVID, sehingga biaya atau finansial negara terbatas, baik untuk inovasi jangka pendek dan jangka panjang. Faktor biaya menjadi penting, bandingkan cost untuk energi nuklir dengan energi yang lain,” ujar Emil.
“Selanjutnya, teknologi nuklir ini memerlukan skill, keahlian, keterampilan. Apakah keterampilan di dalam teknologi nuklir berkembang di 2024 dan 2026, apakah skill Indonesia ini masih up to standard, sehingga kita tidak ketinggalan di dalam skill. Pengetahuan teknologi nuklir harus terus mengikuti perkembangan teknologi saat ini.”
Selain itu, menurut Emil faktor budaya dan keselamatan termasuk limbah dari penggunaan nuklir juga harus menjadi perhatian dalam pengembangan energi nuklir ke depan. “Berkaitan dengan skill ada faktor budaya, dan di dalam faktor budaya ada faktor keselamatan. Teknologi nuklir bukan hal yang simpel, dia mengandung risiko, maka penanganannya perlu skill yang canggih karena ada persoalan keselamatan,” tegas Emil.
Ia menyampaikan bahwa ada 2 timeline di BRIN dalam upaya mengembangkan riset menjadi inovasi. “Ada pandangan jangka pendek untuk tahun 2022 hingga 2024, dan pandangan jangka panjang antara tahun 2022 hingga 2026. Apa yang bisa dicapai di dalam timeline tersebut, riset mana yang bisa berkembang dan menghasilkan inovasi, karena BRIN adalah tempat riset dan inovasi,” ujarnya.
Plt. Kepala ORTN, Agus Sumaryanto mengajak jajarannya untuk menyiapkan summary gagasan dari sisi economic benefit terhadap inovasi teknologi nuklir sebagai bahan pertimbangan bagi Dewan Pengarah. “Saya berharap minggu ini sudah kita siapkan gagasannya dalam bentuk summary dari sisi economic benefitnya,” kata Agus.
Plt. Kepala Pusat Riset dan Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir, Dhandhang Purwadi pada kesempatan yang sama memaparkan salah satu perkembangan teknologi reaktor nuklir yakni Small Modular Reactor & Micro Reactor Sebagai Alternatif Sumber Energi.
Menurut Dhandang Small modular reactor dan micro reactor menjadi pilihan yang paling baik saat ini dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik dan juga sebagai salah satu solusi untuk mendukung strategi bebas emisi CO2 tahun 2060. Selain itu, kata Dhandhang teknologi micro reactor bisa berdiri sendiri namun juga bisa terintegrasi dengan fasilitas penghasil energi lain seperti air, angin dan energi matahari.
“Kedua jenis reaktor tersebut komplementer dengan sumber energi terbarukan yang intermitten, sehingga bisa menjadi backup daya, pembangunannya sangat cepat, sekitar tiga tahun bersamaan dengan penyiapan tapak. Karena lebih kecil sehingga biaya kapitalnya lebih rendah dan cocok dengan daerah remote, bahkan kalau yang small modular bisa diimplementasikan di kota-kota besar,” kata Dhandang.
Plt. Kepala Pusat Riset dan Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi, Roziq Himawan memaparkan fasilitas Iradiator Gamma Merah Putih (IGMP) sebagai fasilitas iradiasi yang di antaranya digunakan untuk melayani UMKM dan industri dalam pengawetan makanan dan sterilisasi alat kesehatan.
Paparan lainnya disampaikan oleh Plt. Kepala Pusat Riset Sistem Energi Nuklir, Sunarko terkait faktor keselamatan yang tidak hanya mengacu pada standar nasional namun juga mengacu pada standar internasional, serta paparan dari Plt. Kepala Pusat Riset dan Teknologi Limbah Radioaktif, Ratiko dimana ORTN sudah bertahun-tahun berpengalaman melakukan pengelolaan limbah radioaktif termasuk penyimpanannya. [nmi]