Gemabisnis.com, JAKARTA – Rusia dan Ukraina secara bersama-sama memproduksi hampir seperempat gandum dunia dan gangguan terhadap produksi mereka dapat memicu kenaikan harga makanan dan kerusuhan sosial.
Invasi Rusia terhadap Ukraina dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan terhadap kegiatan pengapalan gandum internasional, memicu kelangkaan dan mendorong kenaikan harga sejumlah komoditas vital ketika gangguan rantai pasok telah mengakibatkan melonjaknya harga pangan.
Kontrak berjangka gandum di Chicago Board of Trade (CBoT) naik 5,43% pada hari Kamis melampaui gain pada komoditas lain seperti jagung dan minyak kedelai.
Rusia dan Ukraina bersama-sama memproduksi hampir seperempat dari gandum dunia, memberi makan miliaran orang dalam bentuk roti, pasta dan aneka makanan kemasan. Kedua negara tersebut juga merupakan pemasok utama komoditas lainnya seperti barley, minyak biji bunga matahari dan jagung.
Dalam beberapa hari terakhir ini harga komoditas pertanian telah berfluktuasi tajam seiring dengan makin meningkatnya ketegangan di sekitar Laut Hitam sehingga mengancam terjadinya ganguan pengapalan gandum, jagung dan minyak nabati global. Ganguan dan kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut, disamping kenaikan harga bahan bakar dan pupuk yang merupakan komponen input penting bagi petani, dapat menimbulkan gejolak lebih jauh di pasar pangan global dan mengancam stabilitas sosial, kata analis.
Harga pangan di pasar global selama ini sudah memperlihatkan kenaikan sebagai dampak dari gangguan pengapalan akibat pandemi, kenaikan biaya petani dan kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, hal itu juga terjadi pada gandum. Antara April 2020 dan Desember 2021 harga gandum meningkat 80%, demikian data yang dikeluarkan Dana Moneter Internasional (IMF). Hal itu setara dengan kenaikan harga jagung dan lebih tinggi dari kenaikan harga kedelai dan kopi.
David Laborde, peneliti senior dari the International Food Policy Research Institute mengatakan krisis Rusia-Ukraina kemungkinan akan segera menimbulkan dampaknya terhadap stabilitas pasar gandum dunia. Namun dia menambahkan ujian sesungguhnya bagi pasokan pangan global akan terjadi dalam empat bulan mendatang ketika musim panen gandum berikutnya tiba.
“Ketika saatnya tiba, jika petani tidak dapat memanen karena operasi militer yang berkelanjutan atau jika fasilitas pelabuhan dan angkutan kereta api mengalami kerusakan situasinya akan sangat suram. Banyak negara di Afrika Utara dan Timur Tengah yang sangat tergantung kepada gandum dari Ukraina dan Rusia kemungkinannya akan mengalami pukulan paling berat,” kata dia.
Suasana ketidakpastian melingkupi pasar global pada Kamis ketika Rusia memulai invasinya ke Ukraina melalui darat, udara dan laut. S&P Global Platts menghentikan sementara penerbitan nilai perdagangan, penawaran dan nilai pasar lainnya untuk komoditas yang dimuat dan diangkut melalui Laut Hitam.
Konflik telah menghentikan kapal kargo dan menyebabkan perusahaan penerbangan membatalkan penerbangan, dan lebih jauh mengurangi kapasitas perusahaan yang mencoba mengapalkan barang ke seluruh dunia.
Lalulintas kapal ke Laut Azov, di lepas pantai selatan Ukraina tampak ditutup setelah pecah konflik terbuka pada Kamis pagi dengan lusinan kapal pengangkut mengantri di pintu masuk Laut Hitam, demikian menurut Lloyd’s List Intelligence, sebuah layanan informasi maritim.
Rusia, eksportir gandum terbesar dunia, sudah lebih dulu mengurangi pengapalan gandumnya tahun lalu dengan mekanisme pajak ekspor yang dirancang untuk mengerem kenaikan harga pangan di pasar dalam negerinya. Pembatasan lebih jauh dapat memicu keprihatinan soal kerusuhan sosial di negara lainnya, khususnya Turki, Mesir, Kazakhstan, dan wilayah lain di Eropa yang selama ini mengimpor gandum dari Rusia.
Mengingat pasar komoditi pertanian bersifat global, maka setiap terjadi pengurangan pasokan gandum dapat mendorong permintaan dan harga gandum yang diproduksi di bagian lain dunia termasuk Australia, Argentina dan AS.
Dampak akhirnya antara lain tergantung kepada keputusan negara-negara apakah akan mengumumkan sanksi atas pangan Rusia atau jika Rusia meresponsnya dengan pembatasan lebih jauh terhadap ekspornya atau balik membalas sanksi atas barang-barang dari negara lain.
Masih harus dilihat apakah negara-negara lain akan melakukan pembatasan perdagangan produk pertaniannya. Namun, para pejabat Gedung Putih menyatakan upaya mereka ditujukan untuk menghukum para pemimpin, militer dan industri Rusia ketimbang rakyat Rusia. Mereka sudah mempersiapkan paket sanksi dan pengendalian ekspor lebih jauh yang akan memutus akses Rusia terhadap teknologi maju seperti semikonduktor dan komponen pesawat.
Analis dari Rabobank menyatakan dalam sebuah catatan pada Jumat lalu bahwa dua pertiga gandum dan barley Rusia untuk musim ini sudah diekspor, tetapi jika sanksi-sanksi itu berujung pada penyingkiran sisa hasil panen gandum Rusia dari pasar dunia maka hal itu akan memicu kenaikan harga global hampir sepertiga.
Dampak terhadap harga biji-bijian dunia antara lain akan tergantung pada keputusan China, kata analis itu. China mengimpor jagung, barley, dan sorghum dalam jumlah sangat besar dari pasar dunia untuk pakan ternak. Negara tersebut dapat memilih dalam membeli komoditas-komoditas tersebut termasuk gandum dari Rusia daripada dari negara lain. Dalam situasi seperti itu, maka dampak sanksi atas pasar biji-bijian dunia akan menjadi relatif kecil, kata para analis itu.
Pada hari Kamis lalu China mulai menyetujui impor gandum Rusia yang sudah lama dihentikan karena Beijing mempersoalkan masalah cendawan dan kontaminan lainnya. Kedua negara mengumumkan bahwa China akan mulai mengimpor gandum dan barley Rusia pada 8 februari segera setelah Presiden Vladimir V. Putin mengunjungi China menjelang Olimpiade Beijing.
China muncul menjadi salah satu mitra dagang potensial terkuat bagi Rusia di tengah-tengah penerapan sanksi dari dunia barat. Para pemimpin China menolak mengecam invasi Rusia terhadap Ukraina walaupun China sendiri menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan nasional. (YS)