Gemabisnis.com, JAKARTA
Dalam waktu yang tidak lama lagi pemerintah c.q. Kementerian Pertanian diyakini akan segera menerbitkan izin pelepasan empat benih jagung hasil rekayasa genetika. Hal ini menyusul dengan telah disetujuinya pendaftaran (registrasi) keempat jenis benih jagung hasil rekayasa genetika tersebut pada bulan September 2021 lalu.
Keempat varietas jagung hibrida hasil rekayasa genetika yang didaftarkan oleh sejumlah perusahaan multinasional ini memliki sifat yang toleran terhadap herbisida dan kini tinggal menunggu izin pelepasan untuk budidaya dan komersialisasi dari pemerintah c.q. Kementerian Pertanian.
Menurut catatan Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA), tahun lalu di tengah pandemi COVID-19 pemerintah Indonesia juga telah menyetujui sejumlah peraturan mengenai produk rekayasa genetika yang memungkinkan diperbolehkannya budidaya benih tanaman hasil rekayasa genetika secara komersial.
Pada bulan Juli 2021 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah menerbitkan keputusan yang memperbolehkan pelepasan benih tanaman kentang Bio Granola hasil rekayasa genetika.
Pada bulan September lalu pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga telah menyetujui komersialisasi sejumlah hasil rekayasa genetika lainnya, yaitu sebuah struktur protein untuk konsumsi manusia, sebuah zat aditif pakan ternak dan 11 vaksin hewan.
Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 2013 pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga telah mengizinkan penanaman tebu hasil rekayasa genetika yang tahan terhadap kekeringan. Tebu tahan kekeringan tersebut dikembangkan oleh PTPN XI dan Universitas Jember. Namun sejauh ini tebu rekayasa genetika ini hanya ditanam di lahan milik PTPN XI dan benihnya tidak tersedia secara cuma-cuma untuk penanaman oleh petani lainnya.
Tebu rekayasa genetika yang dikembangkan PTPN XI terebut merupakan produk rekayasa genetika pertama yang telah memenuhi seluruh persyaratan peraturan perundangan yang berlaku saat ini di Indonesia untuk dilepas ke publik.
Sejauh ini terdapat puluhan produk rekayasa genetika yang dalam antrian untuk mendapatkan izin dari pemerintah. Puluhan varietas produk rekayasa genetika itu antara lain 20 varietas jagung, 14 varietas kedelai, tiga tebu, satu kentang, empat canola, dan lima varietas kapas. Produk-produk rekayasa genetika tersebut kini sedang dalam proses penilaian resiko untuk keamanan pangan, keamanan pakan dan keamanan lingkungan.
Menurut Trade Data Monitor yang dikutip USDA, pada tahun 2020 Indonesia mengimpor hampir 2,5 juta ton kedelai dimana Amerika Serikat memasok sekitar 95%-nya yang kebanyakan merupakan varietas rekayasa genetika.
Pada tahun 2020 Indonesia juga mengimpor lebih dari 486.000 ton kapas dimana sebanyak 163.000 ton diantaranya dipasok oleh Amerika Serikat dengan varietas Bt. Cotton yang merupakan varietas rekayasa genetika.
Untuk kebutuhan industri peternakan, pada tahun 2020 Indonesia mengimpor hampir 5 juta ton soybean meal terutama dari Argentina dan Brazil. Sementara impor jagung Indonesia turun menjadi 866.000 ton pada tahun 2020 karena kenaikan harga jagung di pasar internasional. Pada tahun 2020 perusahaan perunggasan Indonesia juga mengimpor 220.000 ton corn gluten meal dan lebih dari 823.000 ton distiller’s dried grain and soluble (DDGS) yang terutama berasal dari jagung rekayasa genetika yang ditanam di AS.
Menurut data USDA, AS mengekspor hampir US$1,9 miliar produk rekayasa genetika ke Indonesia pada tahun 2020, termasuk Bt. Cotton, kedelai dan soybean meal, Bt Corn, dan berbagai jenis produk makanan yang berasal dari tanaman dan mikroba rekayasa genetika seperti keju dan enzim. (Yayat Supriatna)