Gemabisnis.com, JAKARTA – Penggunaan Gula Kristal Rafinasi (GKR) dapat meningkatkan daya saing produk makanan dan minuman nasional, khsusnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini masih belum banyak menggunakan GKR.
Demikian disampaikan Edy Putra Irawady, Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mendukung Pengembangan Penggunaan Gula Kristal Rafinasi (GKR) Melalui Peningkatan Daya Saing dan Mutu Produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)” yang diselenggarakan secara hibrid di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (6/6).
Turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan FGD tersebut antara lain Veri Anggrijono, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Riefky Yuswandi, Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furniture dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian dan lain-lain.
Menurut Edy, GKR memiliki kualitas yang lebih baik dari jenis gula lainnya dan sangat cocok untuk digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan dan minuman (mamin). Kualitas GKR yang lebih baik itu karena proses pembuatan GKR melibatkan proses fisik (bukan hanya proses kimia) sehingga diperoleh produk GKR yang memiliki kualitas yang prima. Karena itu, produk mamin yang menggunakan GKR sebagai bahan bakunya akan memiliki kualitas yang baik pula.
Selain itu, lanjut Edy, harga GKR sedikit lebih murah dari jenis gula konsumsi terutama karena jalur distribusinya di pasar, mulai dari produsen hingga ke industri pengguna (mamin) lebih pendek. Pendeknya jalur distribusi GKR berdampak pada lebih rendahnya biaya distribusi (logistik) sehingga harga akhirnya di tingkat pengguna menjadi lebih rendah.
“Dengan kualitas dan harga yang lebih bersaing maka penggunaan GKR oleh industri makanan dan minuman, khususnya skala UMKM akan mampu mendongkrak daya saing produk akhir mereka, yaitu produk makanan dan minuman,” tegas Edy.
Peningkatan daya saing tersebut tentu akan membantu produk-produk makanan minuman yang dihasilkan UMKM nasional untuk berjaya, tidak hanya di pasar domestik tapi juga mampu menembus dan bersaing di pasar ekspor.
Edy mengatakan selama ini produk GKR lebih banyak digunakan oleh industri mamin sekala besar, padahal industri skala UMKM pun bisa menggunakannya. Hanya selama ini kebanyakan UMKM masih belum mengetahui kelebihan dan keunggulan GKR atau mereka masih terkendala secara teknis dalam mendapatkan GKR.
Tata niaga perdagangan GKR yang melarang penjualan GKR melalui distributor dan pedagang eceran mungkin menjadi kendala utama bagi UMKM karena GKR hanya boleh dipasok secara langsung dari produsen ke industri pengguna, namun sebetulnya UMKM masih bisa mendapatkan GKR melalui koperasi dimana UMKM itu menjadi anggotanya.
Edy mengatakan potensi penggunaan GKR oleh UMKM termasuk industri Rumah Tangga sangat besar. Bahkan, jika seluruh UMKM menggunakan GKR maka potensi konsumsinya jauh lebih besar dari pada industri besar yang hanya mewakili 1% dari potensi konsumsi nasional, sedangkan konsumsi UMKM bisa mencapai 99%.
Direktur Eksekutif AGRI, Gloria Guida Manalu mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta unit usaha, dimana komposisi Usaha Mikro dan Kecil sangat dominan yakni 64,13 juta atau sekitar 99,92% dari keseluruhan sektor usaha yang di antaranya merupakan industri pengolahan mamin. Sementara itu, berdasarkan data BPS tahun 2019, sekitar 3,9 juta industri mamin yang telah menggunakan GKR. Daerah terbesar industri mamin pengguna GKR tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten.
“Kalau kita lihat dari angka tersebut, jumlah UMKM yang sudah merasakan manfaat menggunakan gula rafinasi masih sangat sedikit masih terbatas pada 1.966 UMKM dan cakupannya masih didominasi hanya pada beberapa daerah tertentu saja. Sementara UMKM industri pengolahan mamin tersebar di seluruh Indonesia. Artinya perlu dilakukan pembenahan dalam mata rantai sistem pendistribusian GKR tersebut, sehingga dapat dirasakan manfaatnya secara merata di seluruh wilayah,” tutur Gloria.
Sementara itu, Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian Riefky Yuswandi mengatakan produksi gula nasional pada tahun 2021 hanya mencapai 2,2 juta ton sedangkan kebutuhannya mencapai 6 juta ton sehingga terdapat selisih sebesar 3,8 juta ton yang dipenuhi dari impor. Kebutuhan GKR sendiri pada tahun 2021 mencapai sekitar 3-3,2 juta ton. (YS)