Gemabisnis.com, JAKARTA – Kalangan petani pemilik lahan pertanian di kawasan Kabupaten Garut, Jawa Barat mengeluhkan kelangkaan tenaga kerja buruh tani di wilayahnya karena banyak para buruh tani yang biasanya bekerja di lahan pertaniannya kini menolak menerima pekerjaan sebagai buruh tani.
Para buuh tani kini enggan mengerjakan pekerjaan di sawah atau ladang seperti mencangkul, mengolah tanah, nandur (menanam), melakukan pekerjaan pemeliharaan tanaman hingga memanen tanaman pertanian yang sudah waktunya dipanen. Hal itu disampaikan Engkus (bukan nama sebenarnya), seorang petani di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut kepada Gemabisnis.com, akhir pekan lalu.
Menurut Engkus, keengganan para buruh tani tersebut untuk kembali bekerja di lahan pertanian sudah berlangsung sejak terjadinya pandemi COVID-19 dua tahun lalu hingga saat ini. Keengganan para buruh tani tersebut dipicu oleh bantuan tunai langsung (BLT) yang diberikan pemerintah kepada buruh tani dan kaum marjinal lainnya sebesar Rp 600.000/bulan/keluarga serta bantuan pangan berupa paket Kombo yang terdiri dari beras 1 karung, daging ayam 2 kg, telur 2 kg, kentang dan buah-buahan seperti jeruk dan anggur.
Engkus mengatakan para buruh tani tersebut terbuai dengan bantuan-bantuan nonproduktif dari pemerintah sehingga mereka kini menjadi malas untuk bekerja di lahan pertanian. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena hal ini bisa salah satu gangguan terhadap kelangsungan produksi pertanian di wilayah tersebut.
“Kelangkaan buruh tani tersebut terus berlangsung hingga saat ini, apalagi belakangan ini pemerintah membagikan bantuan tunai tambahan sebagai kompensasi atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi para penduduk miskin. Para penerima bantuan tersebut menjadi semakin malas bekerja di lahan pertanian,” tegas Engkus.
Namun demikian Engkus mengakui sejauh ini dia masih bisa menjalankan usaha taninya di tengah kesulitan mendapatkan tenaga kerja buruh tani karena ada sejumlah buruh tani yang tetap setia menggeluti pekerjaan mereka. Karena, pembagian BLT yang tidak merata dan tidak menjangkau seluruh masyarakat miskin yang membutuhkan pun menyisakan para buruh tani yang tetap setia menggeluti pekerjaan di bidang pertanian.
Pembagian BLT yang hanya menjangkau sebagian dari masyarakat miskin itu pun telah menimbulkan kecemburuan diantara masyarakat miskin sendiri. Mereka bahkan mempertanyakan sistem pembagian BLT dan bantuan innatura pemerintah itu karena masih banyak masyarkat miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah justru tidak mendapatkan jatah bantuan. (YS)