Gemabisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Rusia menyatakan bahwa negaranya tidak akan menjual produk energinya (terutama gas alam dan minyak bumi) apabila menggunakan harga yang dipatok/dibatasi seperti dilakukan negara-negara Uni Eropa yang telah menetapkan batas atas harga minyak mentah Rusia US$60/barrel, demikian diungkapkan Duta Besar Republik Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva kepada Gemabisnis.com, Rabu (21/12) di Jakarta.
Lyudmila mengatakan Rusia tidak dalam posisi mengemis-ngemis untuk menjual komoditas energinya ke negara-negara Eropa karena sebetulnya yang sangat membutuhkan komoditas energi Rusia tersebut adalah negara-negara Eropa sendiri, namun ironisnya justru negara Eropa itu yang ingin memaksakan aturan penjualan komoditas itu kepada Rusia.
“Kami (Rusia) tidak akan menjual komoditas energi kami ke negara-negara yang menerapkan ketentuan batas atas harga tersebut. Sebab, praktek tersebut seperti seseorang yang bangkrut datang ke sebuah toko, lalu dia memaksa pemilik toko untuk menjual barangnya kepada dia dengan harga yang dia tentukan. Siapa yang mau menjual barang dengan persyaratan seperti itu,” tutur Lyudmila.
Sebagaimana diketahui belum lama ini negara-negara Eropa yang dimotori Uni Eropa telah menetapkan batas atas harga minyak mentah Rusia di level US$60/barrel sebagai sanksi bagi negara Beruang Putih itu atas tuduhan invasinya ke Ukraina yang dilakukan sejak 24 Februari 2022 lalu. Rusia sendiri membantah tuduhan invasi tersebut dan menamakan serangan ke Ukraina itu sebagai Operasi Militer Khusus untuk menyelamatkan peduduk di wilayah Timur Ukraina yang secara kultur memang lebih dekat dengan Rusia.
Menurut Lyudmila, apa yang diterapkan negara-negara Eropa khususnya negara-negara anggota Uni Eropa telah melanggar aturan dan norma perdagangan global dan pasar bebas yang selama ini berlaku. Karena itu, Rusia tidak akan tunduk kepada aturan yang ditetapkan secara sepihak oleh negara-negara Barat guna memperlemah perekonomian Rusia.
Lyudmila menegaskan bahwa sanksi yang diterapkan negara-negara Barat tersebut jelas sekali tidak ada legitimasinya karena semuanya melanggar peraturan yang berlaku secara internasional termasuk melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Tujuan mereka adalah menghancurkan ekonomi Rusia. Tapi faktanya ekonomi Rusia tidak hancur dan tetap berjalan baik-baik saja. Ekonomi Rusia sangat stabil. Pertumbuhan ekonomi memang mengalami penurunan tapi hanya 1% saja, nyaris tidak banyak artinya. Kami tidak mengalami kelangkaan makanan, energi dan kebutuhan lainnya karena kami memang meproduksi sendiri semua kebutuhan kami. Toko-toko penuh dengan produk kebutuhan masyarakat. Kami sudah sejak lama memiliki ketahanan pangan yang kuat dan berswasembada,” tegas Lyudmila.
Lyudmila mengakui kalau harga bahan pangan dan energi di Rusia memang mengalami kenaikan akhir-akhir ini, namun kenaikannya tidak banyak dan harganya masih jauh lebih murah dari negara-negara lainnya di dunia. “Kehidupan masyarakat Rusia memang menjadi sedikit kurang nyaman akibat penerapan sanksi negara-negara Barat itu, misalnya mereka menjadi tidak bisa bepergian ke luar negeri, khususnya ke negara-negara yang menerapkan sanksi,” pungkasnya. (YS)