Gemabisnis, JAKARTA – Dengan semangat membangun ekosistem UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) perusahaan binaannya, Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) berupaya menaikkan UMKM lebih mandiri, berdaya saing, tangguh dan mampu melalui berbagai kondisi yang terjadi.
Menurut Ketua Pengurus YDBA Sigit Kumala dalam kesempatan di kegiatan #AsikBersamaUMKM di Desa Tarikolot, Citeureup, Bogor, Jawa Barat beberapa waktu yang lalu, ke depannya pola pembinaan UMKM akan dibentuk dengan ekosistem masing-masing, sehingga UMKM binaan dapat memasok produknya ke bidang lain di luar bidang usahanya.
“Saat ini YDBA sedang menjajagi pembentukan ekosistem dengan perusahaan yang ada di bawah Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI). Ada beberapa UMKM binaan YDBA yang sanggup memenuhi kebutuhan horeka (hotel, restauran dan katering) seperti pisau, peralatan dapur serta perlengkapan rumah tangga dari kayu dan juga logam, yang memenuhi standar sesuai persyaratan dari Asosiasi Chef Indonesia.”
Dengan membangun ekosistem seperti itu, kami memfasilitasi UMKM manufaktur berbasis kayu dan logam dengan perusahaan yang akan menjadi mitra pembina (ayah angkat) maupun sebagai offtaker (penanggung produksi) yang menampung produk UMKM.
“Produk yang dihasilkan para mitra binaan YDBA ini, sudah lolos tahapan QCD (Quality, Control, and Delivery) sebagai unsur yang relatif paling sulit diterapkan UMKM secara keseluruhan. Itu sebabnya kami mengenalkan mereka, agar masing-masing memiliki akses yang setara.”
Ada juga UMKM binaan di sektor industri agro yang mengolah jahe, dan sudah menjadi mitra produsen jamu di Indonesia. Demikian pula menurut Sigit, YDBA juga membina UMKM pengolah gula semut yang nantinya menjadi pemasok di sektor horeka.
Setelah mampu memenuhi permintaan pasar di dalam negeri dan menjadi salah satu ‘pemain nasional’ pada tahapan berikutnya mereka bersiap menjadi ‘pemain internasional.’
Teras Indonesia IKEA
Salah satu UMKM binaan YDBA yakni Dewoz Art, menjadi salah satu kandidat perusahaan yang akan berkesempatan berpameran selama sebulan di Teras Indonesia di IKEA di Alam Sutera, BSD, Tangerang .
“Secara bergiliran setiap sebulan sekali kami memberi kesempatan perusahaan UKM tampil di Teras Indonesia, memamerkan produk unggulan dan kerajinan kreatif karya UKM, dengan mengedepankan budaya Indonesia, kata Rimaditya Prameswari selaku SME’s Coordinator IKEA Indonesia, yang dalam kesempatan tersebut tengah berkunjung ke Dewoz Art.
Untuk tampil di Teras Indonesia, tim kurasi akan melakukan riset dan sejumlah assesment tertentu. Salah satu nilai IKEA misalnya produk yang dihasilkan berasal dari pengolahan limbah (recycled product), memiliki nilai-nilai keberlanjutan dan juga meminimalisir limbah (waste) dari hasil produksinya, sesuai prinsip “care the planet.” Perusahaan tersebut juga akan memperoleh nilai plus saat menerapkan prinsip keberlanjutan dan mempekerjakan perempuan.
Dewoz Art didirikan oleh Bayu Agusworo, memiliki sekitar 7 orang pegawai, rata-rata tinggal di luar workshop Dewoz. Menurut Bayu, mereka yang tinggal di sekitar workshop keahliannya sesuai dengan lokasi bahan baku produksi Dewoz, sebagai perajin di bidang logam.
“Sedangkan produksi kami hampir seluruhnya adalah pekerjaan kerajinan berbahan baku kayu. Mereka juga meminta upah kerja tinggi, sekitar Rp100 ribu/hari untuk pekerja non terlatih (unskilled craft), sementara tingkat kehadiran rendah. Ada juga yang meminta upah setara UMR (Upah Minimum Regional) sehingga menjadi tantangan juga bagi kami.”
Namun demikian menurut Bayu, mereka berupaya mengatasinya dengan produksi peralatan meja belajar, untuk kebutuhan sekolah salah satu sekolah Madrasah Tsanawiyah di Depok, Jawa Barat. Dengan demikian mereka dapat memanfaatkan ketersediaan material logam besi dari wilayah dekat workshop Dewoz.
Dewoz beroperasi sejak Maret 2008, memasarkan produk-produknya kebanyakan melalui market place (daring). Pemasarannya menjangkau wilayah dari Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi), sampai Bali, Kalimantan, dan Sumatera.
Pola Pembinaan Kolaborasi
Contoh kolaborasi pembinaan dengan ekosistem YDBA diamini oleh Dirjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Reni Yanita. Menurutnya pola pembinaan YDBA dengan “berbagi peran” antara perusahaan swasta (Astra Grup) dengan Pemerintah yang dananya terbatas oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menaikkan kategori IKM (industri kecil dan menengah) dari pemasok di tier 3 menjadi tier 2 dan dari tier 2 menjadi tier 1.
“Kami melihat pembinaan program tanggung jawab sosial Astra di bidang otomotif, dengan bengkel binaan kendaraan roda dua dan empat, menjadikan YDBA sebagai kolaborasi yang bagus.
Terutama dalam upayanya meningkatkan komponen (kandungan) lokal sebagai nilai tambah produk yang dihasilkannya. Menurut kami sebagai pembina, semangatnya menjadikan industri nasional lebih berdaya saing, apabila semua komponen dapat diproduksi di dalam negeri.”
Pola yang dikembangkan oleh YDBA sebagai salah satu yayasan yang didirikan oleh William Soeryadjaya di tahun 1980 ini dengan Astra Grup, menjadikan kami dapat melakukan tugas dari sisi Pemerintah secara lebih berimbang.
Misalnya dalam hal pendampingan, Pemerintah di tingkat pusat dan daerah dapat melakukan tugasnya lebih leluasa. Mengingat dengan dana tanggung jawab sosial dari perusahaan pembinanya, perusahaan binaan YDBA dapat dibantu memperoleh sertifikat ISO 9001 sebagai syarat bermitra dengan YDBA. Reni menekankan hal tersebut mengingat pengurusan sertifikat ISO membutuhkan biaya cukup besar bagi IKM, apalagi bagi perusahaan sekelas UMKM.
Karena itu bermitra itu bukan hanya memperoleh pesanan produk (order) semata, melainkan ada tanggung jawab IKM mendapat kemudahan dari perusahaan mitranya. Sebaliknya perusahaan ayah angkat ataupun mitra binaan juga bertanggung jawab agar IKM binaannya mampu menghasilkan produk sesuai tuntutan standar produk.“
Dengan dana pembinaan tanggung jawab sosial perusahaan, diharap memberikan manfaat ataupun multiplier effect bagi kemandirian masyarakat di sekitar IKM tersebut, baik dalam pemanfaatan rantai pasok produk ataupun secara tidak langsung bagi penciptaan industri lainnya. Ketika dana dikelola dengan baik, maka berpotensi mempercepat bertumbuhnya ekonomi di wilayah tersebut.
Hal senada juga disampaikan oleh Victoria (Vicky) Simanungkalit, pengamat kewirausahaan, purnabakti Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM. Saat dihubungi Gemabisnis beberapa waktu yang lalu, Vicky mengapresiasi YDBA, yang terbuka menerima masukan dari Kemenkop dan UKM selaku instansi pembina.
“Kendati mereka di bawah grup perusahaan terbuka di Indonesia, namun disampaikan agar melakukan pelatihan sesuai kekuatan dan kelemahan UKM binaan mereka. Selain itu kami juga menyarankan, agar dalam melakukan pendampingan, tetap berfokus pada bisnis yang inline (sejalan) agar IKM fokus ketika mengakses pasar.
Ini penting dalam upaya menaikkan kelasnya dari UMKM menjadi industri kecil dan bertahap naik kelas menjadi industri menengah, sampai mereka bisa membina industri yang ada di bawahnya.”
Dalam menjalankan program kerjanya, YDBA berfokus pada pembinaan UMKM baik yang terkait dengan mata rantai bisnis Astra maupun yang tidak terkait. (NMS)