• Home
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan
  • Kode Etik
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
Sabtu, Mei 17, 2025
GemaBisnis.com - Bersama Membangun Bangsa
  • Home
  • Hot News
  • Bursa Komoditi
  • Energi & Pertambangan
  • Kehutanan & Lingkungan
  • Perkebunan
  • Peternakan
  • Lainnya
    • Perikanan
    • Pangan
    • Hortikultura
    • Manufaktur
    • Opini
    • Umum
    • Ekbis
    • Profil
No Result
View All Result
  • Home
  • Hot News
  • Bursa Komoditi
  • Energi & Pertambangan
  • Kehutanan & Lingkungan
  • Perkebunan
  • Peternakan
  • Lainnya
    • Perikanan
    • Pangan
    • Hortikultura
    • Manufaktur
    • Opini
    • Umum
    • Ekbis
    • Profil
No Result
View All Result
GemaBisnis.com - Bersama Membangun Bangsa
No Result
View All Result

11% Dan 12% Angka Keramat PPN

Oleh :Fauzi Aziz, Pemerhati Ekonomi dan Industri

Admin by Admin
Maret 14, 2022
0

Foto: Pribadi

0
SHARES
303
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

PERTAMA, RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah disahkan oleh DPR menjadi UU. Salah satunya menetapkan kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang berlaku per 1 April 2022. Dan per 1 Januari 2025 , pada saat kabinet baru, tarifnya akan dinaikkan lagi menjadi 12%.

Secara pragmatis narasinya bisa dibaca bahwa dari awal pemerintah memang akan menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 12% . Tapi rupanya diterapkan periode transisi bahwa per 1 April 2022 dinaikkan 1 basis poin persen menjadi 11%.

KEDUA, yo wis lah, kok njur kabeh podo mundak ( ya sudah lah semua kok jadi pada naik). Penulis melihat secara psikologis momennya bisa dikatakan tidak tepat ketika harga minyak goreng naik, kedelai naik, LPG non subsidi naik, BBM naik, dan listrik konon juga bakal naik.

BacaJuga

Sungguh Beruntung Mereka yang Ada di Arafah Saat Itu

Thailand Keluhkan Ketatnya Persyaratan Halal di Indonesia

Posisi penulis dari awal jelas, yaitu sebaiknya tarif PPN tidak dinaikkan sebagai pajak atas konsumsi barang dan jasa. Bahkan justru menaruh asa, lebih tepat diturunkan dari 10% menjadi 5% atau 7%.Ketika daya beli masyarakat kelas menengah bawah belum sepenuhnya membaik, maka segala keputusan yang menambah beban bagi masyarakat adalah tindakan yang tidak bijaksana .

KETIGA, pemerintah punya target ambisius untuk mengejar kenaikan tax ratio dari single digit sekitar 8-9% dari PDB saat ini menjadi double digit, bisa menjadi katakan 15% terhadap PDB. Kita tahu beban keuangan negara sudah sangat berat akibat pengeluaran lebih besar dari pendapatan sejak pandemi COVID- 19 dan krisis ekonomi.

PPN sebagai pajak atas konsumsi berarti konsep dasarnya dapat difahami bahwa seluruh pengeluaran atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi pemerintah dan swasta, serta ekspor dan impor semuanya dapat menjadi obyek PPN barang jasa

Jika kita nisbahkan terhadap PDB tahun 2021 sebesar Rp 16 700 triliun, maka potensi PPN yang akan menjadi kas negara adalah Rp 1.690 triliun dengan tarif 10% , dan naik menjadi Rp 1.859 triliun jika tarifnya 11%  Hitungan kasar per tahun fiskal April hingga Maret 2023 rata-rata PPN yang dapat menjadi kas negara adalah Rp 1 774,5 triliun.

KEEMPAT, konsep pikir sederhana itu memberikan suatu perspektif bahwa dengan tarif  tengah 11% ( antara 10% dan 12% ), nilai tambah yang dinikmati pemerintah dari PPN  adalah Rp 1774,5 triliun, belum lagi yang akan diterima dari PPh badan dan perorangan dan dari sumber lain berupa PNBP. Pemahaman ini dilatarbelakangi oleh suatu konsep universal bahwa nilai tambah didistribusikan kepada para pemilik faktor produksi yang terlibat langsung dan tidak langsung untuk meningkatkan nilai dari suatu produk dan layanan, serta pengaruhnya terhadap pendapatan yang mereka terima. Dalam hubungan ini, secara garis besar ada pendapatan yang diterima oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

KELIMA, secara praktis berarti bahwa yang menjadi obyek PPN ini  pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam setiap transaksi  tanpa pernah memandang besar kecilnya nilai tambah yang dihasilkan. Karena itu sesungguhnya praktek PPN ini sebenarnya lebih  pas kita sebut sebagai  pajak atas barang dan jasa ( Good and Services  Tax/GST)  yang tarifnya final.

Penulis jujur, belum membaca UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan  Namun jika praktek PPN masih memakai mekanisme kredit pajak, maka sektor manufaktur bebannya akan lebih berat dibandingkan dengan sektor jasa.

Restitusi pajak akan menjadi fokus perhatian para pembayar PPN, khususnya para fabrikan karena waktu belanja bahan input sudah dipungut PPN yang potensial bisa menjadi beban cost of money karena PPN outputnya baru dihitung setelah produk yang dihasilkan dijual.

Dalam prakteknya maka akhirnya yang menjadi final statusnya adalah soal lebih  bayar dan kurang bayar. Lain halnya kalau kita menerapkan sistem GST sejak transaksi sudah menjadi final. Restitusi PPN selalu rawan, yang paling klasik adalah potensial terjadi moral hazard.

Secara potensial uang yang tertahan, dananya tidak cukup untuk bayar restitusi karena negara/ pemerintah butuh dana cash untuk membayar berbagai kewajiban. Ini bisa difahami bahwa dunia usaha atau masyarakat justru memberikan semacam dana talangan( bailout) kepada pemerintah yang likuiditasnya terbatas.

KEENAM, jika masih boleh berharap, maka penulis ingin sampaikan kepada pemerintah agar pemberlakuan kenaikan tarif PPN per 1 April 2022 sebesar 11% dibatalkan saja. Artinya tidak perlu ada “masa transisi” menuju pemberlakuan tarif 12% pada 1 Januari 2025.Berarti hingga tahun 2024 tidak ada kenaikan tarif PPN.

Berikan ruang dan waktu kepada aktivitas ekonomi melakukan pemulihan dan konsolidasi. Beban dunia usaha dan masyarakat harus  ditahan dulu kenaikannya yang kini bertubi-tubi beban itu datang seperti air bah.

Sangat bijaksana jika pemerintah mengambil langkah tersebut agar, kegiatan dan proses ekonomi di dalam negeri berputar normal kembali untuk mengumpulkan pendapatan dan profit taking yang wajar.

Naik-naik ke puncak gunung memang penting tapi sekarang lebih baik tidak dilakukan karena cuaca ekstrim. Menaikkan PPN saat ini  bukan waktu yang tepat karena beban dunia usaha dan masyarakat berlipat-lipat. Buat belanja bahan baku/ penolong bagi industri saja berat akibat  konflik Rusia-Ukraina. Belanja dapur apalagi. Ojo kesusu, lan ojo dumeh.

Tags: Fauzi Azizharmonisasikenaikan PPNperaturan pajakRRU Harmonisasi
Previous Post

Biden Ingatkan Intervensi AS di Ukraina Berarti PD III

Next Post

Kualitas Produk Jadi Kunci Menuju Kedaulatan Sandang

Admin

Admin

Related Posts

Suasana pemberian makanan jemaah haji dengan petugas kesehatan, dokter dan kepala regu rombongan Kloter 53 Jakarta
Opini

Sungguh Beruntung Mereka yang Ada di Arafah Saat Itu

by Admin
Juni 19, 2024
0

Gema bisnis. com, Mekkah Al  Mukarumah - Puncak kegiatan ibadah haji 2024 telah berlalu ketika jutaan jemaah haji dari semua...

Read more
Thailand Keluhkan Ketatnya Persyaratan Halal di Indonesia

Thailand Keluhkan Ketatnya Persyaratan Halal di Indonesia

Mei 28, 2024
Policy Hidup Di Rumah Tangga Politik

Industrialisasi For Policy Dialogue

Februari 5, 2024
Adopsi Bioteknologi Dorong Kesejahteraan Petani dan Perkuat Ketahanan Pangan Nasional

Adopsi Bioteknologi Dorong Kesejahteraan Petani dan Perkuat Ketahanan Pangan Nasional

Februari 2, 2024
Policy Hidup Di Rumah Tangga Politik

Globalisasi Investasi, Industri, Perdagangan, dan Distribusi Global Value Added

Januari 22, 2024
Next Post
Kualitas Produk Jadi Kunci Menuju Kedaulatan Sandang

Kualitas Produk Jadi Kunci Menuju Kedaulatan Sandang

BERITA TERBARU

Politeknik Kemenperin Latih Pelaku Industri Negara Karibia di Bidang Agro

Politeknik Kemenperin Latih Pelaku Industri Negara Karibia di Bidang Agro

Mei 8, 2025
Bappebti Terbitkan Kontrak Energi Terbarukan di Bursa Berjangka

Bappebti Terbitkan Kontrak Energi Terbarukan di Bursa Berjangka

Mei 6, 2025
Pemerintah Tetapkan Harga Batubara Acuan untuk Februari US$188,38/Ton

Pemerintah Tetapkan HBA Periode Pertama Mei 2025

Mei 5, 2025
Dukung Perluasan Pasar, Kemenperin Pacu IKM Furnitur Ekspansi ke Timur Tengah

Dukung Perluasan Pasar, Kemenperin Pacu IKM Furnitur Ekspansi ke Timur Tengah

Mei 4, 2025
Ukraina Upayakan Pembukaan Kembali Fasilitas Transit Biji-bijian melalui Polandia pasca Larangan Impor

FAO: Harga Bahan Pangan Dunia Naik di Bulan April

Mei 4, 2025
BPDPKS Kini Juga Tangani Kakao dan Kelapa

LG Keluar Konsorsium Baterai EV, Target dan Jadwal Pengurangan Emisi Karbon Tidak Terpengaruh

April 24, 2025
GemaBisnis.com - Bersama Membangun Bangsa

Gemabisnis.com adalah sebuah paltform informasi, investasi dan data yang berfokus pada bidang ekonomi dan bisnis, khususnya pasar komoditi di Indonesia dan global.

Follow Us

Kategori Populer

  • Bursa Komoditi
  • Ekbis
  • Energi & Pertambangan
  • Hortikultura
  • Hot News
  • Kehutanan & Lingkungan Hidup
  • Manufaktur
  • Opini
  • Pangan
  • Perikanan
  • Perkebunan
  • Peternakan
  • Profil
  • Umum
  • Uncategorized
  • Wisata

Berita Terbaru

Politeknik Kemenperin Latih Pelaku Industri Negara Karibia di Bidang Agro

Politeknik Kemenperin Latih Pelaku Industri Negara Karibia di Bidang Agro

Mei 8, 2025
Bappebti Terbitkan Kontrak Energi Terbarukan di Bursa Berjangka

Bappebti Terbitkan Kontrak Energi Terbarukan di Bursa Berjangka

Mei 6, 2025
  • Home
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan
  • Kode Etik
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

Copyright © 2021 www.gemabisnis.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Hot News
  • Bursa Komoditi
  • Energi & Pertambangan
  • Kehutanan & Lingkungan Hidup
  • Perkebunan
  • Peternakan
  • Perikanan
  • Pangan
  • Hortikultura
  • Manufaktur
  • Opini
  • Umum
  • Ekbis
  • Profil

Copyright © 2021 www.gemabisnis.com