Keberadaan devisa sangat mempengaruhi sektor ekonomi dalam suatu negara.Karena itu, pemerintah berusaha menghasilkan devisa sebanyak-banyaknya. Salah satunya melalui kegiatan ekspor. Walaupun kegiatan ekspor dilakukan oleh kalangan pelaku usaha, namun ada hak negara dalam devisa hasil ekspor itu. Mengapa bisa begitu?.
PERTAMA, konsep pendekatan strategis untuk membangun kekayaan nasional yang dibahas oleh Philip Kotler cukup menarik guna difahami sebagai perspektif yang terkait dengan soal distribusi nilai tambah. Sepenggal yang disampaikan adalah bahwa : 1) kekayaan suatu bangsa sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan dan ruang lingkup sektor bisnisnya. 2) dalam ekonomi pasar, usaha – usaha bisnis akan menghasilkan kekayaan dengan meningkatkan nilai tambah global. 3) kekayaan tersebut kemudian didistribusikan dalam bentuk gaji bagi karyawan, dividen bagi para pemegang saham, investasi bagi perusahaan, dan pendapatan bagi negara,baik berupa pajak maupun non pajak.
KEDUA, satu perspektif yang coba penulis fahami adalah bahwa dalam distribusi nilai tambah global yang dihasilkan oleh usaha-usaha bisnis, disitu jelas dikatakan ada bagian yang menjadi hak negara sebagai bagian dari pendapatan nasional. Haknya pemerintah antara lain dapat berupa pajak, royalti atas pengelolaan sumber daya alam, cadangan devisa hasil ekspor, dan sumber – sumber lain yang sah menurut peraturan perundangan yang berlaku.
KETIGA, ketika pemerintah akan mengatur tentang penempatan DHE di dalam negeri, sebenarnya jika merujuk pada konsep distribusi nilai tambah global tersebut , maka pengaturan yang diperlukan sesungguhnya menjadi mudah.Sangat mudah karena konsep dasarnya yang bersifat universal sudah ada. Best practice juga sudah ada, yaitu soal aturan perpajakan dan PNBP.
Aturan yang terkait dengan pengelolaan DHE pun sebenarnya juga sudah ada, yakni aturan tentang pengelolaan devisa dan penanaman modal. Hanya saja aturan ini tunduk pada rezim devisa bebas. Setiap usaha – usaha bisnis, baik PMA/PMDN oleh UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, para penanam modal diberi kebebasan untuk melakukan transfer dan repatriasi valuta asing yang dihasilkan oleh usaha bisnis yang beroperasi di Indonesia.
KEEMPAT, aturan tersebut sejatinya baru mengatur apa yang menjadi haknya usaha – usaha bisnis.Diluar pajak yang menjadi haknya negara belum ada pengaturan, utamanya hak negara untuk mengambil sebagian DHE. Pertanyaannya apa perlu diatur?
Menurut hemat penulis perlu ada pengaturan yang memberi tambahan hak negara untuk mengambil sebagian, misal 10% dari DHE sebagai pendapatan negara dari sisi moneter, diluar royalty . Jika 10% saja diambil menjadi bagian pemerintah maka yang 90% tetap menjadi haknya dunia usaha.
Jika cadangan devisa saat ini mencapai US$ 140 miliar, dan misal 50 % nya berupa DHE, maka jika 10 % nya diambil negara, berarti ada dana senilai US$ 7 miliar dapat digunakan sebagai sumber dana investasi pemerintah yang dapat dikelola oleh LPI ( Lembaga Pengelola Investasi) milik Pemerintah. Dana yang terkumpul tiap tahun, sesuai dengan ketentuan pasal 41 UU nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dapat digunakan untuk investasi langsung, pembelian surat utang dan saham di pasar modal maupun pasar uang,di dalam negeri maupun di luar negeri.
KELIMA, soal yang terkait dengan pengaturan lalu lintas devisa atau yang terkait dengan transfer dan repatriasi valuta asing, maka sebenarnya Bank sentral telah mempunyai mekanisme yang dapat berperan sebagai alat kontrol penggunaan devisa. Dunia usaha nampak keberatan jika rezim devisa control diterapkan. Namun jika secara terbatas dapat diterapkan, mestinya masih dapat dipertimbangkan demi menjaga stabilitas moneter dalam negeri, dan mengamankan kepentingan nasional. Namun yang terkait dengan pengambilan hak negara dari DHE, utamanya SDA harus dibuat aturannya.
Di tingkat global seperti telah lama diusulkan oleh Stiglitz, IMF perlu melakukan reformasi sistem cadangan devisa global harus kita dukung. India, dan China juga sudah menyampaikan gagasannya bahwa dunia memerlukan tata ekonomi baru yang memberi ruang bagi kebangkitan Asia sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia.
Di tingkat nasional sejumlah negara seperti China, UEA dan sejumlah negara lain telah mengambil sebagian DHE nya dan ditempatkan sebagai sumber dana pembangunan dan investasi. Dan bila Indonesia dapat melakukan kebijakan serupa, maka langkah ini adalah sah secara konstitusional sebagai upaya untuk mengembangkan bauran kebijakan moneter dan fiskal guna mendukung pembangunan nasionalnya. Dengan cara ini, maka fungsi cadangan devisa tidak lagi hanya digunakan untuk menjamin ketersediaan likuiditas valas bagi transaksi internasional, tetapi juga dapat berfungsi sebagai sumber dana pembangunan dan investasi suatu negara.