MEMILIKI likuiditas lancar dan kemampuan bayar tinggi adalah target utama suatu negara maupun pelaku usaha. Untuk mencapai kondisi itu, expected income and profit jadi salah satu syarat utamanya. Tentunya expected income and profit itu tidak didapat dengan mudah. Ada berbagai kondisi yang dibutuhkan untuk menggapainya.
PERTAMA, tanpa kecuali, dunia putar otak agar semua mesin ekonomi tidak mengalami kesulitan likuiditas, akibat cash flownya seret. Sekarang ini sepertinya semua negara tengah berpacu expected income and profit karena kebutuhannya mendesak. Paling tidak agar setiap negara dan setiap pelaku bisnisnya memiliki kemampuan bayar yang tinggi dengan tingkat risiko gagal bayar yang rendah. Semua bergerak ke arah yang sama, sehingga the real competition in the market saat ini adalah bersaing untuk memaksimalisasi income dan profit
KEDUA, hal yang kita cermati ini adalah soal keuangan, baik keuangan negara maupun keuangan korporasi. Kejar tayang expected income and profit pada dasarnya soal hidup mati. Rasio-rasio keuangan yang menarik perhatian antara lain adalah debt to GDP ratio, Debt Service Ratio, Debt Equity Ratio,. net profit margin, Return on Asset, Return on Invesment. Expected income and profit diburu agar negara dan dunia usaha mampu membayar berbagai kewajiban, antara lain agar dapat melunasi hutang – hutangnya,dan berbagai kewajiban lain. Karena itu, status Invesment grade sangat diperlukan, baik oleh entitas negara maupun entitas industri dan bisnis.
KETIGA, seiring dengan itu, maka semua pemangku kepentingan ekonomi dan bisnis berusaha agar neraca keuangan, neraca perdagangannya selalu surplus berkelanjutan. Berusaha untuk tidak mengalami defisit berkelanjutan sehingga kegiatan ekonomi dan bisnis menjadi tidak dalam posisi invesment grade. Artinya tidak memiliki kemampuan bayar yang tinggi, sehingga menghadapi ancaman risiko gagal bayar yang tinggi.
KEEMPAT, surplus ekonomi dan bisnis menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam tata kelola. Structural adjustment diperlukan dengan tujuan untuk memperbaiki efisiensi dan produktifitas kegiatan dan proses. Surplus berarti pendapatan lebih besar dari pengeluaran. Begitu sulitnya menciptakan surplus. Karena itu, dalam kerangka makro ekonomi, Keynes membuat ruang deficit spending sampai batas yang masih dianggap aman. Dalam konteks keuangan negara, ambang batas aman tersebut ditentukan dengan dua indikator yaitu 3% terhadap PDB untuk defisit anggaran, dan ratio utang terhadap PDB dipatok maksimum 60%.
KELIMA, ekonomi global tidak sedang baik – baik, pertumbuhan ekonomi melambat dan cenderung tengah menuju resesi. Jika resesi terjadi, maka bagi pemerintah jelas fungsinya, yaitu melakukan penyelamatan. Dunia usaha pasti akan melakukan restrukturisasi industri dan bisnis. Pendapatan yang sudah di saving akan banyak terpakai, sehingga likuiditas berkurang.
Agar tidak terjadi pengeringan likuiditas, maka diperlukan dana talangan agar pemerintah dapat menjalankan fungsi contigent liabilities, dan dunia usaha harus dibantu dengan melakukan restrukturisasi utangnya. Esensi doktrin deficit spending ala Keynes dibuka ruangnya adalah untuk tujuan tersebut. Sehingga mau tidak mau, kran utang harus dibuka, dan disaat masa pemulihan harus bekerja keras berupaya expected income dan profit agar memiliki kemampuan membayar yang tinggi dengan risiko gagal bayar yg rendah.
KEENAM, masa pemulihan adalah ruang expected income and profit. Kebijakan makro ekonomi dan kebijakan mikro ekonomi harus berjalan seiring. Hindari jangan sampai terjadi trade off yang begitu lebar karena kinerja mikro ekonomi, lebih spesifik kinerja korporasi sebagian besar tergantung pada sifat kebijakan makro ekonomi yang mempengaruhi.
Masa pemulihan ada masa penuh harapan, tapi penuh ketidakpastian. Masa pemulihan adalah periode cost recovery, sehingga kebijakan makro ekonomi yang menyertai harus memberi ruang yang luas bagi perusahaan untuk expected income and profit agar cost recoverynya terbayar .
Hak pemerintah untuk ambil bagian pendapatan berupa pajak dan pendapatan bukan pajak harusnya tidak terlalu ambisius karena ruang pertumbuhan harus diberikan seluas- luasnya kepada dunia usaha agar bisa memupuk pendapatan dan laba yang maksimal. Sebab itu, PPN mestinya tidak dinaikkan untuk memberi ruang dunia usaha melakukan cost recovery. Bahkan mestinya diturunkan menjadi 7%, bukan malah dinaikkan dari 10% menjadi 11 %. Konsep PPN ternyata kejam dari konsep pajak penjualan karena belum menghasilkan output, nilai inputnya sudah dipajakin sebagai semacam uang muka. .
Masa pemulihan harus dimulai dari titik kurs rupiah yang kuat dan inflasi yang rendah agar kegiatan produksi dan pemasaran selama masa pemulihsn tidak high cost, sehingga proses pemupukan pendapatan dan profit bisa optimal.. Sekarang ini masa – masa sulit untuk expected income and profit. Take and give antara pemerintah dan dunia usaha menjadi penting. Lebih baik bagi pemerintah bersikap tutwuri handayani. Yang penting defisit anggaran terkelola tidak lebih dari 3% terhadap PDB, yang berarti pengeluaran yang tidak berdampak pada outcome bisa ditunda.
KETUJUH, semangat recover together dan stronger together memang diperlukan. Kondisi yang ideal adalah terjadi pertumbuhan, tercipta stabilitas, dan tingkat daya beli yang selalu terjaga. Burder sharing kita perlukan. Berbagi risiko sebaiknya memang harus diupayakan. Pada akhirnya memang dibutuhkan proses yang incorporated karena proses pemulihan untuk menuju capaian pertumbuhan yang tinggi saat ini bukan hal yang mudah.
Akhirnya, kita harus mengatakan bahwa otoritas pengelola makro ekonomi menghadapi tantangan berat.memikul tanggung jawab. Diantaranya adalah dalam menangani inflasi, menstimulasi investasi modal, menjaga stabilitas nilai tukar, menangani pengangguran, mengelola kebijakan fiskal, dan menangani kejutan dari luar, serta menjadi juru selamat jika terjadi resesi ekonomi. Pada level mikro juga dituntut agar proses inovasi, perbaikan efisiensi dan produktivitas berjalan never ending karena pasar tidak sekedar butuh produk, tapi juga juga unique value dan eqo friendly,serta layanan terbaik.