Gemabisnis.com, Nusa Dua, Bali – Organisasi Pangan dan Pertanian dunia (Food and Agriculture Organization) atau FAO merekomendasikan petani padi di Indonesia untuk mengadopsi penerapan sistem mekanisasi padi ratun dalam rangka meningkatkan produktivitas, meningkatkan profitisasi dan mengefisienkan sistem budidaya padi di tanah air.
Ageng Setiawan, Assistant Programme FAO mengatakan teknologi padi ratun kini sudah mulai banyak diminati para petani di sejumlah negara penghasil beras di Asia karena uji coba penerapan sistem mekanisasi padi ratun telah terbukti berhasil meningkatkan produktivitas pertanaman padi. Uji coba penerapan sistem mekanisasi padi ratun telah dilakukan di Guangdong, China pada tahun lalu memberikan hasil yang menggembiran yaitu mampu meningkatkan produktivitas pertanaman padi menjadi 15,2 ton/ha.
Berbicara dalam sesi panel diskusi Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Nusa Dua, Bali (Kamis, 19/9), Ageng mengatakan uji coba sistem budidaya padi ratun tersebut dilakukan selama 239 hari mulai dari penanaman benih padi aromatik Qingxiangyou #19 pada tanggal 5 Maret 2023, penanaman bibit padi di sawah pada 11 April 2023 di atas lahan seluas 7 ha hingga dilakukannya panen tanaman pokok pada 27 Juli 2023 dengan produktivitas 9,5 ton/ha serta panen padi ratun pada 30 Oktober 2023 dengan produktivitas 5,8 ton/ha.
Keberhasilan tersebut telah mendorong sejumlah negara penghasil beras utama dunia tertarik untuk mendalami sistem mekanisasi padi ratun seperti Vietnam, Bangladesh dan China. Negara-negara tersebut tertarik untuk mempelajari lebih dalam sistem pertanian pangan berbasis beras melalui adopsi dan pengembangan sistem mekanisasi padi ratun karena dapat meningkatkan sustainability, profitability dan inklusivitas tata usaha tani padi.
Sistem mekanisasi padi ratun adalah sistem budidaya padi yang selama ini memang tidak popular diterapkan dikalangan para petani padi di Indonesia. Namun sistem budidaya ini sebetulnya sudah sejak lama banyak diterapkan di kalangan para petani tebu di pulau Jawa. Melalui sistem budidaya ini tanaman padi yang sudah dipanen dengan cara dipotong (disabit/diarit) batang beserta malai padinya kemudian dibiarkan untuk bertunas dan tumbuh kembali menjadi tanaman padi baru. Dengan perlakuan pemupukan dan pemeliharaan tertentu tunas-tunas padi itu kemudian tumbuh kembali menjadi pertanaman padi baru yang dapat menghasilkan malai dan bulir padi.
Selama ini, para petani padi di Indonesia umumnya tidak membiarkan tanaman padinya yang sudah dipanen untuk kembali bertunas dan tumbuh menjadi pertanaman padi baru melainkan dibongkar dan dibajak kembali untuk kemudian ditanami benih/bibit padi baru. Dengan demikian petani mengulang kembali cara penanaman padi dari awal, mulai dari mengolah tanah, mempersiapkan penyhemaian benih padi dan kemudian memindahkan (menanam) bibit padi (hasil penyemaian) ke lahan sawah. Sistem budidaya ini tentu saja membutuhkan biaya yang jauh lebih besar karena petani harus mengolah lahan dan mempersiapkan benih padi. Karena itu, sistem budidaya padi ratun dinilai jauh lebih menguntungkan karena petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengolah lahan dan menyediakan benih padi. (YS)