Gemabisnis.com, JAKARTA
Ekspor produk minyak sawit Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 3% tahun ini menjadi 33,21 juta ton dibandingkan dengan 34,23 juta ton tahun 2021 terutama akibat meningkatnya konsumsi minyak sawit di dalam negeri dan makin menguatnya harga minyak nabati di pasar dunia.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Mukti Sardjono dalam siaran persnya yang diterima redaksi Gemabisnis.com hari ini mengatakan konsumsi minyak sawit dalam negeri pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 20,59 juta ton (naik dari 18,42 juta ton tahun 2021), sedangkan produksi (CPO dan CPKO) diperkirakan mencapai 53,8 juta ton (naik dibanding 51,30 juta ton tahun 2021), sehingga volume yang tersisa untuk ekspor diperkirakan adalah 33,21 juta ton atau sekitar 3% lebih rendah dari tahun 2021.
Walaupun selama tahun 2021 masih ada pandemi COVID-19, total konsumsi dalam negeri untuk pangan naik 6%, oleokimia naik dengan 25% dan biodiesel naik dengan 2%. Untuk tahun 2022, konsumsi untuk pangan diperkirakan naik dengan laju yang hampir sama menjadi sekitar 800.000 ton/bulan (9,6 juta ton/tahun). Untuk oleokimia tahun 2021, konsumsi mendatar dalam 6 bulan terakhir pada sekitar 180.000 ton/bulan dan diperkirakan akan berlanjut ke tahun 2022 sehingga konsumsi untuk oleokimia diperkirakan 2,16 juta ton/tahun. Konsumsi untuk biodiesel tergantung dari program mandatori biodiesel yang ditetapkan pemerintah. Sesuai program tahun 2022, program mandatori B30 dengan konsumsi biodiesel 2022 diperkirakan 8,83 juta ton.
Mukti melanjutkan produksi minyak sawit 2021 menunjukkan adanya anomali. Semester II yang biasanya lebih tinggi dari semester I di tahun 2021 justru lebih rendah. Oleh sebab itu, produksi semester I 2022 akan menjadi petunjuk apakah penurunan produksi akan terus berlanjut atau akan terjadi kenaikan. Pemupukan yang terkendala di tahun 2021 akibat kelangkaan dan kenaikan harga pupuk akan mempengaruhi produktivitas dan produksi 2022.
Selain itu, cuaca ekstrim basah yang terjadi di awal 2022 juga bukan hanya akan mempengaruhi produksi di semester I tetapi juga di semester II 2022. Produksi CPO tahun 2022 diperkirakan mencapai 49 juta ton sedangkan PKO mencapai 4,8 juta ton sehingga total CPO+PKO mencapai 53,8 juta ton, atau kenaikan sebesar 4,87% dibandingkan dengan produksi tahun 2021 sebesar 51,3 juta ton.
Produksi oilseed tahun 2022 diperkirakan akan melimpah meskipun kekeringan di Amerika Selatan masih menjadi faktor yang harus diperhatikan dengan seksama karena dapat menurunkan produktivitas. Melimpahnya produksi oilseed tidak langsung meningkatkan pasokan minyak nabati karena berbagai alasan. Harga oilmeal yang kurang menarik akan menjadi salah satu faktor penghambat disamping untuk pemulihan stok oilseed yang terkuras di tahun 2021, kata Mukti. (YS)