PERTAMA, tanggung jawab industri dalam setiap siklus bisnis adalah memuaskan kebutuhan para pelanggannya atas produk dan jasa yang diperdagangkan. Dengan demikian, industri secara fundamental harus bisa bekerja pada tiga lingkungan, yaitu lingkungan produksi, distribusi. dan bisnis. Pada lingkungan produksi, industri akan bekerja pada level produktifitas yang optimal dan memiliki kapasitas inovasi yang tinggi. Pada lingkungan distribusi, industri dituntut mampu menjual produk dan layanan yang memiliki unique value. Pada lingkungan bisnis, industri harus bisa hidup dalam kompetisi yang ketat dan mampu berkolaborasi dengan global industry untuk membangun aliansi strategis.
KEDUA, hal yang paling fundamental itu yang harus dihidup-hidupkan agar industri tidak terdepak dari pasar, karena ditinggal para pelanggannya. Di tengah berbagai ekosistem yang mempengaruhi kinerja industri, maka industri juga harus bisa hidup di capital market selain yang secara konvensional harus bisa hidup di pasar barang dan pasar tenaga kerja.
Berbagai institusi pasar tersebut adalah tempat unjuk kerja industri sehingga pada titik tertentu, sebuah rating kinerjanya akan terposting secara obyektif bahwa industri yang bersangkutan mempunyai harapan untuk positioning menjadi market leader, dan nilai portofolio bisnisnya selalu meningkat.
KETIGA, dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa prasyarat yang paling hakiki agar industri bisa bertahan hidup di pasar adalah selalu meningkatkan produktifitas dan melakukan inovasi produk dan layanan untuk menanggapi perubahan – perubahan besar akibat demokratisasi ( dalam dimensi politik, ekonomi dan budaya), globalisasi, dan digitalisasi.
Merespon perubahan telah menjadi mindset utama setiap industri yang umumnya diformat sebagai strategi dan kebijakan industri pada tingkat korporasi dalam bentuk cetak biru. Upaya ini dilakukan dalam rangka untuk mengatasi ancaman persaingan, dan guna melicinkan jalan dalam memanfaatkan peluang dan kesempatan – kesempatan baru yanng tumbuh seiring dengan perubahan – perubahan besar akibat demokratisasi, globalisasi, dan digitalisasi.
KEEMPAT, pertanyaannya adalah dimana peran public policy? Secara mudah penulis bisa katakan bahwa public policy pada dasarnya follow arus besar kebijakan industri yang dikembangkan pada level korporasi yang umumnya sudah dibuat cetak birunya.
Private policy dibuat dalam satu semangat bahwa pelaku industri adalah yang kita anggap sebagai pihak yang paling tahu tentang apa yang terbaik harus dilakukan. Dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik bila selalu memberikan jalan terbaik agar rencana kerja perusahaan yang sudah ada dalam cetak biru dapat direalisasikan. Sebab itu, public policy dan private policy harus ketemu jodoh. Perlu ada harmonisasi kebutuhan antara public policy dan private policy. Harus dihindari adanya perbedaan yang tajam antara public policy dan private policy dalam mengurus soal industrial policy. Pilihan yang tersedia berarti harus ada forum policy dialogue yang bisa diinisiasi oleh pemerintah maupun dunia usaha.
KELIMA, produktifitas dan inovasi adalah kebutuhan utama industri.Total faktor produktifitas dan bahkan bisa juga kita sebut perlu adanya total faktor inovasi, keduanya dibutuhkan dan melekat pada setiap public policy dan private policy untuk menjalankan industrial policy.
Pandangan ini disampaikan karena supaya kita tidak gagal pikir dalam menyiapkan seperangkat kebijakan industri. Pengalaman Jepang, Korsel bahkan China sekalipun, industrial policynya selalu diwarnai oleh semangat incorporated yang selalu mencoba mengharmonisasikan hubungan antara kebutuhan pemerintah maupun dunia usaha. Contoh, hilirisasi di Indonesia cenderung dapat dipandang sebagai kebutuhan pemerintah. Swasta pun berharap agar hilirisasi juga dapat tumbuh karena outputnya mereka butuhkan sebagai bahan baku Namun karena karakteristik pembangunan industri hulu membutuhkan biaya besar, imbal hasilnya relatif rendah, dan berisiko tinggi sehingga swasta tidak tertarik menempatkan dananya disitu maka progam hilirisasi industri sebaiknya menjadi fokus investasi pemerintah atau kerjasama pemerintah dan swasta.
Pemerintah dapat membentuk PT Pembangunan Hilirisasi Industri (BUMN) Merah Putih atau misalnya dengan mengubah portofolio bisnis PT REKIN menjadi pengembang hilirisasi industri prioritas. Apa bisa? Sangat bisa karena kerangka kebijakan dan regulasinya sudah ada dan lengkap,tinggal take action, Bismillah, Insya Allah kita bisa. Bikin KA cepat Jakarta-Bandung pemerintah bisa bikin PT KCIC, dan sub holdingnya. Bikin Venture Capital Merah Putih juga sudah terlaksana . Tinggal ngopi darat bersama antara Menperin, Menteri ESDM, Mentan, Menteri BUMN, Menkeu, OJK, pimpinan INA /LPI dipimpin Menko Perekonomian, semua beres. Keputusan politik industrinya sudah ada dan jelas arah dan sasarannya.
KEENAM, jika kita sepakat bahwa industri adalah sebagai pusat produktifitas, dan sebagai pusat inovasi, maka berarti kita juga berada dalam satu mindset bahwa membangun industri adalah menjadi bagian dari proses making of the champion, dan bukan hanya sekedar mendirikan pabrik, di Karawang, Bekasi, Tangerang atau tempat lain di Indonesia.
Terkait dengan itu, maka industri harus diberi ruang seluas mungkin agar mampu membangun dan mengembangkan produktivitasnya, dan kemampuan melakukan inovasi dari waktu ke waktu.
Public policy memberikan dukungan dan memberikan jalan untuk mewujudkan marwah industri sebagai pusat produktifitas dan pusat inovasi. Terkait dengan ini, maka fasilitas perpajakan sebaiknya diberikan kepada mereka yang melakukan proses making of the champion melalui peningkatan produktifitas dan inovasi never ending, bukan yang hanya sekedar. mendirikan pabrik.