PERTAMA, lembaga keuangan yang mengelola tabungan dan investasi adalah merupakan bisnis kepercayaan. Di era sekarang, gap antara tabungan dan investasi sepertinya tidak penting lagi karena gapnya dapat ditutup dengan dana pinjaman. Para deposan dan investor dapat menempatkan dana nya dimana saja pada lembaga-lembaga keuangan yang mereka pilih. Lembaga keuangan akan siap melayani setiap kebutuhan masyarakat yang ingin expected return, income and profil sebagai hasil kegiatan dari penempatan dananya.
KEDUA, expected return, income and profit adalah sebuah harapan dan menjadi idiologi para penabung dan investor lembaga keuangan akan merespon harapan tersebut dengan memutar dana masyarakat yang dihimpun untuk dibisniskan dengan cara menjualnya dalam bentuk kredit, diputar dalam bentuk investasi portofolio dan instrumen keuangan dan investasi yang lain . Para pihaknya umumnya terikat dalam bentuk akad,dan prinsip bisnis yang dipegang adalah saling memberi manfaat dan saling menguntungkan. Inilah sekilas praktek bisnis kepercayaan berlangsung hingga kini. Saling percaya dijunjung tinggi, Saat terjadi ancaman gagal bayar, para deposan dan investor akan ramai -ramai menarik dananya.
KETIGA, itulah bank run atau terjadi market crash di pasar modal yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Belajar dari berbagai krisis ekonomi, tidak ada pihak yang dapat memperkirakan secara akurat kapan akan terjadi krisis. Pun tidak ada yang mampu memprediksi berapa besar dampaknya, seberapa cepat efek penularannya, dan kapan akan berakhir. Sebab itu, bila terjadi ledakan ketidakpercayaan dan erupsinya besar maka dampaknya bisa meluas. Pada titik pusat gempa pasti akan terjadi kerusakan parah pada infrastruktur pasar keuangan maupun pasar modal di negara bersangkutan. Bisa timbul kerusakan di negara lain karena para deposan dan investornya terpengaruh kepanikan akibat terjadi erosi kepercayaan pada lembaga keuangan yang mengelola dananya.
Panik dan menurunnya kepercayaan dapat menjadi penyebab terjadinya krisis keuangan. Kita bisa catat rekaman peristiwa krisis keuangan dari masa ke masa.Kejadian great depression 1929/1930 hingga sekarang yang paling terbaru terjadinya kebangkrutan Bank Silicon Valley ( BSV/SVB) dan bank -bank besar lain di dunia penyebabnya hampir sama, yaitu deposan dan investor yang kehilangan kepercayaan terhadap lembaga keuangan yang gagal mengelola dananya. Inti masalahnya selalu berada di seputar itu, sehingga menimbulkan bank run,atau market crash di pasar keuangan dan pasar modal, kemudian memicu terjadinya krisis keuangan , yang berujung terjadinya ancaman pengeringan likuiditas dan “kebangkrutan massal” di mana – mana.
KEEMPAT, sesimpel itu krisis keuangan dan perbankan dapat terjadi di dunia . Casenya bisa dibaca dan difahami setelah peristiwanya terjadi. Umumnya sebagai faktor penyebabnya karena salah urus, overstreach misal terjadi praktek overlanding dan overborrowing, dan terjadinya moral hazard. Dalam case SVB dengan perusahaan- perusahaan startup sebagai kliennya tidak lepas dari adanya fenomena itu. Dorongannya adalah agar para startup binaannya bisa segera menjelma menjadi unicorn atau lebih dari itu. Valuasi aset menjadi tolok ukur utama ketimbang penguatan fundamental bisnis sebagai tolok ukur keberhasilan.
Penulis hanya ingin mengatakan bahwa praktek semacam itu justru merusak tatanan pembinaan dan pengembangan startup bisnis karena dipaksa tumbuh besar yang belum waktunya akibat praktek kotor pemilik modal yang hanya fokus pada pentingnya valuasi aset bagi pemuas kebutuhan primermya.
KELIMA, praktek kotor dalam industri keuangan sudah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Ancamannya sangat nyata dari potensi terjadinya asset buble, debt crisis hingga ancaman terjadinya krisis likuiditas dan kebangkrutan.
Regulasi dalam pengelolaan pembiayaan dan risiko sudah banyak dibuat di seluruh dunia dengan sejumlah indikator batas kewajaran dan kepatutan . Tapi faktanya azas kepatuhan dan kepatutan banyak dilanggar. Output nyata dari berbagai pelanggaran tersebut menjelma menjadi krisis keuangan. Dampaknya bubar siji bubar kabeh.
Belum hilang dalam ingatan kasus Evergrande, perusahaan properti besar di China yang mengalami gagal bayar akibat produk Wealth Management Products (WMP) yang dijual ke masyarakat senilai sekitar 40 miliar Yuan atau setara Rp 88 triliun jatuh tempo perusahaan ini terlibat praktek shadow banking, yaitu proses peminjaman di luar buku, yang secara umum dikatakan sebagai aktifitas financial underground. Prakteknya melibatkan perantara keuangan non bank, yang menyediakan pinjaman perusahaan yang mirip dilakukan oleh perbankan, tetapi praktek ini tidak ada aturannya dalam satu regulasi. Ini jelas praktek moral hazard.WMP banyak dijual ke masyarakat oleh perbankan dan perusahaan di seluruh China. Tingkat return yang ditawarkan antara 10,15,20% dari investasi di WMP. Di Indonesia kita mengenal investasi bodong yang merugikan kliennya.
KEENAM, jika saat kita terus dihantui akan terjadi krisis ekonomi, maka sejatinya yang terjadi di balik itu adalah datangnya ancaman terjadinya krisis keuangan. Fenomenanya cenderung bersifat laten karena uang yang kita kenal sebagai alat pembayaran, kini juga berfungsi sebagai komoditi yang diperdagangkan di seluruh dunia. Di pasar keuangan terjadi aksi profit taking, spikulasi, hingga manipulasi demi valuasi nilai aset. Bahkan terjadi pula aktivitas financial underground, seperti praktek shadow banking, hidden debt dan sebagainya.
Diskursusnya berarti bahwa menegakkan azas moralitas dan etik, azas kepatuhan dan kepatutan bersifat mandatory . Ada pendapat yang mengatakan bahwa dengan kekuatan manipulasi uang, para kapitalis dapat mendalangi berbagai krisis ekonomi di banyak negara, termasuk di Indonesia hingga meruntuhkan perekonomian suatu negara. Karena itu sangat bisa difahami bahwa ketika IHSG turun, nilai tukar rupiah melemah, cadangan devisa menyusut, dan kini diduga terjadi praktek money laundry di Kemenkeu,atau pada lembaga keuangan yang lain.
Pihak pemegang otoritas moneter dan fiskal dibuat kalang kabut untuk meredam sentimen negatif di pasar keuangan dan pasar modal karena jika tidak dicegah bisa menimbulkan ancaman krisis kepercayaan .
Krisis keuangan selalu dipicu hadirnya krisis kepercayaan dari para penabung dan investors. Namun demikian, kita tetap harus terus melakukan upaya gerakan menabung dan berinvestasi dengan catatan harus tahu ilmunya, dan jangan ikut-ikutan. Pilih lembaga pengelola dana investasi yang kredibel dan bertanggung jawab.
Dengan melakukan gerakan menabung dan investasi, kita punya harapan untuk mendapatkan return, income dan profit yang wajar.Dengan.cara ini pula, semoga kita bisa berbagi kepada sesama yang membutuhkan bantuan kita.
Berinvestasi pada dasarnya adalah bagian dari mengelola aset dan sekaligus. mengelola risiko. Semoga ke depan praktek penghisapan uang dan modal ke lembaga-lembaga keuangan untuk menghasilkan perputaran raksasa, kemudian memompanya keluar dalam bentuk kredit dan investasi portofolio prakteknya berubah kearah yang lebih baik.
Tabungan, investasi, dan filantropi harus dihidupkan dalam satu ekosistem pembangunan manusia seutuhnya yang dapat menjamin tegaknya prinsip kemanusiaan dan keadilan. Tata ekonomi baru yang kita harapkan adalah menciptakan satu ekosistem untuk mewujudkan sebuah idiologi bahwa globalisasi, demokratisasi dan digitalisasi adalah untuk semua orang.