PERTAMA, literasi dan edukasi yang dapat menjadi diskursus adalah bahwa pendapatan, belanja, dan pembiayaan sejatinya merupakan bentuk siklus keuangan yang harus dikelola dengan baik. Siklus ini dibutuhkan karena kita berkehidupan dalam sepektrum yang luas. Siklus itu yang menjadi pusat titik kekuatan pendorong adalah pendapatan. Artinya tanpa memiliki pendapatan yang cukup, maka nyaris sulit kebutuhan belanja dan pembiayaan dapat dipenuhi. Faktanya, mengurus pendapatan belanja dan pembiayaan sama sulitnya.
KEDUA, pertumbuhan ekonomi, stabilisasi ekonomi, dan kesejahteraan memerlukan belanja dan pembiayaan baik untuk keperluan konsumsi maupun investasi. Pendapatan bisa dihimpun jika kegiatan ekonomi dan bisnis tumbuh dan berkembang, serta mampu menghasilkan keuntungan maksimal setelah dipotong pajak ( profit after tax).
Pendapatan pada dasarnya aset. Belanja dan pembiayaan pada dasarnya liabilitas. Dalam konteks negara, hampir semua negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang dan negara miskin mempunyai problem serupa, dalam urusan mengelola siklus keuangan. Aset global dalam bentuk GDP hanya sekitar US$ 100 triliun. Utang globalnya sekitar 355% dari total GDP tersebut karena kebutuhan belanja dan pembiayaannya membengkak sehingga liabilitasnya lebih besar dari asetnya, ( yang likuid maupun berupa aset tetap).
KETIGA, terkait dengan fenomena itu, maka dapat dicatat bahwa : 1) dunia yang semakin maju ternyata belum mampu mengendalikan pengeluaran untuk keperluan belanja dan pembiayaannya, sementara itu, pendapatan global hingga abad ini hanya terkumpul sebagai output sekitar US$ 100 triliun. Belanja dan pembiayaan yang terus tumbuh masif, telah menimbulkan beban utang dunia mencapai sekitar 355% dari total pendapatan global.yang sekitar US$ 100 triliun. 2) Transformasi ekonomi digital yang berkembang hingga kini belum kelihatan apakah mampu mengatasi kesenjangan yang makin lebar antara aset dan liabilities. 3) Kondisi ini semakin mengkhawatirkan ketika tahun 2021, WEF merilis kajiannya bahwa dunia menghadapi ancaman besar ekonomi. Satu pernyataan yang cukup menarik adalah bahwa ekonomi besar dunia menghadapi ancaman debt crisis, pengeringan likuiditas, dan ancaman kebangkrutan massal. 4) mega trend yang berkembang dan sangat mengkhawatirkan adalah terjadi proses valuasi aset yang tidak masuk akal ketika sejumlah starup teknologi diberbagai penjuru dunia, nilai asetnya menggelembung secara masif, tapi tidak sesuai dengan fondamental bisnisnya. Situasi ini yang menurut WEF dalam laporan yg sama menyampaikan bahwa ekonomi besar dunia menjadi berpotensi datangnya ancaman besar, yaitu terjadinya asset bubble.
KEEMPAT, semua perkembangan yang berlangsung di bidang ekonomi dan teknologi terus dipacu. Tujuannya paling nyata adalah agar terjadi utilisasi aset, kapitalisasi pasar, hingga melakukan tindakan window dressing, financial engineering dan sebagainya pada dasarnya merupakan ikhtiyar agar neraca keuangannya dinilai sangat sehat sangat likuid, sehingga nampak bahwa total nilai asetnya mempunyai kemampuan bayar yang tinggi, dan memilki risiko gagal bayar yang rendah. Kemampuan bayar yang tinggi patokannya adalah pendapatan. Sedangkan risiko gagal bayar yang rendah patokannya berarti bahwa pos belanja dan pembiayaan masih mampu dibayar.
Beban utang global yang bertumpuk, memang telah diikuti dengan upaya pemupukan pendapatan yang effort nya juga luar biasa oleh hampir semua negara., Tapi berbagai effort tersebut ada sebagian yang tidak menggambarkan kondisi capaian yang sebenarnya, sehingga terjadilah ancaman besar berupa terjadinya asset bubble..
KELIMA, secara subyektif itulah gambar sekilas kondisi perekonomian global dunia hingga kini. Dilihat dari sisi konsep pendapatan, belanja, dan pembiayaannya saja, kita sudah pusing dibuatnya. Pertumbuhan ekonomi dipacu, tidak lebih agar dunia mampu menghimpun pendapatan sebesar-besarnya. Dan ikhtiyar ini dilakukan tidak lebih agar dunia tetap mampu spending untuk keperluan belanja dan pembiayaan supaya risiko gagal bayarnya rendah. Bahasa kasarnya dapat dibaca bahwa capek deh ngumpulin cuan, di depan mata sudah menunggu berbagai kewajiban yang harus dibayar. Apa yang dapat kita catat secara umum dari situasi itu? Jawabannya adalah bahwa anda harus siap menerima konsep deficit spending. Bagaimana dengan konsep surplus budget? Mudah-mudahan ada yang mampu menghasilkan surplus budget. Tapi ada yang pesimis sambil berujar boro-boro surplus, bisa balance budget sudah luar biasa.
Bagaimana dengan konsep saving? Jawabannya sederhana yaitu saving bisa dikumpulkan jika punya surplus keuangan. Jika tidak punya saving, maka jangan pernah mimpi mau investasi. Kalau mau investasi dananya dari mana. Secara konvensional dapat ditarik dari dana pinjaman dan sumber lain. Karena itu jika anda pingin kaya ikuti kata peribahasa bahwa ” hemat pangkal kaya”. “Boros menjadi sumber masalah karena akan menjadi obyek para kreditor”. Dunia tidak akan mampu mengatasi utang globalnya kecuali harus menerapkan peribahasa tersebut dalam mengelola sistem keuangannya. Semua gubernur bank sentral di dunia akan merasa tidak aman mengelola sistem moneternya jika Neraca Pembayarannya selalu defisit. Pun demikian menteri keuangan dimanapun akan nervus bila APBNnya selalu defisit.