Gemabisnis.com, JAKARTA
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) melepasliarkan satu ekor Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dengan jenis kelamin jantan di Blok Cisalimar, Kawasan TN Gunung Halimun Salak, Sukabumi, pada (24/1). Pelepasliaran kali ini sangat penting, mengingat untuk pertama kalinya Elang Jawa yang dilepasliarkan dipasangi Platform Transfer Terminal (PTTs) dengan jenis PinPoint Solar GPS-Argos dengan berat 21 gram.
Kepala Balai TN Gunung Halimun Salak, Ahmad Munawir mengatakan akan terus melakukan pemantauan tingkat keberhasilan pasca pelepasliaran, lokasi dan luas wilayah jelajah, ketinggian terbang serta lainnya terhadap elang jawa yang dilepasliarkan yang terpasang PinPoint Solar GPS-Argos. Pemantauan dilakukan bersama dengan mahasiswi Indonesia, Cici Nurfatimah yang sedang melakukan studi Program Doktor di Kyoto University serta Syartinilia, dan Yeni Aryati Mulyani, sebagai perwakilan dari IPB University.
Elang Jawa muda “Iskandar” yang dilepasliarkan diperkirakan berusia sekitar 1 tahun 5 bulan, merupakan serahan dari masyarakat Lido-Bogor pada tanggal 9 Januari 2022. Iskandar siap dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi yang relatif sangat singkat yaitu hanya selama 15 hari di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji-Bogor, yang dikelola oleh Balai TN Gunung Halimun Salak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata Ahmad Munawir.
Ahmad Munawir menjelaskan, sebelum Iskandar dilepasliarkan, pihak Balai TNGHS telah melakukan beberapa prosedur, diantaranya memastikan kesehatan satwa, memastikan bahwa perilaku satwa menunjukkan kesiapan untuk pelepasliaran, dan lokasi pelepasliaran adalah kawasan yang telah sesuai untuk pelepasliaran sebagaimana hasil kajian habitat (habitat assesment) menggunakan tool Maxent tahun 2020 dan didetailkan oleh tim PSSEJ pada tanggal 18-19 Januari 2022. Area Blok Cisalimar dinilai yang paling cocok berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya: kondisi habitat, keberadaan elang jawa, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan.
Secara kesejarahan, Elang Jawa mirip dengan Garuda, Lambang Negara Indonesia dan telah ditetapkan sebagai Satwa Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993. Elang Jawa termasuk jenis burung pemangsa (raptor) merupakan top predator di alam yang peranannya sangat penting sebagai pengatur rantai makanan sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga. Kawasan TNGHS yang merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa diyakini sebagai habitat terbaik dari raptor ini. Terdapat 17 jenis raptor yang teridentifikasi di kawasan TNGHS termasuk diantaranya Elang Jawa yang dilepasliarkan.
Elang Jawa termasuk salah satu dari 25 satwa prioritas yang terancam punah, merupakan salah satu dari 3 (tiga) spesies kunci di TNGHS dan sebagai satwa endemik Pulau Jawa. International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan Elang Jawa sebagai jenis satwa terancam punah (endangered), kategori Appendix II menurut Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) dan dilindungi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Menurut Ahamda Munawir, pelepasliaran satwa liar merupakan program yang terus dilaksanakan untuk menjaga kelestarian satwa di habitat alaminya. Dukungan dan kerjasama para pihak, baik sektor pemerintah, swasta, LSM, akademisi, dan masyarakat merupakan modal utama untuk pelepasliaran satwa liar untuk kepentingan kelestarian dan pengawetan keragaman hayati di kawasan TNGHS.(YS)