Gemabisnis.com, JAKARTA – Setelah dideklarasikan pada 23 Juni 2023 lalu di Medan, Sumatera Utara, Rumah Sawit Indonesia (RSI) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) perdananya di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, 19 November 2024 dan secara aklamasi menunjuk Kacuk Sumarto sebagai Ketua Umum serta Irwan Peranginangin sebagai Ketua I.
Usai pelaksanaan Munas perdana, Kacuk Sumarto selaku Ketua Umum RSI mengatakan kepada wartawan bahwa Munas RSI yang dihadiri secara fisik oleh 39 anggota dari total 77 anggotanya itu mengamanatkan kepada Ketua Umum dan Ketua I untuk segera membentuk kepengurusan yang akan bertugas selama tiga tahun ke depan (tahun 2024-2026).
Menurut Kacuk, pihaknya bersama Ketua I Irwan Peranginangin akan segera membentuk kepengurusan RSI secara lengkap. Selanjutnya, dalam kurun waktu 2-3 bulan mendatang RSI akan menyelenggarakan rapat tahunan dengan agenda utama mengesahkan kepengurusan RSI 2024-2026 dan program kerja 2025.
RSI, lanjut Kacuk, merupakan kumpulan dari pihak-pihak yang berjuang untuk kejayaan sawit Indonesia sepanjang masa. Pihak-pihak dimaksud adalah para pelaku industri perkelapasawitan dari hulu hingga hilir mulai dari penyedia bibit dan benih, penyedia pupuk, para pekebun besar maupun kecil serta para pelaku industri hilir sawit yang semuanya harus memiliki badan hukum.
Kejayaan sawit dimaksud, menurut Kacuk, adalah mencapai kembali dan mempertahankan pangsa pasar (market share) sawit Indonesia sebagai market leader di pasar global yang dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terus menurun seiring dengan terjadinya penurunan produktivitas kebun sawit di dalam negeri dan terus tergerusnya pangsa pasar sawit Indonesia oleh para kompetitor di pasar dunia, khususnya Malaysia.
Untuk mencapai dan mepertahankan kejayaan sawit Indonesia, lanjut Kacuk, pengurus RSI akan bermitra dengan pihak-pihak terkait guna mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi para anggotanya. Setidaknya ada 17 mitra strategis yang akan bermitra dengan pengurus RSI diantaranya pihak-pihak yang menangani pemetaan, pendampingan dalam Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang akan terus didorong oleh pengurus RSI, pelaku riset dan engineering, pakar/praktisi hukum untuk mengawal kepastian hukum, peningkatan kapasitas SDM, serta mitra strategis yang menangani regeneratif agriculture dan emisi karbon. Beberapa mitra strategis tersebut berasal dari luar negeri seperti untuk regenerative agriculture dan emisi karbon.
Kacuk menegaskan ke depannya RSI siap untuk menjadi mitra pemerintah dalam menyelesaikan isu kedaulatan pangan melalui perkebunan sawit guna menuju Indonesia Emas tahun 2045. Kacuk juga menyatakan RSI siap untuk mencukupi kebutuhan minyak nabati dunia melalui intensifikasi lahan dengan pendekatan regenerative agriculture dan rekayasa budidaya dan teknik pengolahan.
“Melalui penerapan sistem regenerative agriculture dan rekayasa budi daya dan teknik pengolahan RSI akan berupaya untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit yang kini rata-rata hanya 2 ton/ha menjadi 6-7 ton/ha,” tegas Kacuk.
Kacuk menambahkan, istilah regenerative agriculture mengacu pada upaya-upaya untuk mengembalikan (memasukkan kembali) biomasa sawit ke kebun sawit setelah melalui proses fermentasi. Pengembalian biomasa ini dimaksudkan untuk mengembalikan hara tanah di perkebunan sawit dengan mempercepat dan memperbanyak mikroba tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Selain melalui mekanisme regenerative agriculture, dalam rangka meningkatkan produktivitas sawit nasional RSI juga berencana untuk membentuk tim pemantau kesehatan tanaman sawit atau disebut dengan istilah Dokter Kesehatan Sawit. Dokter Kesehatan Sawit ini akan memonitor kesehatan tanaman di kebun sawit mulai dari asupan/ketersediaan unsur hara tanah, serangan hama dan penyakit serta berbagai faktor fisiologi tanaman lainnya untuk menjaga kesehatan tanaman agar dapat menghasilkan produktivitas yang prima.
Menurut Kacuk, RSI juga memiliki jargon sendiri terkait Sawit Indonesia, yaitu ‘Indonesia adalah Sawit dan Sawit adalah Indonesia’ yang maknanya tidak lain adalah ‘Menjaga kejayaan sawit dan menjaga kejayaan Indonesia’.
“RSI juga siap mengawal tata kelola perkelapasawitan yang mempunyai kepastian hukum melalui pembentukan Badan Sawit Nasional yang akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan adanya kepastian hukum di bidang sawit sehingga suasana investasi sawit menjadi aman, kondusif dan memberikan manfaat/keuntungan bagi masyarakat dan negara. Jangan sampai terulang lagi kasus kebun sawit yang telah memiliki HGU selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tapi kemudian dimasukkan ke dalam kawasan hutan,” pungkas Kacuk. (YS)