Gemabisnis.com, JAKARTA–Industri batik memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Ini tercemin dari capaian nilai ekspor batik Indonesia yang menembus US$49,63 juta, naik signfikan jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$39,76 juta.
“Sejak UNESCO memberikan pengakuan Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2009, industri batik Indonesia mengalami pertumbuhan positif,” Kepala Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Kementerian Perindustrian, Tirta Wisnu Permana di Yogyakarta, Kamis (22/06/2023).
Wisnu mengemukakan, potensi industri batik nasional juga terlihat dari jumlahnya yang melebihi dari 47 ribu unit usaha, yang tersebar di 101 sentra berbagai wilayah Indonesia. “Sektor ini juga tergolong padat karya, karena telah menyerap tenaga kerja hingga 200 ribu orang. Jadi, industri batik merupakan sektor padat karya berorientasi ekspor,” ungkapnya.
Guna meningkatkan daya saing industri batik Indonesia, Kemenperin terus mendorong proses pembuatan batik yang ramah lingkungan. Tujuannya untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan hemat air, sehingga limbah yang dihasilkan lebih sedikit. “Hal ini sesuai dengan implementasi prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan,” imbuhnya.
BBSPJIKB Yogyakarta sebagai salah satu instansi pemerintah yang telah memiliki Lembaga Sertifikasi Industri Hijau. Dalam menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Industri Hijau dan menerbitkan Sertifikat Industri Hijau, LSIH BBSPJIKB mengacu pada Standar Industri Hijau (SIH).
“SIH adalah standar industri yang terkait dengan efisiensi bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen perusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang ditetapkan dan disusun secara konsensus oleh semua pihak terkait yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau,” papar Wisnu.
Dalam rangka mendorong penerapan konsep produksi bersih di industri batik nasional, BBSPJIKB Yogyakarta telah mejalin kerja sama dengan berbagai pihak seperti UNIDO (tahun 2020) dalam program Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) untuk lima sentra batik yang mewakili masing-masing kabupaten kota di Yogyakarta.
Sebelumnya, BBSPJIKB Yogyakarta telah menjalin kemitraan dengan GTZ – Uni-Eropa (2008-2011) dalam program Clean Batik Initiative yang menjalankan program produksi bersih untuk sentra batik di Indonesia. Misalnya di wilayah Solo, Sragen, Pekalongan, Cirebon, dan Banyumas. “Kami juga bekerjasama dengan Asosiasi Batik Jawatimur (APBJ) untuk mewujudkan batik ramah lingkungan,” tutur Wisnu.
Bahkan, BBSPJIKB Yogyakarta mendorong pelaku industri batik untuk menerapkan konsep reuse, recycle, dan recovery (3R). Misalnya penggunaan malam bekas untuk didaur ulang sehingga menciptakan nilai efisiensi. Malam yang dimaksud adalah lilin khusus membatik.
“Penggunaan zat warna dapat didaur ulang kembali, jadi pemakaian zat warna tidak sekali pakai langsung dibuang ke lingkungan, tetapi dipakai berulang-ulang baru dinyatakan sebagai limbah dan diolah dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),” jelas Wisnu.
Salah satu industri batik nasional yang telah mendapatkan Sertifikat Industri Hijau adalah Paradise Batik, yang berlokasi di Bantul, Yogyakarta. Produsen batik ini meraih penganugerahan Sertifikat Industri Hijau pada tahun 2021 (SIH 13134:2019), yang juga menjadi sektor IKM pertama di Indonesia yang meraih penghargaan tersebut.
Perusahaan telah menerapkan prinsip 3R mulai dari proses produksi sampai produk diterima oleh konsumen. Misalnya, penggunaan kompor batik listrik dan juga kompor batik berbahan bakar LPG untuk membatik, mengganti lampu TL (neon) menjadi lampu LED, sehingga terjadi efisiensi pemakaian energi.
Selain itu, perusahaan telah memiliki IPAL mandiri, limbah berupa kain sisa dimanfaatkan kembali menjadi produk bernilai tambah (sustainable product) dengan tujuan zero waste, pengolahan kembali lilin malam dengan nilai recycle sebanyak 95%, serta penerapan kualitas kontrol di setiap proses produksi yang bertujuan unyuk meminimalkan produk rusak sehingga efisiensi hasil produksi mencapai 95%.
Dalam upaya penerapan industri hijau, Paradise Batik merasakan beberapa manfaatnya, antara lain efisiensi bahan baku, energi dan air sehingga ada penghematan dibandingkan sebelum penerapan Industri hijau. Selain itu, efisiensi proses produksi yang sesuai SOP dan instruksi kerja sehingga mengurangi waktu tunggu produk, meminimalisir limbah dan emisi yang dihasilkan, serta peningkatan daya saing produk.IK