Gemabisnis.com, JAKARTA – Indonesia menghadapi ujian atas ambisinya menjadi pemain global sementara Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mendiskusikan kemungkinan mengusir Rusia dari forum kelompok negara-negara ekonomi utama dunia (G20), demikian dilaporkan portal berita Australia watoday.com.
Moskow telah memberikan sinyalnya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin bermaksud untuk menghadiri pertemuan pucak para pemimpin dunia di Bali pada bulan November namun kehadirannya di event yang dituanrumahi Indonesia itu memiliki potensi untuk memicu pemboikotan oleh negara-negara lainnya.
Dorongan untuk mengeluarkan Rusia dari G20 datang ketika mantan Menteri Luar Negeri Indonesia mendesak Jakarta yang secara tradisional bersikap netral untuk mengambil langkah lebih keras terhadap Putin menyusul invasinya ke Ukraina.
Sementara Indonesia mendukung resolusi Sidang Umum PBB yang mengecam invasi tersebut, Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri dalam pemerintahan menghindar dari mengkritik secara langsung kepada Rusia atas agresinya serta menyerukan dialog dan negosiasi dari pada menerapkan sanksi.
“Apa yang dibutuhkan sekarang adalah suara dunia ketiga,” kata Marty Natalegawa, menteri luar negeri di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kepada Sydney Morning Herald dan The Age.
“Kita harus menggunakan kemerdekaan kita untuk mengatakan bahwa kita tidak dapat menerima penggunaan kekerasan, aksi Rusia itu tidak bisa diterima. Kita harus mulai sekarang. Tahun ini merupakan ujian bagi kepemimpinan Indonesia,” tuturnya.
Indonesia menghadapi tekanan dari Rusia untuk tidak memasukan perang di Ukraina dari agenda pertemuan G20 dan menghadapi kemungkinan pemboikotan dari negara-negara Barat. Indonesia kini berada di bawah sorotan dunia apakah akan mengundang pemerintah Rusia dalam pertemuan puncak dan forum-forum setingkat menteri yang menyertainya.
Dutabesar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Jakarta Rabu (23/3) bahwa Putin berencana menghadiri pertemuan para pemimpin dunia itu di Bali dan berargumentasi bahwa menyisipkan isu politik sensitif ke dalam agenda akan kontraproduktif.
Dia mengatakan reaksi negara-negara Barat sama sekali tidak proporsional dan banyak organisasi yang sama sekali bukan anggota G20 mencoba mengeluarkan Rusia dari kelompok tersebut.
Dia juga mengatakan bahwa Rusia sudah diundang. “Kami sangat mengapresiasi posisi pemerintah Indonesia yang telah mengadopsi kepresidenan G20 untuk tahun ini. Tentu saja G20 bukanlah forum untuk mendiskusikan atau mencari jalan keluar dari krisis semacam ini. Sebetulnya, ini adalah forum untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan memecahkan persoalan-persoalan ekonomi,” kata Lyudmila.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menekankan minggu lalu bahwa G20 selalu menjadi sebuah forum untuk mendiskusikan isu-isu perekonomian global seraya menunjukkan bahwa arena seperti SIdang Umum PBB sebagai platform debat bagi persoalan seperti perang di Eropa.
Dampak ikutan dari krisis Ukraina seperti kelangkaan pangan dan meningkatnya harga energi akan masuk menjadi kategori persoalan ekonomi global, namun Natalegawa mengatakan “akan terjadi kebungkaman dalam ketulian jika para pemimpin datang ke Bali untuk pertemuan G20 dan mendiskusikan berbagai persoalan di bawah terik matahari kecuali isu-isu yang saat ini ada di hadapan kita.”
“G20 pada tataran kepemimpinan merupakan salah satu dari sedikit proses dimana semua negara-negara utama duduk bersama-sama,” kata dia.
“Ada Rusia, ada AS, ada China, ada negara-negara Eropa dan oleh karena itu forum ini menjadi cara untuk menemukan sebuah resolusi bagi konflik yang sedang terjadi melalui cara-cara multilateral, ini teramat penting bagi G20 untuk membahas isu tersebut,” tutur Natalegawa.
Surat kabar Kompas melaporkan sejumlah negara telah meminta Indonesia untuk tidak mengundang Rusia ke pertemuan pertama G20 sejak terjadinya invasi, sebuah pertemuan antar menteri-menteri keuangan dan gubernur bank sentral di Washington bulan depan.
“Kami harapkan semua akan hadir. Jika Rusia hadir semua diharapkan hadir juga,” kata Edi Prio Pambudi, deputi menteri koordinator untuk kerjasama ekonomi internasional.
Mahadi Sugiono, dosen hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan Indonesia terperangkap antara batuan dan tempat yang keras. “AS dan negara-negara Barat tidak ingin Rusia hadir dalam pertemuan G20 dan Indonesia sebagai ketua G20 berada dalam posisi yang sulit. Saya secara pribadi berpendapat bahwa Rusia harus diundang. Jika kita tidak mengundang Rusia maka berarti semangat G20 telah mati,” jelasnya.
Saat ditanya apakah Presiden AS Joe Biden akan berupaya untuk mendorong Rusia keluar dari G20 ketika dia bertemu dengan sekutu-sekutunya di Brussels minggu ini, penasehat keamanan nasional Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih: “Kami yakin bahwa Rusia tidak bisa lagi melakukan bisnisnya seperti biasa dalam lembaga internasional dan komunitas internasional.”
Namun demikian, adalah sesuatu yang tidak mungkin kalau negara-negara anggota G20 seperti India, Brazil, Afrika Selatan dan China serta Indonesia setuju untuk mengeluarkan Rusia dari kelompok tersebut. (YS)