Gemabisnis.com, JAKARTA – Volume ekspor karet alam dari Sumatera Utara (Sumut) mengalami peningkatan signifikan pada bulan Maret 2025, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan terkait pasokan dan permintaan global. Total volume ekspor untuk bulan Maret 2025 tercatat mencapai 21,666 ton, yang menunjukkan kenaikan 4,5% dibandingkan dengan bulan Februari 2025 yang tercatat 20,737 ton. Namun, angka ini masih jauh dari kondisi normal yang dapat mencapai sekitar 42.000 ton per bulan.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Sumut, Edy Irwansyah mengatakan jika volume ekspor karet alam Sumut Maret 2025 dibandingkan dengan Maret 2024 yang tercatat sebesar 17,517 ton, terjadi peningkatan yang signifikan, dengan pertumbuhan tahunan (YoY) sebesar 23,8%. Meskipun demikian, volume ekspor yang tercatat pada Maret 2025 masih berada di bawah harapan, dan pasar karet global masih tertekan oleh beberapa faktor eksternal.
Menurut Edy, salah satu faktor utama yang menghambat kenaikan volume ekspor adalah melemahnya permintaan dari China, yang selama ini merupakan konsumen utama karet alam. Permintaan yang menurun dari negara tersebut memberikan dampak signifikan terhadap pasar global, termasuk karet alam Sumut. Selain itu, meskipun telah memasuki musim kemarau, kebun karet rakyat di Sumut juga menghadapi kendala cuaca yang tidak menentu, dengan hujan yang masih terjadi, sehingga mengurangi hasil produksi. Banyak petani karet yang kesulitan untuk menyadap karena kondisi kebun yang kurang mendukung.
Edy mengatakan ekspor karet alam Sumut pada bulan Maret 2025 juga menunjukkan perkembangan di pasar Eropa, dengan kontribusi negara-negara Eropa mencapai 12,73% dari total ekspor bulan tersebut. Negara tujuan ekspor utama di Eropa meliputi Jerman (2,98%), Spanyol (2,70%), Italia (1,95%), Luksemburg (1,86%), Rumania (0,93%), Prancis (0,84%), Polandia (0,37%), Bulgaria (0,37%), Belgia (0,24%), Inggris (0,21%), Belanda (0,19%), dan Finlandia (0,09%).
Selain Eropa, lanjut Edy, lima negara tujuan ekspor utama lainnya untuk karet alam Sumut adalah Jepang (27,32%), Amerika Serikat (15,17%), Brasil (10,33%), China (8,47%), dan India (5,32%). Meskipun ada penurunan permintaan dari China, negara-negara lain tetap menjadi pasar yang penting bagi karet alam Sumut.
Di sisi lain, tambah Edy, harga karet alam pada bulan Maret 2025 sedikit menurun dibandingkan dengan bulan Februari 2025, kecenderungan menurun terus terlihat pada bulan April. Harga rata-rata SICOM-TSR20 pada Maret 2025 tercatat US$198,21 sen/kg, sedangkan harga penutupan pada 23 April 2025 tercatat lebih rendah, yaitu US$168,8 sen/kg. Penurunan harga ini disebabkan oleh dampak dari kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintahan AS, yang dikenal dengan tarif dagang Donald Trump, yang berpengaruh pada pasar karet global.
Edy mengatakan meskipun tantangan terus berlanjut, pasar karet global masih menunjukkan potensi. Seiring dengan implementasi EUDR (European Union Deforestation Regulation), yang akan mulai berlaku pada 30 Desember 2025, karet alam yang diproduksi dengan metode yang ramah lingkungan dan berkelanjutan akan semakin mendapat perhatian. Hal ini membuka peluang baru bagi produsen karet alam di Sumatera Utara untuk mendapatkan selisih harga yang lebih tinggi dari karet yang memenuhi spesifikasi non-EUDR.
Menurut Edy, tantangan terbesar di pasar karet alam global saat ini adalah terutama terkait dengan permintaan dari China dan masalah pasokan akibat cuaca yang tidak menentu. Produsen karet alam di Sumut perlu terus beradaptasi dengan perkembangan pasar global dan menyesuaikan produksi agar tetap kompetitif, terutama di pasar Eropa yang semakin memperketat standar lingkungan dengan implementasi EUDR. (YS)