GEMA BISNIS, Jakarta, – Praktisi dan akademisi Ika Sastrosoebroto dan Susilowati Natakoesoemah berkolaborasi menghasilkan buku bertajuk ”A Comprehensive Guide to Crafting Effective Public Relations Campaign: 8 Steps as Public Relations Planner,” yang berisi best practices di bidang public relations. Buku ini dirancang bagi siapapun yang ingin memahami dunia public relations yang terus berkembang, baik di kalangan para professional maupun mereka yang baru mulai masuk ke dalam industri komunikasi.
Budi Arie Setiadi, Menkominfo RI, mengemukakan pandangannya mengenai buku ini, “A Comprehensive Guide to Crafting Effective PR Campaign” berhasil menyita perhatian saya karena secara jelas menunjukkan persepsi sebagai esensi komunikasi. Persepsi tersebut berkembang dari central of issues yang secara detail memadukan berbagai unsur mulai dari taktik, kekuatan story telling, kolaborasi, seni membentuk citra yang efektif, serta berakhir dengan pengukuran umpan balik dari seluruh unsur tersebut. Komunikasi juga bukan hanya tentang arus informasi saja, tetapi juga mengenai cara menjembatani kesenjangan di antara individu, ide-ide, dan berbagai kemungkinan yang ada,” papar Menkominfo.
”Buku ini disajikan secara menarik dengan gaya bahasanya yang lugas dan mudah dipahami. Ika Sastrosoebroto dan Susilowati Natakoesoemah yang telah berkarya lebih dari 25 tahun sebagai praktisi dan akademisi di bidang public relations, menuangkan karyanya seperti saat mereka sedang bercerita.
Susi, panggilan akrab Susilowati Natakoesoemah, mengatakan “Buku ini dibuat dengan harapan memberi manfaat lebih bagi pembaca, baik PR profesional, praktisi humas, praktisi media, anak sekolah dan mahasiswa, dan kalangan umum.”
Unsur-unsur ilmiah industri public relations di buku ini disajikan berdasar studi literatur yang kuat. Jadi pembaca, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi, yang senior sampai anak muda gen Z yang baru terjun di dunia PR, termasuk pembaca umum dan kalangan mahasiswa, bakal mudah memahaminya.
Dalam buku ini Susi memaparkan kerangka kerja baik secara praktik maupun teoretis public relations dengan cara yang sangat gamblang. Terlebih saat paradigma public relations telah mengalami transformasi seiring perkembangan pesat teknologi komunikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada pola kerja dan peran public relations.
Sementara Ika Sastrosoebroto antara lain memaparkan public relations tidak hanya dimaksudkan untuk sekadar membangun awareness, tetapi juga dapat menjangkau loyalty beyond reason. “Bukan semata investasi dalam persepsi, tetapi juga untuk membangun business outcome selanjutnya,” katanya.
Public relations juga berfungsi untuk mengilhami atau membujuk orang agar secara alami membicarakan “kita” dengan nada positif. Nada yang menghasilkan persepsi baik dan kredibilitas tinggi, juga yang dapat mengarahkan audience ke arah pembicaraan sesuai harapan “kita”.
Sebagai praktisi dan akedemisi, Ika dan Susi sama-sama mendukung kebebasan pers dan kebebasan informasi di dunia media sosial, selama keduanya menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, kebenaran, dan fakta nyata. Mereka sepakat, konten media massa dan konten media sosial, harus obyektif dan memegang teguh tanggung jawab sosial. Praktisi dan akademisi public relations pun, tulis mereka, harus turut serta menjadi bagian dalam menciptakan konten-koten di kedua media itu, dan menciptakan peradaban informasi ke arah yang jauh lebih baik, terukur dan dapat dipertangungjawabkan. (LS)