Dalam beberapa waktu terakhir ini masyarakat dihadapkan oleh langkanya beberapa bahan pangan, seperti minyak goreng. Kalaupun ada, harganya sudah melonjak. Padahal, pada beberapa komoditas pangan yang langka itu, Indonesia merupakan produsen utamanya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
PERTAMA, defisit dan surplus ekonomi pasar adalah fenomena ekonomi biasa. Jika pasokan barang di pasar cukup, maka harga barang mestinya tidak naik. Jika pasokan kurang dan permintaan barang meningkat maka harga barang boleh jadi akan naik. Jika terjadi secara wajar, no problem, tapi bila tidak wajar, maka akan menjadi problem. Wajar dalam hal ini bisa dimaknai masih ada permakluman dari para pihak. Tidak wajar bila para pihaknya tidak memberikan permakluman atas fenomena pasar yang terjadi sehingga harus dikanalisasi.
KEDUA, defisit maupun surplus pasokan dan harga tunduk pada hukum sebab akibat ketika titik keseimbangannya mengalami gangguan. Upaya menormalkan kondisi pasar, terutama jika terjadi defisit,maka penjaga pasar tidak perlu repot – repot mencari solusinya karena penjaga pasar sudah dibekali ilmu dan instrumen untuk mengatasi defisit pasokan barang yang bisa menimbulkan kenaikan harga yang tidak wajar.
Seperti penjaga bendung katulampa di Bogor, maka penjaga pasar sudah dibekali instrumen agar mampu menjalankan fungsi stabilisasi. Tindakannya biasa disebut contracyclical. Jadi, sebenarnya instrumen yang berfungsi menciptakan stabilitas pasokan dan harga barang mestinya secara mekanik sudah harus bisa dioperasikan di saat yang tepat. Catatannya adalah bahwa sistem monev dan analisis pasar harus berfungsi dengan baik untuk mendukung pengambilan keputusan untuk menormalkan keadaan.
KETIGA, kasus kelangkaan “Minyakita” di pasar sebenarnya tidak perlu terjadi jika sistem kendali pasar dengan segala instrumennya berfungsi dengan baik. Kalau dilihat faktanya, instrumen yang dipakai lebih dari satu. Misal ada instrumen pengendalian ekspor bahan baku, ada lagi instrumen DMO, kemudian ada modell deposito yang ujungnya menjadi ribet karena secara potensial bisa menimbulkan trade off.
Trade off berarti bisa mengakibatkan fungsi setiap instrumen tidak dapat maksimal karena harus melalui proses bisnis yang bisa saling mengunci. Sementara pasar sudah menanti agar pasokan dan harga “Minyakita” kembali normal.
Tindakan intervensi kebijakan seperti itu secara teknis mungkin benar tapi pada tingkat operasional bisa menimbulkan komplikasi dalam implementasinya. Public policy memberikan pelajaran bahwa tindakan pejabat publik untuk mengatasi masalah diharapkan efektif, bukan malah menimbulkan masalah baru yang tambah rumit.
KEEMPAT, kasus gangguan bekerjanya mekanisme pasar pada komoditi tertentu seperti “Minyakita” berulangkali terjadi. Lepas dari penyebabnya karena apa, maka kaidah umum yang berlaku adalah bahwa jika pasar mengalami gangguan, maka sistem memberikan solusi yaitu harus ada intervensi pemerintah untuk menormalkan gangguan yang terjadi di pasar hingga terbentuk titik keseimbangan baru pasokan dan harga. Fungsi utama intervensi adalah menciptakan stabilitas pasokan dan harga barang yang mekanisme pasarnya mengalami distorsi.
KELIMA, di dalam negeri kita mempunyai best practice yang dapat dicopy paste sebagai instrumen untuk pengendalian pasokan dan harga barang tertentu. Contoh pada sistem moneter, BI memilki mekanisme pelepasan dolar AS ke pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Contoh lain adalah dalam penjualan pertalite, pemerintah menjalankan pola KSO dengan pertamina agar bahan bakar ini bisa dijual dengan harga yang tetap terjangkau bagi para penggunanya.
Pemerintah menyediakan dana kompensasi untuk dibayarkan kepada Pertamina. Untuk menormalkan pasokan dan harga “Minyakita” melalui tindakan serupa tak sama, pemerintah mestinya dapat menormalkan pasokan dan harganya seperti pola produksi dan penjualan Pertalite,atau seperti BI melepas cadangan dolarnya untuk menstabilkan rupiah.
Dalam kasus “Minyakita” atau pada komoditi pangan lainnya, pemerintah perlu memiliki dana cadangan stabilisasi. Untuk impor, BI juga sudah punya dana cadangan untuk impor bahan pangan jika produksi dalam negeri mengalami gangguan. Semuanya itu dikemas dalam satu sistem dana kontijensi yang dapat digunakan jika diperlukan. Pelaksanaan didukung oleh sistem monev dan analisis produksi dan penjualan yang presisi dan kredibel.
Dengan cara pandang ini, maka pembentukan dana kontijensi, di luar yang sudah ada pengaturannya dalam Kebijakan moneter, perlu ada penetapannya melalui mekanisme APBN. Sistem ini tunduk pada penerapan prinsip contingent liabilities, dan pelaksanaan fungsi stabilisasi ekonomi pada sistem Keuangan Negara. Semua itu perlu dilakukan agar tidak selalu dilakukan tindakan ad hoc ketika terjadi masalah yang menganggu stabilitas perekonomian di dalam negeri. Minyakita adalah urusan kita.