PERTAMA, kita sebut saja pengelola keuangan negara kini sedang MUMET karena permintaan belanja negara secara rata-rata naik akibat naiknya harga barang dan jasa pada umumnya. Yang bikin mumet adalah membengkaknya belanja subsidi dan belanja sosial akibat dana untuk jaring pengaman sosial meningkat.
Dalam konsep walfare state, kedua jenis belanja tersebut pada dasarnya bersifat given dan tidak bisa dihapuskan dari APBN. Makin tinggi beban masyarakat kelas menengah bawah, maka meningkatnya anggaran subsidi dan bantuan sosial sulit untuk dihindarkan karena sesuai prinsip contigent liabilities, pemerintah memang harus memberikan bantuan kepada mereka agar mutu kehidupannya tidak makin memburuk.
KEDUA, pada sisi yang lain beban belanja rutin cenderung tidak bisa ditekan begitu saja, selain ada sejumlah anggaran pembangunan yang cenderung tidak bisa atau tidak mau dibatalkan karena alasan tertentu. Dilema dan trade APBN selalu hadir dalam situasi ekonomi sedang menuju pemulihan, tapi di saat yang sama ketika ekonomi yang tengah mulai pulih, dunia mengalami tekanan keras akibat inflasi global dan gangguan rantai global, sehingga APBN harus hadir menjalankan fungsi stabilisasi dan fungsi kontijensi agar kesejahteraan rakyat tidak mengalami penggerusan nilai tukar yang begitu dalam akibat inflasi dan sebab lain.
KETIGA, dilema dan trade off APBN sebaiknya harus diselesaikan secara rasional, faktual, dan bijaksana karena pada akhirnya pemerintah harus menentukan pilihan dari yang paling prioritas dari yang prioritas.
Jika tujuan kebijakan makro ekonomi disebutkan ada tiga,yaitu pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan, maka untuk situasi yang sekarang, bobot tujuan kebijakan fiskal yang instrumen utamanya adalah APBN, sebaiknya difokuskan pada upaya untuk berkontribusi pada penciptaan stabilitas dan kesejahteraan rakyat.
Tujuan yang membawa misi APBN untuk mendrive pertumbuhan ekonomi, kita lupakan dulu dan serahkan pada hukum pasar melalui peningkatan investasi swasta dengan dukungan kebijakan moneter melalui fasilitas kredit dengan tingkat suku bunga yang rasional,dimana sektor perbankan kini memiliki stok likuiditas dalam jumlah besar.
KEEMPAT, demi stabilitas dan kesejahteraan rakyat, pemerintah tidak perlu ragu untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan APBN. Kita tahu kondisi keuangan negara, meskipun konon mengalami surplus, sejatinya juga tidak baik – baik saja karena dampak eksternalitas yang membuat ekonomi dalam negeri menjadi berbiaya tinggi.
Sesuai perintah UU keuangan negara, pemerintah dituntut untuk melakukan tindakan penyelamatan ekonomi dalam satu kondisi yang tidak baik – baik saja. Fungsi penyelamatan yang sekarang kita perlukan berupa menciptakan stabilitas, dan menjaga mutu kehidupan masyarakat menengah bawah yang daya belinya turun. Ini pilihan yang harus dipilih manakala pemerintah menghadapi ruang fiskal yang sempit akibat pemerintah sendiri terlalu banyak menu belanja yang harus dibiayai APBN.
KELIMA, dalam situasi sulit, maka pilihan yang harus dilakukan adalah memangkas pagu anggaran belanja barang dan belanja modal secara across the board setinggi-tingginya sebesar 30%. Penyempitan ruang fiskal diatasi dengan melakukan kontraksi anggaran pada dua pos belanja tersebut adalah tindakan yang rasional dan bijaksana, kemudian dialihkan pada pos anggaran subsidi dan bantuan sosial karena anggaran ini memang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi stabilitasi dan kesejahteraan rakyat.
Keuangan negara kan tidak lebih hanya soal neraca, cash flow dan risiko. Hitung – hitungannya kan tidak lebih untuk menjaga agar APBN tidak bliding.Dan upaya ini bisa dilakukan dengan mengurangi beban anggaran disana-sini sehingga kebijakan APBN selalu sehat, dan kualitas belanjanya dapat terjaga dengan baik.
Jika proses kontraksi terbatas sudah bisa dilakukan, maka niat pemerintah untuk menaikkan harga BBM solar dan pertalite dapat dibatalkan paling tidak hingga akhir tahun 2022 . Dengan cara restrukturisasi dan reposisi anggaran secara rasional, faktual dan bijaksana, kemumetan pemerintah mengelola APBN agar menjadi sehat terobati, tanpa harus menambah beban utang baru.
KEENAM, keuangan rumah tangga negara maupun keuangan rumah tangga perusahaan, dan rumah tangga keluarga pada dasarnya sama, yaitu selalu akan ketemu dengan dilema dan trade off. Masalah pokoknya hanya diseputar pendapatan dan belanja. Jika surplus, kita bisa lega dan bisa tertawa, tapi bila defisit dan makin berkelanjutan defisitnya maka bawaannya suram karena mumet.
Kita kembali saja ke prinsip bahwa problem keuangan bagi setiap rumah tangga negara maupun rumah tangga perusahaan dan rumah tangga pada dasarnya sami mawon. Yaitu dikala berkecukupan, kita bisa menambah pengeluaran, tapi ketika menghadapi kesulitan, sudah barang tentu harus bisa berhemat. Begitu saja kok repot.