PERTAMA, pragmatisme dalam berkehidupan telah sampai pada satu mindset bahwa kita bekerja melakukan aktivitas ekonomi dan bisnis di bidang apapun yang penting CUAN. Kesimpulan ini boleh jadi salah karena hanya persepsi yang sangat subyektif. Namun secara pragmatis fakta itu muncul di tengah ekosistem kapitalis yang kini telah melembaga dalam tatanan ekonomi dan bisnis yang bersifat pragmatis. Terkesan risiko urusan belakang.
KEDUA, do it adalah proses, dan cuan adalah hasil. Mari kita bangun konstruksi nalarnya dengan pikiran positif bahwa mindset itu masuk akal,sepanjang cuan sebagai hasil dilakukan melalui proses yang halal dan bermartabat.ORA WATON SULOYO. Dicapai dengan memanfaatkan potensi keilmuan yang dikuasai sebagai kekayaan intelektual abadi yang dimiliki setiap individu sebagai anugerah Tuhan.
KETIGA, negara butuh CUAN, dunia usaha butuh CUAN, dan masyarakat juga perlu CUAN. Mengapa harus CUAN? Alasannya sangat sederhana, yaitu untuk mengejar status. Tentu status ingin disebut sebagai negara kaya, dunia usaha yang kaya, dan menjadi mahluk sosial ekonomi yang tajir melintir. Di luar itu, tentu mereka mempunyai obligasi moral dan etik agar bisa membayar berbagai kewajiban yang menjadi urusan dan tanggung jawabnya masing – masing, demi kemanusiaan, keadilan, dan lingkungan.
KEEMPAT, sebab itu, dapat difahami bahwa do it dan cuan adalah sebuah keniscayaan karena memupuk kekayaan yang bersifat material tidak dilarang, baik menurut norma agama maupun norma-norma yang lain. Cuan adalah likuiditas yang likuid. Ia kita perlukan agar liabilitas dapat kita bayar tepat waktu. Cuan bisa menjadi malapetaka jika diperoleh dan digunakan tidak sesuai dengan norma – norma yang dijunjung tinggi oleh negara, dunia usaha, dan masyarakat. Cuan bisa menjadi “bom bunuh diri” bagi negara, dunia usaha, dan masyarakat jika tata kelolanya buruk. Dampak buruknya yang paling ekstrim ada tiga, yaitu : 1) terjadi pengeringan likuiditas. 2) bisa membangkrutkan 3) bisa menjadi jatuh miskin.
KELIMA, dunia butuh cuan sangat besar untuk mewujudkan pemulihan ekonomi dan bisnis bersama antar negara (Recover together) . Kebutuhan paling besar adalah untuk bayar utang. Akibat pandemi covid 19,dan krisis ekonomi, utang dunia tercatat mencapai rekor tertinggi yaitu sekitar US$ 281 triliun dan ratio utangnya terhadap PDB di seluruh dunia mencapai sekitar 355% (sumber Institute of International Finance, 2021). Semua negara berusaha do it untuk kejar setoran. Do it agar bisa Cuan untuk bayar utang. Pilihannya hanya Cuan, Cuan, dan Cuan.
KEENAM, di seluruh dunia, termasuk Indonesia, utang menyebabkan beban berat bagi negara pengutang. Umumnya, beban utang tampak pada perjuangan suatu negara untuk menghindari kegagalan pengangsuran. Karena itu, setiap negara, termasuk Indonesia sangat membutuhkan status Invesment Grade dan Credit rating yang bagus untuk memberikan jaminan kepada para kreditor dan investor bahwa setiap negara, termasuk Indonesia mempunyai kemampuan bayar yang tinggi, dan risiko gagal bayar yang rendah. Dalam hubungan ini, yang penting faktor itu, bukan sekedar ratio utang terhadap PDB.
Apalah artinya sebuah RATIO jika kemampuan bayar utangnya rendah seperti yang dihadapi Srilangka. Rating itu dibuat oleh lembaga rating global yang sangat kredibel dan kompeten. Pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan do it agar bisa Cuan DO IT dan agar bisa CUAN membutuhkan dua hal, yakni 1) meningkatnya demand agregat yang basis utama adalah peningkatan konsumsi, investasi, dan ekspor.2) memerlukan ZONA DAMAI di berbagai belahan dunia.
Butir 1 bisa terjadi jika, kenaikan inflasi, suku bunga, yang mengancam pertumbuhan bisa diatasi bersama oleh semua negara. Jika tidak berhasil, maka krisis ekonomi akan menjadi ancaman baru. Butir 2 bisa diatasi jika konflik antar negara bisa melakukan gencatan senjata secara permanen. Forum G-20 diharapkan bisa membahas dua agenda penting tersebut.