Gemabisnis.com, JAKARTA
Harga CPO berjangka di Bursa Malaysia kembali naik mencapai rekor baru nyaris US$ 1.300/ton di tengah pembatasan ekspor CPO oleh pemerintah Indonesia walaupun berbagai analisa menunjukkan produksi CPO Indonesia dan Malaysia, dua produsen minyak sawit terbesar di dunia, diperkirakan akan mengalami kenaikan tahun ini.
Pada penutupan kemarin, harga CPO di lantai Bursa Malaysia naik 2,2% ke level tertinggi 5.444 ringgit/ton atau US$1.298/ton. Demikian harga CPO di bursa tersebut sudah mengalami kenaikan 10% dalam dua minggu terakhir.
Walaupun menurut survey yang dilakukan Reuters terhadap 18 analis dan perwakilan industri menyebutkan pada tahun 2022 harga rata-rata CPO akan berada di kisaran 4.000 ringgit/ton, atau 3,4% lebih rendah dari harga rata-rata tahun 2021 sebesar 4.142 ringgit/ton.
Kementerian Perdagangan Indonesia terhitung mulai tanggal 27 Januari lalu telah memutuskan untuk membatasi ekspor CPO dan Olein dengan mewajibkan eksportir untuk memasok 20% dari produk yang akan diekspornya ke pasar dalam negeri. Selain itu, Kemendag juga menetapkan harga CPO dan Olein yang dipasok ke pasar dalam negeri masing-masing dengan harga maksimum Rp 9.300/kg dan Rp 10.300/liter. Kebijakan tersebut diperkirakan akan meningkatkan tekanan terhadap produsen dan eksportir serta mengurangi volume ekspor.
Penurunan harga ditopang oleh peingkatan produksi di Malaysia dan Indonesia pada tahun 2022 yang terjadi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir. Produksi CPO Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 3,4% dari 46,89 juta ton menjadi 48,50 juta ton, sedangkan produksi Malaysia diperkirakan tumbuh 3,9% menjadi 18,8 juta ton.
Sementara itu, para ahli di Dewan Minyak Sawit Malaysia atau Malaysian Palm Oil Council (MPOC) memperkirakan pada tahun 2022 India akan mengurangi impor minyak sawit sebesar 5% menjadi 8 juta ton akibat tingginya harga CPO. Struktur bea masuk minyak nabati yang berlaku saat ini di India lebih mendukung pembelian minyak kedelai mentah karena tarif pajak yang berlaku hanya 5,5% jauh lebih rendah dibandingkan 13,75% untuk refined palm oil. (YS) –Disadur dari UkrAgroConsult–