PERTAMA, jika hilirisasi adalah sebuah keputusan politik ekonomi industri sebuah bangsa, maka dapat dicatat bahwa keputusan tersebut bersifat mengikat kepada bangsa tersebut untuk menyelenggarakan progam hilirisasi sesuai kehendak /arah politik ekonomi industri tersebut. Berarti paling tidak ada dua mesin penggerak utama yang harus dihidupkan , yaitu investasi dan industrialisasi .
Lantas siapa yang bisa menggerakkan kedua mesin utama tersebut? Jawabannya adalah investor dan industriawan,kreditor banker dan didukung oleh public policy yang tepat agar arah politik ekonomi industrinya tidak melenceng.
KEDUA, tanggung jawab para investor dan industriawan adalah mengembangkan model bisnis untuk membangun cabang – cabang produksi yang prospek bisnisnya menguntungkan. Ekspektasi mereka pada dasarnya hanya dua, yaitu balik modal dan profit ( returnable dan profitable). Tugas dan fungsi public policy, minimal ada 3 yaitu : menjamin kepastian hukum,memberi kemudahan dan melindungi kepentingan investor dan industriawan karena progam hilirisasi bersifat high risk, investasinya jangka panjang, butuh modal besar, dan teknologi modern yang ramah lingkungan.
Hilirisasi mampu menghasilkan economic outcome yang tinggi, dan akan menjadi “kerugian” jika cabang – cabang produksinya tidak dibangun. Spektrum pasarnya harus luas hingga menjangkau pasar global. Ini penting karena sebesar apapun pasar dalam negeri, umumnya tidak cukup untuk mendukung efisiensi skala produksi sektor industrinya.
Tidak semua investor asing mau tanam duit di awal. Mereka umumnya masuk jika proyek hilirisasi sudah komersial dan fondamental bisnisnya seperti profitabilitasnya mulai menunjukkan prospek yang bagus. Awal proyek kita bangun sendiri, bisa dilakukan oleh BUMN atau kerjasama antara BUMN dan swasta nasional. Pendanaan bisa di dukung oleh konsorsium bank nasional dengan suku bunga serendah mungkin.
Peran pemerintah memberikan stimulasi dan afirmasi untuk membangun proyek kedaulatan industri. Obligasi negara/SBN bisa diterbitkan untuk ikut membiayai proyek. Dananya bisa dibeli oleh BI atau perbankan nasional dan BPD. Upaya semacam itu harus dilakukan karena terlalu banyak trade off pembiayaan yang harus dihadapi. Dewasa ini, investor asing lebih cenderung memilih ambil peran melalui model kolaborasi saat tahap komersial atau ambil peran ketika dilakukan IPO atau melalui mekanisme lain
KETIGA, politik ekonomi nasional hilirisasi tunduk pada pasal 33 UUD 1945. Fakta menunjukkan bahwa progam hilirisasi nasional harus merespon tantangan politik eokonmi global yang menempatkan posisi Indonesia sebagai penyedia komoditas penting untuk dunia.
Negeri ini disebut sebagai salah satu dari 13 Pivotal State di dunia, diantaranya disebut sebagai pemilik pasar terbesar dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa yang memiliki buying power lumayan besar, serta sebagai penyedia komoditas penting untuk industri global. Arus besarnya adalah bahwa posisi Indonesia dalam rantai pasok global diframing sebagai pemasok komoditi berbasis sumber daya alam. Framing ini sengaja mengunci Indonesia agar tidak muncul sebagai negara industri maju. Hilirisasi berarti menghadapi tantangan dalam wilayah geo ekonomi maupun geo politik. Karena itu, judul tulisan ini disampaikan dengan tema yang provokatif yaitu “Hilirisasi sebagai Proyek Kedaulatan Industri” karena bangsa ini mempunyai kepentingan nasional guna membangun kemakmuran untuk sebesar- besarnya kemakmuran segenap bangsa.
KEEMPAT, tahun 2030 belanja konsumsi kelas menengah Indonesia diramalkan bisa mencapai US$ 2,5 triliun (nomor 4 di dunia). Data ini menjadi referensi bagi bisnis global untuk doing business di Indonesia. Bisnis global tidak mikir soal nilai tambah domestik, dan distribusinya. Karena itu, urusan nilai tambah domestik dan distribusinya adalah urusan kita. Nilai tambah adalah inti pembangunan kemakmuran. Dengan demikian, hilirisasi menjadi bagian penting dari pembangunan kemakmuran bangsa Indonesia yang harus diatur dalam kerangka regulasi yang tepat agar tujuan itu tercapai.
KELIMA, ketika hilirisasi ditempatkan sebagai strategi pedalaman nilai tambah komoditas, dan menjadi bagian esensial dari pembangunan kemakmuran, maka progam hilirisasi pada dasarnya adalah bagian esensial dari paradigma lokalisasi untuk mencapai sebuah tujuan besar industrialisasi yang mengemban dua misi, yakni : 1) untuk mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi bagi rakyat Indonesia agar mereka memilki kemampuan untuk menabung dan berinvestasi. 2) mengembang misi lain yang lebih strategis yaitu kontribusi Indonesia dalam global value chain makin meningkat dengan spektrum pasar yang luas pada cakupan produk dan jasa industri.
Hilirisasi harus dimulai dengan menggunakan Local Currency, dan secara potensial harus bisa dimulai dengan mencetak uang yang underlyingnya adalah proyek hilirisasi yang dibangun. Kedaulatan dan kemandirian industri harus dimulai dengan konsep DDI ( Domestic Direct Invesment) , dan tidak lagi harus sepenuhnya mengandalkan FDI.
Platform bisnis FDI adalah merebut pasar dalam negeri. Fabrikasi dikerjakan hanya sekedar memenuhi syarat administrasi pendirian pabrik. Mereka datang membawa valas, material yang diperlukan untuk mendukung perakitan, teknologi, bahkan tenaga kerja. FDI kemudian mengendors ATPM untuk mengurus bisnismya di Indonesia. Nilai tambah sebagian besar mereka bawa pulang ke negara asalnya atau ke perusahaan induknya.