Gemabisnis.com, JAKARTA – Kebijakan tarif bea masuk (BM) pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang baru-baru ini diumumkan Presiden Donald Trump diyakini akan berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor komoditas karet alam Sumatera Utara (Sumut) mengingat AS merupakan negara tujuan ekspor karet alam terbesar kedua dari provinsi tersebut.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Sumut Edy Irwansyah mengatakan kebijakan tarif dagang AS terhadap produk karet remah (HS 4001.22.20) berdampak signifikan pada ekspor karet alam Sumut, terutama karena Amerika Serikat merupakan tujuan ekspor terbesar kedua setelah Jepang pada tahun 2024.
Menurut Edy, lima negara sebagai tujuan ekspor karet alam terbesar dari Sumut selama tahun 2024 adalah Jepang di posisi pertama dengan pangsa ekspor 29,66%, Amerika Serikat (AS) dengan pangsa 20,11%, India dengan pangsa 6,62%, Tiongkok 6,60% dan Brasil 5,03%.
Edy menegaskan dengan pangsa ekspor ke AS mencapai 20,11%, kebijakan tarif AS dapat mengancam penurunan volume ekspor dan mempengaruhi industri karet di Sumatera Utara secara signifikan.
Menurut Edy, dampak negatif (merugikan) dari penerapan tarif AS terhadap ekspor karet Sumut diantaranya berupa penurunan volume ekspor ke AS karena penerapan tarif impor oleh AS itu akan menyebabkan harga karet Sumut menjadi lebih mahal di pasar Amerika dibandingkan produk dari negara penghasil karet dengan tarif resiprokal yang lebih rendah. Akibatnya, importir AS akan cenderung mencari pemasok alternatif (dari negara lain) dan menurunkan volume impornya dari Sumut.
Penerapan tarif impor AS juga akan menimbulkan ketidakpastian pasar dan perencanaan bisnis akibat kebijakan tarif yang berubah-ubah sehingga menciptakan ketidakpastian bagi eksportir karet Sumut dan sulit membuat strategi ekspor jangka panjang. Selain itu, fluktuasi harga dan permintaan akibat penerapan tarif impor di AS juga membuat pelaku usaha lebih rentan terhadap kerugian dan penurunan pendapatan.
Kebijakan tarif AS juga akan berdampak terhadap petani dan industri karet Sumut sebagai salah satu provinsi produsen karet terbesar di Indonesia berupa penurunan permintaan dari AS. Jika ekspor ke AS berkurang, harga karet di tingkat petani bisa turun, yang berarti kesejahteraan petani dan industri pengolahan karet akan menurun.
Lebih jauh lagi, lanjut Edy, penerapan tarif AS akan menimbulkan gangguan rantai pasokan dan biaya produksi. Perubahan rantai pasokan akibat perang dagang AS-Tiongkok dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi, karena harga bahan baku dan logistik meningkat. Selain itu, akan terjadi persaingan yang lebih ketat akibat adanya surplus produksi dari negara lain yang mencari pasar alternatif.
Dampak lainnya yang sangat mungkin terjadi adalah pengaruh nilai tukar Rupiah. Jika rupiah melemah terhadap dolar AS, biaya produksi dalam negeri meningkat. Sebaliknya, jika rupiah menguat, harga ekspor menjadi lebih mahal, mengurangi daya saing karet Sumut di pasar global.
Edy mengatakan meskipun terdapat kemungkinan dampak negatif yang lebih dominan, namun tetap ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan dengan melakukan diversifikasi pasar, peningkatan daya saing dan inovasi, serta memanfaatkan pergeseran rantai pasok global.
Dengan adanya tekanan di pasar AS, eksportir karet Sumatera Utara dapat memperkuat pasar ekspor lain, seperti Jepang (29,66%) yang saat ini menjadi tujuan ekspor terbesar, India (6,62%) dan Tiongkok (6,60%) yang juga merupakan pasar potensial, serta Brasil (5,03%) yang bisa diperluas dengan kerja sama dagang lebih lanjut.
Peningkatan daya saing dan inovasi perlu dilakukan agar produk karet Sumut tetap kompetitif, karena itu industri karet Sumut harus mempertahankan kualitas produk sesuai standar internasional, melakukan efisiensi produksi agar tetap kompetitif meskipun menghadapi hambatan tarif dan mempertahankan keberlanjutan industri karet agar lebih menarik bagi pasar global.
Jika perang dagang menyebabkan perubahan rantai pasokan, Sumut bisa mengambil peran sebagai pemasok alternatif di pasar baru. Dengan strategi yang tepat, Sumut dapat mengisi celah pasar yang ditinggalkan oleh negara lain akibat kebijakan perdagangan AS.
Untuk membantu pelaku usaha industri karet Sumut, tambah Edy, pemerintah dapat menyediakan insentif ekspor dan melakukan perjanjian dagang dengan negara lain. Sementara itu, pelaku industri karet Sumut juga perlu memperkuat ekspor ke pasar lain seperti Jepang, India, Tiongkok, dan Brasil dengan tetap meningkatkan kualitas dan keberlanjutan produksi agar tetap kompetitif secara global. Dengan strategi tersebut, Sumut dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu eksportir utama karet dunia meskipun menghadapi hambatan tarif dari AS. (YS)