PERTAMA, jawaban atas pertanyaan tersebut sangat mudah, bahwa produk dan jasa dari negara manapun, termasuk dari Indonesia akan berlabuh di pasar. Global space pada dasarnya pasar tempat berlabuh. Di situ proses make money akan berlangsung. Beragam harga ditawarkan dari sekedar FOB hingga C&F dan CIF dari banyak negara di dunia. Di luar itu, ada harga spot,dan ada pula harga forward. Kita bisa temukan pula di pasar harga yang wajar hingga harga yang tidak wajar tumpah ruah.
Situasi ini telah membuat produsen dan pemasok global berjibaku berebut lapak di pasar dunia yang tidak selamanya bersahabat. Menuju tempat berlabuh tidak gratis karena di luar strukktur biaya produksi, masih ada biaya-biaya lain yang harus dibayar, misal biaya lingkungan. Biaya adalah pengorbanan. Pendapatan adalah harapan.
KEDUA, prediksi IMF, ekonomi global hanya akan tumbuh 2,7% di tahun 2023. Lokomotif ekonomi global, yaitu Amerika Serikat (AS), China, dan Uni Eropa (UE) tahun ini diprediksi menjadi lokomotif yang tak mampu menarik gerbong karena mesinnya ngadat. Gerbong tanpa loko sudah pasti tidak akan bisa bergerak.
Terus bagaimana jika kondisinya seperti itu?. Dapat dipastikan akan terjadi resesi global seperti sudah terlalu banyak dibahas. Siapa duluan resesi, tergantung daya tahan ekonominya. Melambat saja sudah menjadi masalah, apalagi resesi.
Efek dari kinerja ekonomi yang buruk adalah stok barang menumpuk. Produksi nggak mungkin dipacu. Akibatnya bisa terjadi PHK, pinjaman tidak bisa dilunasi saat jatuh tempo, sehingga bisa terjadi kredit macet. Perusahaan tak sanggup bayar pajak dan malah cenderung meminta kompensasi kerugian , yang dalam UU PPh bisa diberikan untuk jangka waktu 5 tahun. Akibatnya kontraksi APBN harus dilakukan agar APBN tidak jebol.
KETIGA, hal umum yang dapat dicatat adalah pengeluaran untuk konsumsi akan turun. Belanja investasi fisik tidak semua dapat direalisasikan karena banyak yang memilih wait and see. Pengeluaran pemerintah harusnya bisa dihemat, meskipun pemerintah mengumumkan bahwa penerimaan pajak mencapai Rp 1.716 triliun melebihi target pada tahun 2022. Kegiatan ekspor – impor akan menurun pertumbuhannya akibat permintaan agregat tidak optimal tumbuh.
Dari sisi suplai jelas produksi barang dan jasa terdampak karena ekonomi pasar mengalami demam tinggi. Pada kondisi seperti ini yang umum terjadi adalah permintaan likuiditas justru naik karena cash flow mengalami gangguan akibat cas-in nya bumpet sehingga baik pemerintah maupun dunia usaha harus meminjam dana talangan, atau dana kontijensi agar bisa bertahan hidup. Kini terjadi suatu kondisi yang tidak biasa, yaitu pertumbuhan ekonomi global rendah, tapi terjadi inflasi. Ini fenomena ekonomi yang rada aneh . Padahal dunia sedang mendaki melakukan pemulihan ekonomi, yang sebenarnya butuh inflasi rendah dan suku bunga rendah. Tapi. faktanya yang terjadi sebaliknya Opo tumon😁😁.
KEEMPAT, PDB global sekitar US$ 100 triliun. Dari sisi pengeluaran,PDB sebesar itu dibelanjakan dalam bentuk konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan yang ditransaksikan dalam kegiatan ekspor-impor. Angka itu pada dasarnya dapat dianggap sebagai buying power dunia yang ada di pasar global, dan diperebutkan oleh produsen barang dan jasa sedunia. Tapi soal perputaran uang jangan ditanya. Konon uang yang berputar sedunia jauh lebih besar dari angka PDB global. Belum lagi selama masa pandemi COVID 19,dunia memikul beban utang senilai US$ 281 triliun. yang menurut IIF nisbahnya terhadap PDB global sekitar 355%.
Di mata the fed, inflasi boleh jadi terjadi karena uang beredar di dunia terlalu besar khususnya US$. sehingga lembaga ini menaikkan suku bunga acuan berkali – kali guna menjaga stabilitas nilai tukar dolar AS terhadap mata uang kuat lainnya di dunia.
Kita tahu bisnis terbesar AS adalah US$. 70% transaksi global menggunakan US$. Begitu pula sebagian besar cadangan devisa disimpan dalam mata uang yang sama.Memang ada faktor inflasi terjadi akibat kenaikan harga barang dan jasa, utamanya bahan pangan dan energi akibat perang antara Rueia dan Ukraina. Rantai pasok terganggu sehingga harganya naik. Kenaikan ini nempel pada harga FOB, C&F atau CIF.. Bahkan di pasar. juga terjadi kenaikan harga spot dan forward bahan pangan dan energi.
Karena itu, sejatinya inflasi global terjadi karena dua hal, yakni the fed mengamankan peredaran dolarnya di dunia agar nilai tukarnya terjaga, dan adanya kenaikan harga bahan pangan dan energi akibat perang Rusia dan Ukraina serta konflik geopolitik di beberapa kawasan.
KELIMA, pasar dunia menjadi kumuh sehingga mekanisme pasar mengalami gangguan dan hambatan. Lebih dari itu juga menghadapi tantangan dan ancaman yang tidak ringan. Tindakan pengamanan dan penyelamatan perekonomian harus dilakukan. Bahkan tindakan ini harus dilakukan dengan bekerjasama antar negara, seperti melalui forum G-20 maupun forum lain di kawasan.
Resesi menjadi ancaman yang kapan datang dan perginya sulit diprediksi. Berbagai situasi buruk yang menjadi mimpi buruk bisa menjadi kenyataan jika dunia gagal mengurus dirinya sendiri maupun bersama-sama. Hal yang buruk itu antara lain adalah adanya potensi sebuah negara bisa jatuh miskin , nilai tukar mata uang sebuah negara bisa jatuh, menghancurkan nilai properti, sektor manufaktur bisa lumpuh, dan dapat mengeringkan likuiditas sebuah negara ( Andrew Hitchcock).
Terkait dengan itu semua, pasar harus menjadi zona damai dan zona makmur. Institusi pasar barang, pasar uang dan modal, serta pasar tenaga kerja harus terjaga agar pertumbuhan dan stabilitas ekonomi tidak bolak balik ngadat, serta kesejahteraan tergerus karena pertumbuhan dan stabilisasi ekonomi sering mengalami hambatan dan gangguan. Inilah mengapa tugas otoritas makro ekonomi sangat berat bebannya sebagai penjaga pasar.
Di dalam negeri tidak ada narasi yang paling bijaksana untuk kita dengar, kecuali kita harus menjaga daya tahan perekonomian nasional. Bolehkah bertindak protektif?. Sampai batas tertentu mestinya tidak ada yang bisa melarang untuk pengamanan dan penyelamatan perekonomian nasional.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi 5% tahun 2023 harus bisa dinikmati untuk sebesar-besarnya perbaikan kesejahteraan rakyat sebagai yang utama agar daya beli masyarakat tidak makin menipis. Impor barang dan jasa yang tidak penting sebaiknya dikendalikan untuk mengamankan neraca dagang/neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran,. Proyek-proyek pembangunan yang ber-impor konten tinggi sebaiknya dibatasi atau ditunda untuk menghemat penggunaan cadangan devisa.