Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terus menaikkan suku bunga acuan. Terakhir, pada akhir September 2022 The Fed menaikkan Fed Fund Rate sebesar 75 basis poin (bps) atau 0,75 % menjadi 3,0-3,25 %. Kenaikan Fed Fund Rate ini merupakan kenaikan kelima kalinya selama tahun 2022.
Langkah kenaikan suku bunga ini merupakan upaya untuk menurunkan inflasi Amerika Serikat yang mendekati level tertinggi sejak awal 1980-an. Langkah The Fed yang agresif menaikkan suku bunga acuannya mengindikasikan Fed Fund Rate akan terus mendaki jauh di atas level saat ini.
Kebijakan yang diambil The Fed ini tentunya akan berdampak pada perekonomian negara lainnya. Bank sentral-bank sentral di negara lain dipastikan akan mengambil kebijakan untuk mengantisipasi kebijakan yang diterapkan The Fed. Mengapa harus begitu?
PERTAMA, begitu yakinnya The Fed bahwa menaikkan suku bunga acuan adalah obat mujarab untuk atasi inflasi dan resesi . Konon pendakian ini akan terus berlanjut, dan sejumlah ahli ekonomi di dunia memprediksi bahwa pada bulan Maret 2023 suku bunga The Fed bisa tembus 5-6% guna menurunkan inflasi ke angka 2% di AS.
Suku bunga tinggi berarti cost of fund tinggi. Cost of fund tinggi berarti ongkos produksi tinggi. Inflasi berarti menekan konsumsi, produksi dan investasi. Dengan demikian suku bunga tinggi adalah sebuah konsep ekonomi biaya tinggi yang “dihalalkan” karena dianggap sebagai obat turun panas tradisional yang mujarab.
KEDUA, karena itu, jika inflasi tak kunjung turun, maka ancaman PHK, dan kebangkrutan akan terjadi dimana – mana.Dan jika ini terjadi maka krisislah dunia. Pertanyaannya apakah betul suku bunga tinggi akan menekan laju inflasi. Jawabannya secara teoritis menaikkan suku bunga acuan menjadi amunisi untuk menekan laju inflasi . Namun secara pragmatis upaya tersebut tidak serta merta dapat mengatasi inflasi karena banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Kita percaya bahwa para pengelola kebijakan moneter dan fiskal di dunia mempunyai kemampuan mengatasi inflasi dan resesi. Bank-bank sentral di dunia di bawah koordinasi IMF kita berikan kepercayaan penuh untuk melakukan intervensi mengatasi inflasi dan ancaman resesi yang sudah ada di depan mata. Semua pihak harus berkontribusi. Pasar paling tahu apa yang terbaik.
Pemerintah dan bank sentral akan menjalankan tugasnya dengan baik apabila selalu memberikan jalan sehingga inflasi dan resesi dapat dicegah karena menggerus kesejahteraan rakyat pada umumnya. Pertanyaannya apa bisa dicegah dan dihentikan. Jawabannya bisa yes or no karena dibalik resesi ada “bisnis besar” . Paling tidak di masa pemulihan, bisnis uang akan meledak karena banyak negara butuh likuiditas untuk menyehatkan perekonomian yang lumpuh.
Konon puluhan negara sudah antri meminta bailout dari IMF sebanyak 28 negara. Dari data IMF sendiri disampaikan bahwa saat ini sudah 93 negara menjadi pasien IMF dengan nilai pinjaman sebesar SDR 109, 4 miliar, setara Rp 2.143 triliun. Skema pinjamannya ada dalam bentuk pinjaman siaga likuiditas, dan alasan genting untuk penyediaan bahan pangan.
KETIGA, di masa lalu hingga sekarang, inflasi dan resesi dianggap sebagai siklus ekonomi dan bisnis biasa. Menjadi hal yang luar biasa jika mereka datang membawa bencana. Bila terjadi inflasi, suku bunga acuan harus dinaikkan.Tapi jika sampai terjadi resesi ekonomi, maka pengerahan sumber daya finansial harus dikerahkan untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan.
Bagi The Fed, dan bank sentral pada umumnya, kemampuan mengendalikan perputaran uang menjadi tugas pokoknya. Namun khusus bagi the fed juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga reputasi US$ sebagai aset save haven di pasar keuangan global karena upaya ini menjadi “ladang bisnis” lembaga tersebut .
Fenomenanya menjadi menarik ketika The Fed ikut lomba panjat tebing guna unjuk kekuatan bisa menaklukkan inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan. Pendakian terjalnya sudah pada titik 2,5% tapi inflasi tetap naik.
Dengan percaya diri sebagai pengatur peredaran US$, kelihatannya The Fed belum menyerah, dan berjanji akan tetap “gaspol” menaikkan suku bunga acuan hingga mencapai 5% atau lebih Maret tahun depan. Upaya itu akan dilakukan hingga inflasi di AS bisa turun menjadi 2%.
Bermain-main dikandang sendiri belum membuahkan hasil ,tapi akibat kebijakannya, dunia lain menjadi korban. karena bank sentral sedunia secara de facto menjadi pengikut setia the fed secara “struktural dan fungsional” sehingga ketika institusi ini mengerek suku bunga acuannya, mereka cenderung mengikuti langkah tersebut.
Satu fakta yang kita catat berarti sistem moneter dan keuangan global memiliki dua kiblat utama yaitu IMF dan The Fed. Dalam praktek, kedua lembaga ini bisa saling overlap dan “main mata” untuk saling memberi manfaat dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya.
Kata orang, ini sih Amerika banget, Wajar jika sejak kebangkitan ekonomi China,dan India muncul tuntutan perlunya tata ulang dalam pengelolaan lembaga – lembaga global seperti IMF dan World Bank yang kepemimpinannya selama ini dimonopoli AS dan Barat
KEEMPAT, jika benar suku bunga acuan naik hingga bisa menjadi 5% atau lebih di tahun depan ,maka survei mengatakan bahwa ekonomi dunia akan mengalami resesi yang penyebabnya adalah :1) inflasi gagal dikontrol dan menimbulkan stagflasi.2) gangguan rantai pasok global tetap macet 3) kompromi politik global juga buntu karena para pihaknya merasa benar sendiri. Ketiga faktor tersebut sama – sama menjadi penentu terjadinya resesi global. Ketiganya berada dalam genggaman kekuasaan kapitalisme global. Unsur-unsurnya terdiri dari pengendali kekuatan pasar, penentu kebijakan moneter dan fiskal, dan para regulator.
Empat kekuatan ini yang harusnya bisa mengelola kebijakan ekonomi global bersama-sama agar pasar dapat berfungsi dengan baik dan mampu mencegah terjadinya market failure atau market crash yang disebabkan karena mekanisme pasar tidak terkelola dengan baik.
The Fed termasuk bagian dari pengelola kebijakan moneter AS. Tapi faktanya lembaga ini juga memerankan diri sebagai “pelaku pasar”, yaitu sebagai “banker” dengan cara mengendalikan likuiditas global, dimana 70% transaksi internasional menggunakan US$. Kapan saja mau, The Fed bisa melakukan intervensi pasar di banyak negara untuk menjaga reputasi US$.
Menaikkan suku bunga acuan bagi The Fed ibarat pisau tajam bermata dua, yakni untuk mengendalikan inflasi di AS, dan menjaga stabilitas pasokan dan harga mata uang dolar AS di pasar finansial dan pasar modal di dunia.
KELIMA, jika The Fed kini sedang melakukan pendakian menaikkan suku bunga acuannya, maka lembaga itu berarti tengah menjalankan fungsi ganda, yaitu mengendalikan inflasi negaranya, dan sekaligus menjaga reeputasi dolarnya di pasar global. Upaya mengontrol inflasi AS belum berhasil, dan jika gagal menurunkan inflasi , maka negeri paman Sam tersebut akan menjadi pusat gempa resesi dunia tahun depan yang bisa berimbas mempengaruhi kinerja ekonomi global . Nilai mata uang sejumlah negara mengalami pelemahan. Muncul prediksi angka kemiskinan di sejumlah negara meningkat akibat aktivitas ekonomi menurun tajam. Likuiditas keuangan nasional dalam dolar AS mulai berkurang.
Demi mengejar kepentingan-kepentingannya sendiri, AS biasanya tak peduli dengan situasi yang dihadapi sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk negara-negara NATO sebagai sekutu utamanya. Posisi yang diambil biasanya selalu cenderung mencegah munculnya pesaing potensialnya. Percayalah bahwa apa yang menjadi perhatian the fed dalam situasi sekarang adalah merekam dengan seksama dampak positif maupun negatif dari kebijakan menaikkan suku bunga acuannya,baik yang terjadi di dalam negerinya maupun yang terjadi secara global. Jejak rekam tersebut penting agar bisnis dolarnya tidak merugi.
KEENAM, jika AS mengalami resesi,maka ekonominya pasti akan diselamatkan oleh The Fed yang akan menstimulasi aktivitas ekonomi dalam negerinya. Tindakan yang umum dilakukan adalah jika inflasi sudah turun di level 2%,suku bunga acuannya akan dibabat habis mendekati 0%. Akan diikuti dengan kebijakan quantitative easing (cetak uang) untuk menginjeksi likuiditas kesistem keuangan agar kepercayaan pelaku pasar bangkit.
Bahkan The Fed turun gunung memberikan pinjaman langsung ke sektor riil. Juga dibarengi pemberian stimulus fiskal, yang di era Trump nilainya triliunan US$. Yang terjadi sesudah itu adalah pasar keuangan mulai adem. Perlahan tapi pasti, harga saham mulai rebound Aset lain seperti obligasi, emas hingga bitcoin akan mengikuti rebound.
KETUJUH, pasar akan semakin bergairah dan sumringah. Harga harga saham mulai naik, terutama saham-saham teknologi di AS. Indeks S&P 500 biasanya langsung melejit, di saat ekonomi belum sepenuhnya pulih. Penyebaran terhadap likuiditas global tentu akan dilakukan oleh IMF dan lembaga keuangan internasional lain untuk memberikan kredit dan bailout agar aktivitas ekonomi di sejumlah negara yang terdampak resesi juga ikut kembali rebound.
Anda boleh percaya boleh tidak jika ada pendapat yang mengatakan bahwa krisis ekonomi diberbagai negara dapat “diciptakan”. Tujuannya bisa bersifat politis maupun ekonomi. Mereka bisa menjatuhkan nilai uang sebuah negara. Bisa membuat negara menjadi miskin. Menghancurkan nilai properti, membantai produksi manufaktur, serta mengeringkan keuangan nasional. Money game changer in the global market sangat tergantung bagaimana The Fed memainkan karya agungnya, yaitu menaik turunkan suku bunga acuan ;dan melakukan cetak uang (quantitative easing).
Kekuatan utamanya ini akan pudar bila transaksi antar negara sudah menggunakan mata uangnya masing – masing. Tiongkok dan Rusia tengah menggoda AS dengan permainan itu sehingga perang dagang, perang currency, dan perang militer menjadi ancaman terbuka. Keadidayaan yang dijadikan simbol keperkasaan dan dibungkus kesombongan akan menjadi senjata pemusnah massal bagi peradaban.