Gemabisnis.com, JAKARTA – Persoalan buruknya infrastruktur sering kali menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan investor untuk menanamkan investasinya. Namun hal itu tidak membuat PT Rejoso Manis Indo (RMI) urung menanamkan modalnya dalam jumlah besar di industri gula di tanah air meski di tengah berbagai keterbatasan infrastruktur.
Wakil Direktur Utama PT RMI, Syukur Iwantoro membenarkan bahwa sarana prasarana seperti jalan menjadi salah satu penunjang utama untuk peningkatan produksi industri gula.
“Terkait jumlah produksi, permasalahannya bukan di mesin, tetapi lebih karena terkendala infrastruktur jalan. Oleh karenanya, pengembangan jalan bagi industri gula ini memang perlu ditingkatkan menjadi kelas satu,” katanya seperti dikutip dalam siaran pers yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian Minggu (7/8).
Syukur menilai masalah infrastruktur jalan sangat urgen dan mendesak. Sebab hal tersebut terkait dengan mobilitas petani dan keberlangsungan pabrik untuk bisa mencapai kapasitas maksimal. “Dengan kelas jalan yang tidak memadai, yang merasa terhambat tidak hanya perusahaan, tetapi juga petani merasa dirugikan. Karena yang seharusnya satu kali angkut dengan fuso truk gandeng, harus dua sampai tiga kali angkut. Artinya, ada tambahan biaya petani,” tandasnya.
Beberapa waktu lalu, Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika meninjau PT Rejoso Manis Indo di Biltar, Jawa Timur. “Untuk mewujudkan swasembada gula nasional, kami dari pemerintah sangat mengapresiasi atas upaya yang dilakukan oleh PT RMI dalam mengembangkan industri gula nasional dengan mendirikan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu melalui kemitraan dengan petani tebu,” tuturnya.
Pada tahun 2022, PT RMI mendapat pasokan tebu dengan luasan panen seluas 15.080 ha dengan potensi produksi sebesar 93.661 ton atau meningkat cukup signikan dibandingkan tahun 2021 dengan luas areal panen seluas 13.721 ha dan produksi Gula Kristal Putih sebesar 67.677 ton.
PT RMI saat ini memiliki kapasitas giling 10.000 ton tebu per hari (TCD) dan dapat diperluas menjadi 20.000 TCD dan kapasitas produksi sebesar 1.500 ton per hari (TPD) dengan menggunakan teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi (DRK). Total investasi PT RMI sebesar Rp3,4 triliun, keberadaannya mendorong tumbuhnya berbagai lapangan pekerjaan baru lainnya yang menyerap lebih dari 40.000 orang tenaga kerja baik di tingkat on farm maupun off farm.
“PT RMI memiliki potensi untuk bisa dikembangkan lagi produksinya hingga 2,5 kali. Apalagi, nanti kalau didukung dengan infrastruktur jalan yang lebih bagus. Saat ini, per hari ada 1.200 truk, dan kalau kualitas jalan lebih baik lagi, truk bisa mengangkut dua kali lebih banyak,” ujarnya.
Syukur menambahkan, potensi lahan yang ada di Blitar masih banyak, belum lagi yang berada di daerah sekitarnya. Tahun pertama dan kedua, produksi PT RMI bisa mencapai 6.500 ton tebu/hari, dan tahun ini sudah mencapai 9.000-10.000 ton tebu/hari. “Produksi gula di Blitar menyumbang stok nasional hingga 100.000 ton. Tingginya stok ini karena lahan tebu yang ada semakin luas,” sebutnya.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen Industri Agro bersama rombongan PT RMI melakukan dialog dengan para petani tebu di Blitar. “Selain kami memantau pabrik, kami juga berdiskusi dengan para petani tebu untuk mengetahui kebutuhan dan tantangan yang dihadapi mereka saat ini, sehingga bisa dipecahkan solusinya bersama-sama untuk meningkatkan produktivitas industri gula,” ujar Putu.
Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT RMI yang telah melakukan pembinaan kepada para petani tebu dan memfasilitasi pemberian pupuk untuk meningkatkan produktivitas. “Selain itu, keberadaan PT RMI, selain menambah pendapatan daerah, secara nyata juga telah memberikan efek domino bagi kemajuan warga sekitar dan menciptakan lapangan kerja baru di Blitar, bahkan Jawa Timur umumnya,” imbuhnya. (YS)