PERTAMA, ruang fiskal pada dasarnya dapat dibedah dalam dua ruang besar, yakni ruang fiskal untuk mendukung belanja rutin, dan ruang fiskal untuk membiayai belanja pembangunan dan investasi pemerintah. Untuk keperluan belanja rutin bersifat mandatory. Sedangkan untuk belanja pembangunan dan investasi pemerintah cenderung tidak bersifat mandatory, tetapi tergantung prioritas, dan tersedia anggarannya atau tidak.
KEDUA, yang tahu ruang fiskal sempit atau longgar tentu pemerintah. Deficit spending sesungguhnya dapat dipandang sebagai pintu kelonggaran yang dibuka untuk mengatasi problem ruang fiskal yang sempit. Tapi guna menjaga keberlanjutan fiskal, defisit tersebut dibatasi oleh UU Keuangan Negara maksimal 3% terhadap PDB. Jika PDB nilainya Rp 17.500 triliun, maka defisit anggaran yang ditolerir adalah Rp 525 triliun. Pembatasan defisit dilakukan karena sumbernya berasal dari utang pemerintah, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
KETIGA, pada kondisi ruang fiskal yang sempit, maka hal ini akan mengurangi diskresi pemerintah untuk mem-finance pengeluaran – pengeluaran yang bersifat “mendesak” seperti pembiayaan infrastruktur investasi pemerintah, dan pencadangan untuk pengelolaan risiko fiskal. Isu tentang pengelolaan keuangan negara sejatinya berkisar pada persoalan manajemen keuangan negara, Pada level pemerintah, menteri keuangan hakekatnya adalah Chief Financial Officer ( CFO). Sedangkan para menteri /kepala lembaga hakekatnya adalah sebagai Chief Operational Officer (COO) atau dalam sistem keuangan negara biasa disebut sebagai Pengguna Anggaran.
KEEMPAT, CFO dan COO sangat tahu postur APBN tiap tahun. Ketika terjadi ruang fiskal yang sempit, maka mereka juga tahu apa yang prioriritas dan tidak prioritas untuk dibiayai dari APBN. Orang awam mengatakan belanja rutin menjadi hal penting untuk tetap dibiayai pengeluarannya. Sedangkan pengeluaran pembangunan dan investasi pemerintah mestinya bisa ditunda karena ada hal yang jauh lebih penting untuk dibiayai. Dalam konteks saat ini misalnya, pemerintah dipandang perlu dapat lebih fokus pada pengeluaran yang jauh lebih mendesak pada jangka pendek, yaitu menyediakan dana stabilisasi harga bahan pangan dan energi yang mengalami lonjakan yang tinggi akibat inflasi yang tidak terkendali.
Hukum besi dalam pengelolaan belanja adalah tidak lebih besar pasak daripada tiang karena sekali overstretch, keberlanjutan fiskal akan terganggu. Makin parah bila pendapatan negara tidak naik secara signifikan akibat pertumbuhan ekonomi rendah.
KELIMA, kondisi ekonomi saat ini memang menjadi tidak ideal, yaitu pemulihan ekonomi diselimuti oleh inflasi yang tinggi. Tidak ideal karena pemulihan ekonomi membutuhkan, inflasi yang rendah, suku bunga rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil untuk menstimulasi investasi. Karena itu, menjadi tidak ideal juga bagi dunia usaha yang akan memulai doing business atau ekspansi bisnis karena cost of doing business dan invesment cost menjadi mahal.
Dalam konteks APBN, maka fungsi – fungsi utama APBN yang secara ketat harus diamankan adalah fungsi alokasi dan re-alokasi, fungsi distribusi dan re-distribusi, dan fungsi stabilisasi. Menurut hemat penulis, lupakan dulu fungsi anggaran sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.
KEENAM, belajar dari para suhu yang faham betul tentang kebijakan fiskal, penulis mendapat sejumlah pelajaran, yaitu : 1) dalam kondisi ekonomi serba sulit, maka pemerintah berkewajiban untuk sementara waktu harus jadi juru selamat untuk melakukan normalisasi keadaan. 2) instrumen APBN memang harus dikorbankan untuk kepentingan tersebut, tapi tidak at all cost. 3) fungsi anggaran fokus pada pelaksanaan fungsi stabilisasi dan normalisasi, dengan demikian harus dilakukan re-alokasi dan re-distribusi anggaran agar penyelamatan ekonomi dapat berjalan efektif.
4) belanja yang tidak penting dan alokasi anggaran pembangunan infrastruktur sebaiknya dinolkan dari APBN karena pemerintah sudah memiliki Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Jangan ada double account dalam pembiayaan infrastruktur sehingga beban APBN menjadi berat.
5) ruang fiskal yang sempit memang harus divermak dengan cara seperti itu,dan hindari ambiguitas kebijakan. Dalam situasi sulit, pertumbuhan yang disumbang APBN harus ditahan agar tidak menimbulkan fiscal distress sehingga kontraksi APBN disana sini memang harus dilakukan, 6.Tujuan makro ekonomi yang utama hari ini bagi APBN adalah fokus pada peran menciptakan stabilisasi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Urusan pertumbuhan biar dipikirkan oleh BI, OJK, dan LPI. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter harus efektif dan efisien. Kemenkeu jangan bertindak sebagai ” super body” dalam mengelola kebijakan makro ekonomi karena dengan alasan apapun dana APBN sangat terbatas untuk menjadi kekuatan pendorong, apalagi menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekonomi. Sumbangan belanja pemerintah terhadap PDB belum pernah mencapai di atas 10% karena kekuatan utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor.
Sebab itu, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter menjadi penting untuk mencapai tujuan utama kebijakan makro ekonomi yaitu stabilisasi ekonomi, pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat. Kinerja dunia usaha, ekonomi rakyat, dan kualitas hidup dan daya beli masyarakat sebagian besar tergantung sifat dan kualitas kebijakan makro ekonomi yang mempengaruhi.