PERTAMA, judul tersebut adalah karakter esensial dari pasal 33 UUD 1945 ayat 1 hingga ayat 3. Implementasinya harus dijalankan sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi ( ayat 4). Inilah sesungguhnya visi pembangunan ekonomi nasional yang paling hakiki. Visi ini sangat berwawasan jauh ke depan dan kontekstual dengan situasi dan kondisi yang dihadapi bangsa ini agar berdaulat di bidang ekonomi.
KEDUA, konsep dasarnya sangat inklusif dan dikembangkan dengan satu kesadaran bahwa sumber daya alam sebagai aset harus diolah melalui usaha bersama dengan membangun cabang – cabang produksi di berbagai koridor ekonomi untuk menjawab 3 isu besar kesenjangan pembangunan ekonomi yaitu kesenjangan antar sektor , kesenjangan antar wilayah , dan kesenjangan antar kelompok pendapatan.
Politik ekonominya sangat jelas, sederhana, tapi sangat paripurna untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan demi terciptanya keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Konsep dasarnya juga memberikan satu penegasan bahwa menciptakan nilai tambah adalah keniscayaan dan distribusi nilai tambah yang berkeadilan menjadi sasaran dan targetnya yang secara makro bersifat never ending.
KETIGA, jika kita sudah memilki politik ekonomi seperti itu dan kita akui bahwa konsep dasarnya bersifat fondamental dan berwawasan jauh ke depan, maka mestinya tidak ada keraguan sedikitpun bagi segenap komponen bangsa mempersiapkan langkah-langkah yang dibutuhkan.
Dalam narasi seperti dikatakan oleh Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan,yang dibutuhkan itu adalah modal,teknologi,dan public policy. Pembangunan sebagai suatu proses transformasi memang membutuhkan 3 sarana tersebut dalam implementasinya. Modal tidak hanya bersifat finansial, tapi kita juga butuh kekuatan modal spiritual, modal intelektual, dan modal sosial.
KEEMPAT, menguasai iptek dan inovasi bukan pilihan tapi bersifat mandatory. Pembangunan cabang-cabang produksi juga tidak bersifat pilihan tapi juga menjadi keharusan karena janji pembangunan sudah diniatkan dari awal kemerdekaan yaitu untuk melakukan transformasi dan berdaulat secara ekonomi.
Public policy jelas dibutuhkan untuk mendukung tercapainya usaha bersama membangun cabang – cabang produksi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sesederhana itu proses pembangunan ekonomi nasional yang mesti kita selenggarakan bersama agar bangsa ini mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Di Asia kita belajar dari Jepang, Korsel, Taiwan, Tiongkok dan India. Politik ekonomi mereka kurang lebih sama,yaitu menjadi bangsa yang mandiri maju dan unggul. Pada dasarnya mereka sebagai sebuah bangsa membangun ekonominya, juga perlu usaha bersama, butuh modal, teknologi dan dukungan public policy yang kuat dari pemerintahnya.
KELIMA, dengan cara sederhana, kita dapat simpulkan bahwa perintah yang tersurat dan tersirat dalam pasal 33 UUD 1945 hakekatnya adalah perintah bagi seluruh bangsa untuk melakukan transformasi ekonomi. Satu fakta dapat kita catat bahwa arah politik ekonomi yang dapat kita baca sebagai politik industri seperti kita bahas di depan adalah merupakan satu respon untuk mengoreksi sejarah ekonomi Indonesia bahwa negeri ini sebagai sumber komoditas penting untuk dunia. Dan dengan jumlah penduduk besar sekitar 270 juta jiwa dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar 56% terhadap PDB per tahun adalah pasar besar.
Catatan kecil ini sesungguhnya telah memframing posisi Indonesia dalam peta geoekonomi global sebagai penyedia komoditas dan pasar bagi sektor manufaktur dunia. Ini harus kita ubah, sehingga Indonesia butuh pembangunan berkelanjutan.
Start upnya harus dilakukan dan dimulai oleh komponen bangsa di seluruh wilayah tanah air. Prinsip demokrasi ekonomi harus bergerak dan digerakkan melalui mekanisme desentralisasi ekonomi untuk menjawab 3 isu kesenjangan tersebut di atas.
KEENAM, jika kita sepakat framing itu kita ubah, maka jelas bagi Indonesia harus melakukan transformasi ekonomi yang prosesnya perlu modal, teknologi dan inovasi, serta dukungan public policy yang bersifat afirmatif. Demokrasi ekonomi membuka jalan untuk melakukan transformasi ekonomi dengan cara mengerucutkan politik ekonominya menjadi politik industri yang harus tumbuh berdasarkan pendekatan pertumbuhan geospasial, dan berpegang pada prinsip dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Konsep dasarnya secara teknokratik adalah bahwa industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan menjadi salah satu jalur yang harus dilakukan oleh hampir semua negara guna mencapai pendapatan per kapita yang tinggi.Terkait dengan ini, maka berarti bahwa cabang-cabang produksi yang dibangun harus bisa menyumbang terhadap PDB minimal 25% per tahun.
Karena itu, menjadi jelas bahwa usaha bersama membangun cabang-cabang produksi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi selaras dengan konsep dasar industrialisasi yang berlaku universal di banyak negara seperti tersebut di atas. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan melalui proses industri menjadi inti dari model pembangunan kemakmuran sebuah bangsa.
Cara pandang ini menegaskan bahwa pembangunan industri yang telah diframing dalam pasal 33 UUD 1945 sebagai politik industri tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Artinya harus dibangun dengan pendekatan by design,dan tetap kita perlukan hadirnya plan, do, action serta kepemimpinan dan manajemen pembangunan yang efektif dan berkelanjutan. Tidak ada salahnya jika kita dapat tengok kembali Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN 2015-2035) apakah perlu dievaluasi mengingat banyak isu global yang telah bergeser sejak dunia tenggelam karena pandemi COVID- 19.