Gemabisnis.com, JAKARTA – Kasus Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) pada sapi yang sudah lama tidak ditemukan di Indonesia, kini ditemukan di empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Lamongan. Tentu saja ini merupakan tamparan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia karena Indonesia selama ini sudah dinyatakan bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau OIE.
Kekhawatiran munculnya kasus PMK ini sudah disuarakan sejak beberapa tahun lalu oleh kalangan pelaku usaha peternakan, pemerhati, peneliti dan pakar penyakit hewan di tanah air menyusul kebijakan pemerintah untuk mengimpor daging sapi dari negara-negara yang belum bebas PMK seperti India, Brazil, Meksiko, Spanyol dan lain-lain.
Namun pemerintah tetap melakukan impor daging dagi negara-negara tersebut tanpa menghiraukan kekhawatiran yang disampaikan mereka. Keputusan pemerintah tersebut tentu saja dilatarbelakangi oleh kebutuhan daging yang cukup tinggi di dalam negeri sementara produksi domestik masih jauh di bawah kebutuhan yang ada. Selain itu, pada saat yang bersamaan OIE tidak lagi menganut prinsip country-based policy (kebijakan berbasis negara) dalam mengelola dan mengendalikan penyakit hewan menular seperti PMK melainkan sudah beralih ke prinsip zone-based policy (kebijakan berbasis zona/wilayah).
Sementara itu, menyikapi kejadian munculnya PMK di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Lamongan tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian melalui siaran persnya hari ini menyatakan secara aktif telah melakukan upaya pencegahan terjadinya penyebaran dan tracing penyakit ini.
Nasrullah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian di Jakarta, Sabtu (7/5/2022) menyatakan dua Laboratorium utama Kementan, yaitu Balai Besar Veteriner Wates dan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya sebagai Lab rujukan PMK sejak dari awal sudah aktif melakukan tracing kasus ini.
“Saat ini kami berkoordinasi dengan pemda Jawa Timur untuk melakukan lockdown zona wabah,” tegas Nasrullah.
Nasrullah menjelaskan pada awalnya kasus ini diketahui setelah hasil pemeriksaan PCR menunjukkan positif PMK, dan pihaknya telah melakukan rapat kordinasi bersama Gubernur Jatim dan empat Bupati wilayah kasus PMK.
Adapun langkah darurat yang disiapkan untuk penanganan kasus PMK tersebut adalah sebagai berikut:
- Penetapan wabah oleh Menteri Pertanian berdasarkan surat dari Gubernur dan rekomendasi dari otoritas veteriner nasional sesuai dgn PP no 47/2014.
- Pendataan harian jumlah populasi yg positif PMK.
- Pemusnahan ternak yg positif PMK secara terbatas.
- Penetapan lockdown zona wabah tingkat desa/kecamatan di setiap wilayah dgn radius 3-10 km dari wilayah terdampak wabah.
- Melakukan pembatasan dan pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, pasar hewan dan rumah potong hewan.
- Melakukan edukasi kepada peternak terkait SOP pengedalian dan pencegahan PMK
- Menyiapkan vaksin PMK.
- Pembentukan gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten.
- Pengawasan ketat masuknya ternak hidup di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga yang belum bebas PMK oleh Badan Karantina pertanian.
Selanjutnya Nasrullah menjelaskan sejak hari Jumat (6/5) tim pusat dan daerah sudah bekerja di lapangan. Harapannya dapat melokalisir zona penyakit dan tidak menyebar ke wilayah sentra sapi lainnya.
“Masyarakat dimohon bantuan dan kerjasamanya untuk tidak memindahkan atau memperjualbelikan sapi dari daerah wabah ke daerah yang masih bebas. Kita tangani bersama dan lokalisir wilayahnya,” tutup Nasrullah. (YS)