Gemabisnis.com, JAKARTA – Volume ekspor karet alam asal Sumatera Utara (Sumut) untuk pengapalan Agustus 2024 secara MoM (month-on-month) atau dibandingkan bulan Juli naik 16,65% menjadi 22.522 ton. Namun, dibandingkan Agustus tahun lalu, secara YoY (year-on-year), terjadi penurunan sebesar 7,78% dari 24.422 ton. Realisasi ekspor ini masih jauh dari rata-rata normal volume ekspor bulanan sekitar 42.000 ton, bahkan pada April 2011 mencapai 54.000 ton.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Cabang Sumut Edy Irwansyah mengatakan adanya kenaikan volume ekspor untuk pengapalan Agustus 2024 ini disebabkan oleh peningkatan permintaan, terutama dari India, karena rendahnya tingkat persediaan karet alam di pabrik ban di negara-negara tersebut. Selain itu, penurunan produksi dari kebun karet juga dipicu oleh banyaknya hujan di beberapa negara produsen karet, seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam.
Menurut Edy, porsi ekspor karet yang memenuhi standar EUDR untuk pengapalan Agustus sebesar 12,05% ke sembilan negara, yaitu: Prancis, Polandia, Spanyol, Rumania, Italia, Jerman, Belanda, Ceko, dan Yunani. Ekspor tersebut berupa karet remah (SIR/TSR) untuk bahan baku pembuatan ban.
Secara global, lanjut Edy, untuk pengapalan Agustus 2024, terdapat 29 negara tujuan ekspor. Adapun lima tujuan ekspor terbesar adalah: 1) Jepang 28,19%; 2) Amerika Serikat 14,95%; 3) India 7,26%; 4) Brasil 7,16%; dan 5) Kanada 6,72%.
Sementara itu, harga karet SICOM-TSR20 rata-rata bulan Agustus sebesar US$173,74 sen/kg, atau naik sebesar US$10,27 sen dari rataan bulan Juli 2024. Saat ini, harga membaik sangat signifikan. Di bursa berjangka karet Singapura, harga closing SICOM-TSR20 pada 23 September mencapai US$191,6 sen/kg, atau naik US$17,86 sen dibandingkan harga rata-rata pada bulan Agustus 2024.
Edy mengatakan saat ini kebun karet di wilayah Sumatera Utara terganggu produksinya karena sedang berada pada musim hujan. Diperkirakan pasokan bahan olah karet (BOKAR) bulan ini masih terbatas. Kondisi ini akan mempengaruhi kinerja produksi pabrik pengolahan karet karena ketersediaan bahan baku yang berkurang. (YS)