PERTAMA, industri dan bisnis butuh market share dan profit agar bisa terus menjaga reputasi dan eksistensi portofolio bisnisnya. Sekarang ini, industri hidup di tengah ketidakpastian akibat berbagai situasi yang mempengaruhi.
Ada faktor pandemi COVID- 19,ada faktor krisis, ada juga perang dan ancaman perang baru, serta ada pula faktor inflasi dan gangguan rantai pasok. Semua faktor- faktor ketidakpastian tersebut yang kemudian memunculkan ancaman, tantangan, sekaligus hambatan dan gangguan dalam aktivitas industri dan bisnis.
KEDUA, bagi manajemen jelas posisi yang harus dipilih agar perusahaan industri yang dikelolanya tetap dapat bertahap hidup dalam terpaan iklim bisnis yang sangat tidak bersahabat adalah menjaga agar market share yang selama ini telah diraih tidak diambil oleh kompetitornya. Lebih dari itu, market share yang menjadi sumber pendapatan dan profit tetap dapat dipertahankan agar cash flow perusahaan tidak mengalami hambatan dan gangguan.
Dalam situasi ketidakpastian dan secara agregat pertumbuhan demand cenderung rendah, maka hampir dapat dipastikan, manajemen perusahaan tidak akan mengambil keputusan untuk melakukan ekspansi bisnis. Situasi ini, secara makro akan berdampak terhadap pertumbuhan investasi fisik langsung sehingga yang menjadi harapan bagi pemerintah adalah angka pertumbuhan konsumsi dan ekspor menjadi sandaran terjadinya pertumbuhan ekonomi.
Pasar modal, perkembangan IHSGnya masih naik turun. Ini menjadi pertanda bahwa perusahaan emiten masih mampu menjaga fundamental bisnisnya sehingga investor maupun pelaku pasar masih aktif melakukan aksi profit taking meskipun ancaman terjadinya resesi ekonomi terus bergema di berbagai belahan dunia.
KETIGA, dalam situasi semacam itu maka tugas regulator adalah melindungi dan senantiasa mengamankan kepentingan dunia agar tetap mampu beroperasi dalam situasi sulit untuk mengamankan posisi market share dan tetap memiliki kemampuan menghasilkan pendapatan dan profit walaupun tidak mudah karena semua negara tujuan pasar tengah menghadapi kesulitan serupa sehingga praktis pemerintahnya menjalankan kebijakan yang cenderung bersifat protektif. Sebab itu, tidaklah berlebihan jika Indonesia juga dapat memilih untuk menerapkan kebijakan yang penulis sebut bukan kebijakan proteksi tapi lebih tepat disebut sebagai kebijakan pengamanan market share di dalam negeri maupun di luar negeri. Tujuannya tidak lain agar perusahaan industri tetap mampu mencetak pendapatan dan laba agar tetap mampu memenuhi kewajiban komersialnya.
KEEMPAT, tindakan seperti itu juga merupakan bagian dari strategi dan kebijakan pemerintah untuk melindungi investasi yang sudah ada baik PMDN/PMA, sektor UMKM, dan investasi portofolio yang masih aktif profit taking di bursa saham dalam negeri.
Upaya ini penting karena efektifitasnya akan berkontribusi terhadap munculnya sentimen negatif di pasar tenaga kerja, dan menjaga penurunan daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang bekerja sebagai pekerja di pabrik, dan usaha jasa. Problem paling nyata yang dihadapi dunia usaha maupun konsumen dewasa ini adalah relatif sama yaitu beban berat di ongkos karena inflasi yang membuat harga – harga barang dan jasa pada umumnya mengalami kenaikan yang cukup tajam. Situasi sekarang ini menjadi khas karena hampir semua negara mengidap penyakit yang sama, yakni ekonomi biaya tinggi dalam kadar yang berbeda – beda. Situasi ini yang kemudian direspon dengan kebijakan proteksi.
KELIMA, mestinya bukan proteksi yang dilakukan tapi lebih tepat memberikan stimulus ekonomi. Tapi pada kenyataannya, stimulus ekonomi tidak lagi serta merta dapat diberikan karena likuiditas keuangan negara hampir semua negara mengalami tekanan berat akibat beban utang global telah mencapai 355% terhadap GDP global. Nyaris tidak ada negara di dunia yang mampu menyandang status INVESMENT GRADE sehingga muncul ancaman krisis utang global hingga ancaman kebangkrutan.
Di tingkat policy pemerintah yang selalu diterapkan sebagai pilihan kebijakan tidak banyak yaitu, kebijakan stimulus ekonomi, atau melakukan kontraksi anggaran belanja pemerintah, dan pilihan terakhir adalah proteksi. Pemerintah dapat bersifat fleksibel untuk dapat memilih berbagai instrumen kebijakan yang akan dipilih.
Yang penulis catat justru kenapa WTO tak banyak bersuara ketika ekonomi global carut marut sekarang ini. Jurusnya tidak muncul, padahal masalah dunia saat ini bukan hanya di seputar masalah keuangan dan moneter saja, tapi juga telah menjadi masalah di bidang investasi industri, dan perdagangan.
KEENAM, pada akhirnya kita harus jujur mengatakan bahwa : 1) dari sisi kepentingan nasional dan sesuai amanat UU nomor 3/2014 tentang perindustrian, maka pemerintah harus fokus pada upaya pengamanan dan penyelamatan industri nasional sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya penyelamatan perekonomian nasional yang juga diatur dalam UU Keuangan Negara nomor 17/2003 pasal 24 ayat (7).
2) Pemerintah perlu fokus memberikan ruang kepada industri agar tetap mampu menjaga market share di pasar dalam negeri dan ekspor supaya pelaku industri penghasil barang dan jasa tetap mampu expected return, income and profit. Kebijakan ini jelas menjadi isu utama dari kebijakan pengamanan dan penyelamatan industri.
3) kendalikan impor barang dan jasa yang tidak penting, baik untuk kepentingan konsumsi maupun investasi maupun pembangunan.