Gemabisnis.com, JAKARTA – Pakistan yang merupakan negara terpadat ketiga di Asia dengan jumlah penduduk 235 juta jiwa terbesar kelima di dunia, setiap tahunnya mengimpor sekitar 90% dari kebutuhan minyak sawitnya dari Indonesia. Pada tahun 2023 negara tersebut mengimpor sekitar 2,7 juta ton minyak sawit dari Indonesia dari total volume impor minyak sawitnya sebesar 3 juta ton.
Abdul Rasheed Janmohammed, CEO Westbury Grup Pakistan dalam sambutan makan malamnya bersama para stakeholder sawit di sela-sela rangkaian acara Pakistan Edible Oil Conference (PEOC) pekan lalu di Karachi, Pakistan mengatakan Pakistan membutuhkan 4,5 juta ton minyak nabati setiap tahunnya, namun hanya mampu memproduksi 0,75 juta ton di dalam negeri. Selebihnya atau sekitar 3 juta ton diimpor dalam bentuk minyak kelapa sawit yang 90%-nya berasal dari Indonesia.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono Menyebutkan pada tahun 2022 total ekspor kelapa sawit dan turunannya ke Pakistan mencapai 2,78 juta ton setara dengan US$3,1 miliar. Sedangkan per Oktober 2023, ekport kelapa sawit ke Pakistan mencapai 2,24 juta ton atau US$2,1 miliar.
“Pakistan adalah pasar yang potensial dan saya yakin akan terus berkembang. Untuk itu harus diperhatikan dan dikembangkan dalam berbagai perjanjian perdangan yang saling memberikan manfaat bagi kedua negara,” tegas Eddy yang hadir dalam acara PEOC tanggal 12-13 Januari 2024 di Karachi, Pakistan.
Menurut Eddy, jika kebutuhan akan kelapa sawit tidak bisa dihindari, maka begitu pula dengan isu negatif yang kian santer digaungkan sebagai bagian dari perang dagang minyak nabati global. Kendati secara produktivitas dan keserbagunaan sawit tidak dapat diungguli oleh minyak nabati lainnya, namun isu negatif untuk menekan industri yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ini terus digencarkan, tidak terkecuali kepada warga Pakistan terutama para gerenasi muda.
Itulah yang tergambar saat mengadakan kuliah umum di Institute of Business and Admisnistration (IBA) of Karachi, Pakistan. Ketua bidang luar negeri GAPKI Fadhil Hasan pun meluruskan isu-isu yang mengemuka. Terkait isu deforetasi dan dampak ekspansi kelapa sawit terhadap orang utan menjadi sorotan utama.
Tak hanya itu, potensi pengembangan dan riset kelapa sawit di Pakistan dengan menggunakan bibit yang menghasilkan tanaman kelapa sawit yang membutuhkan lebih sedikit air juga turut dibahas dalam kesempatan tersebut. Sama halnya seperti India dan China yang telah terlebih dahulu mengembangkan kelapa sawit, wacana agar Pakistan juga mengembangkan sawit sebagai cadangan untuk memenuhi kebutuhan domestik kini juga mengemuka.
Komjen Republik Indonesia di Pakistan, June Kuncoro Hadiningrat menyatakan, Pakistan memiliki banyak potensi perdagangan dengan Indonesia dan bisa menguntungkan kedua negara.
“Saat ini ada jeruk Pakistan, mereka juga punya kurma walau kecil-kecil tapi cukup bagus untuk industri, kemudian beras yang kualitasnya baik dan juga bawang merah yang cocok untuk salad karena manis. Disisi lain hasil produk Indonesia juga dibutuhkan disini, selain kelapa sawit, juga mangga, alpukat dan lainnya. Maka pemerintah terus menggalakan kerjasama perdagangan yang serius dengan Pakistan yang memberikan keuntungan bagi kedua negara,” jelasnya.
Terkait dengan kampanye negatif, Indonesia dan Pakistan memiliki hubungan sejarah yang baik. Namun memang terkait promosi dan kampanye positif semua pihak harus bersama-sama dalam melakukan advokasi ini agar industri kelapa sawit dan umumnya seluruh produk Indonesia bisa diterima, dihargai dan memiliki product value di luar negeri.(YS)