PERTAMA, pandangan ini memberikan sebuah perspektif bahwa nilai tambah berarti bukan sekedar proses pengolahan input menjadi output. Lebih dari itu bahwa politik ekonomi nilai tambah sejatinya adalah sebuah kerja besar yang dikemas sebagai strategi pembangunan kemakmuran yang dilakukan suatu bangsa. Seiring dengan itu, nilai tambah dikatakan sebagai inti pembangunan kemakmuran.
KEDUA, jika itu perspektifnya maka kemakmuran untuk siapa?. Jawaban yang paling umum adalah bahwa nilai tambah harus mendatangkan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Seiring dengan itu, maka dapat dikatakan bahwa nilai tambah sesungguhnya bersifat universal. Konsep nilai tambah telah menjadi subyek sekaligus obyek pembangunan kemakmuran semua negara di dunia. Semua negara mempunyai hak kedaulatan yang sama untuk menciptakan kemakmuran bagi bangsa dan negaranya. Nilai tambah telah menjadi isu global, dan sudah menjelma menjadi semacam property milik komunitas global.
KETIGA, konsekuensi dari adanya paradigma itu, maka konsep nilai tambah global telah menjadi sebuah sistem yang melekat pada sistem ekonomi pasar bebas. Sistem investasi, industri, dan perdagangan menjadi bagian tak terpisahkan untuk menghasilkan nilai tambah global yang prosesnya bisa dilakukan di berbagai kawasan ekonomi yang tersebar di dunia. Sistem ekonomi pasar bebas global menuntut satu hal, yakni agar transfer dan repatriasi aset tidak dihambat. Terkait dengan ini, maka kebijakan investasi, industri dan perdagangan harus tunduk pada kaidah – kaidah globalisasi dan liberalisasi. Globalisasi telah mengakibatkan adanya integrasi atau penyatuan ekonomi antar negara di dunia. Melalui peningkatan aliran barang, jasa, modal, teknologi, dan bahkan tenaga kerja antar negara diharapkan proses peningkatan nilai tambah global dapat berlangsung bebas dari berbagai bentuk hambatan
KEEMPAT adanya kenyataan seperti itu, maka politik ekonomi nilai tambah pada skala nasional perlu penegasan bahwa : 1) nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri harus dinikmati untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. 2).politik ekonomi nilai tambah harus diterjemahkan ke dalam Kebijakan ekonomi negara. 3) politik ekonomi nilai tambah nasional dituangkan dalam pasal 33 UUD 1945. Kebijakannya dilakukan dengan cara melipatgandakan nilai tambah sumber daya alam melalui proses industrialisasi. 4) kebijakan perdagangannya berarti bahwa produk-produk yang diperdagangkan adalah produk yang bernilai tambah tinggi di pasar global maupun pasar regional, dan pasar dalam negeri. 5) pada tingkat kebijakan transaksi internasional, Indonesia harus meningkatkan kontribusinya pada global value chain pada skala yang maksimal agar tercapai skala efisiensi produksi pada sektor industrinya.
KELIMA,kemakmuran suatu bangsa sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan dan ruang lingkup sektor bisnis yang bersifat industrial. Dalam sistem ekonomi pasar,, sistem ekonomi industri bekerja untuk menghasilkan kemakmuran dengan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memberikan kontribusi besar pada global value chain. Nilai tambah ini kemudian didistribusikan dalam bentuk gaji yang lebih besar kepada para karyawan, deviden yang lebih tinggi bagi para pemegang saham, re-investasi lebih tinggi bagi perusahaan,pendapatan pajak yang lebih besar bagi negara, serta menciptakan pekerjaan bagi perusahaan-perusahaan industri terkait dan pendukung. Proses penciptaan nilai tambah sebagai inti pembangunan kemakmuran sudah menjadi sifat hakiki di setiap ekonomi industri yang harus bisa hidup dan tumbuh dalam sistem ekonomi pasar yang terkelola. Peran dari badan badan usaha industri pada skala besar, menengah, dan kecil adalah untuk mengeksploitasi kesempatan peluang dan kesempatan tersedia bagi sebuah negara untuk membangun portofolio industrinya. Dengan cara pandang ini, maka politik ekonomi nilai tambah sifat hakikinya melekat pada politik industri, yang didalamnya sudah barang tentu termasuk hilirisasi. Esensinya adalah membangun portofolio industri, baik di hulu, antara maupun di hilir.