PERTAMA, dari berbagai referensi, utamanya dari diskursus yang dapat kita ambil saripatinya, ada dua hal yang dapat kita petik karakter esensialnya,yakni : 1) sebagai instrumen kebijakan fiskal, APBN diupayakan dapat berfungsi secara optimal untuk meredam siklus bisnis atau siklus ekonomi. 2) kebijakan fiskal itu sendiri, sejatinya merupakan satu perangkat kebijakan makro ekonomi untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan, yang mencakup : 1) fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan. 2) fungsi distribusi pendapatan dan subsidi untuk meningkatkan kesejahteraan. 3) fungsi stabilisasi ekonomi makro dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi.
KEDUA, untuk meredam siklus bisnis/ekonomi, penjelasannya adalah : 1) dalam kondisi perekonomian lesu, pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal dapat memberikan stimulasi agar perekonomian tumbuh lebih tinggi. 2) pada kondisi perekonomian memanas, kebijakan fiskal harus bisa mendinginkan perekonomian melalui KONTRAKSI APBN. Dari dua situasi itu, maka berarti bahwa saat ekonomi lesu, APBN akan cenderung bersifat EKSPANSI, dan saat overheating, APBN cenderung bersifat KONTRAKSI.
KETIGA, dari diskursus tersebut, peran kebijakan fiskal yang instrumennya adalah APBN, memikul beban yang tidak ringan dalam mengelola keuangan negara, dan mengemban misi untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan.
Misi yang maha berat tersebut harus dipikul dengan satu semangat, yaitu : 1).dalam kerangka menjaga kesehatan atau keberlangsungan fiskal agar sasaran – sasaran kebijakan seperti pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan bisa dicapai.2) memastikan bahwa semua risiko fiskal dapat diidentifikasi secara terukur, dan dimitigasi dengan baik.
Dalam kerangka ini misalnya risiko kenaikan harga bahan pangan dan energi yang berpotensi meningkatkan beban defisit anggaran.Beban defisit ini biasanya akan ditutup dengan utang negara/, pemerintah. Salah satu fungsi yang juga berat harus dipikul adalah menangani kejutan eksternal yang bisa berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Kejutan eksternal ini yang diwaspadai adalah yanga berpengaruh terhadap penerimaan negara, baik langsung maupun tidak langsung.
Hal yang dicermati dari dampak ini dapat dilihat baik yang melalui jalur perdagangan internasional ( ekspor – impor), yang dapat mempengaruhi neraca perdagangan/neraca transaksi berjalan, maupun melalui jalur keuangan yang mempengaruhi aliran modal, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung di sektor riil.
KEEMPAT, itulah sekelumit diskursus makro yang sumber informasinya dapat kita gali dari textbooknya, BKF, Kementerian Keuangan atau dari referensi lain. Fungsi – fungsi semacam itu jelas menjadi TUSInya Kemenkeu.
Tapi K/L sebagai pengguna anggaran semestinya juga harus bisa memahami secara substantial tentang kebijakan fiskal sebagai perangkat kebijakan makro ekonomi untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan. K/L selain kemenkeu menurut hemat penulis merupakan pemangku kepentingan yang ikut bertanggung jawab dalam kerangka menjaga kesehatan dan keberlangsungan fiskal, serta mengidentifikasi berbagai progam dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan risiko fiskal. Hal lain yang patut difahami juga oleh K/L pengguna anggaran adalah bahwa progam dan kegiatan yang disusun tiap tahun bisa didentifikasi secara terukur mana yang terkait fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, serta mana yang terkait dengan pelaksanaan fungsi distribusi dan stabilisasi makro ekonomi dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam praktek kaidah kaidah ini diabaikan, sehingga terjadi setumpuk kegiatan yang business as usual.
KELIMA, sebegitu pentingnya peran APBN dalam perekonomian dan pembangunan, sejatinya peran itu tetap tidak tak terbatas karena terlalu banyak trade off yang dihadapi.
Catatan terakhir dari semua diskursus tersebut dapat disampaikan beberapa aspek penting yang wajib diketahui, yakni : 1) kebijakan APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal berbeda antar satu negara dengan negara lain. 2).Semua tergantung tantangan perekonomian yang dihadapi. 3) juga tergantung pada kepentingan politik pemerintah yang berkuasa. 4)Pemerintah yang berkuasa di suatu negara bisa memilih kebijakan anggaran berimbang, atau anggaran surplus maupun anggaran defisit.
Tujuan anggaran berimbang adalah menjamin terjadinya kepastian anggaran dan kedisiplinan anggaran. Tujuan anggaran anggaran defisit adalah memberikan stimulus pada perekonomian, terutama saat sedang lesu, dan pada kondisi ekonomi sedang krisis. 4) sebagai catatan terakhir kita juga mendapatkan diskursus bahwa pemerintah bisa saja menawarkan kebijakan fiskal ( baca APBN) yang konservatif, dimana defisit anggaran diperlukan. Tetapi harus tetap berada dalam rentang kendali yang efektif untuk mengendalikan risiko fiskal. Dari berbagai diskursus tersebut, maka kita menjadi melek, paling tidak bisa sedikit tahu tentang pengelolaan keuangan negara yang sebaiknya dilakukan.
KEENAM, yang kita tahu, sekitar 15 tahun lebih, pemerintah dari rezim ke rezim memilih opsi kebijakan defisit anggaran. Diskursus yang kita dapatkan adalah bahwa pada awalnya strategi untuk menutup defisit, selain bersumber dari pinjaman utang, juga berasal dari privatisasi BUMN dan penjualan aset – aset rekapitalisasi perbankan. Sejak periode kepemimpinan SBY hingga kini di era kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia hanya mengandalkan satu sumber yang dipakai untuk menutup defisit anggaran, yaitu dari utang ( meminjam dari lembaga /negara donor dan menerbitkan obligasi pemerintah. Akibatnya jelas, yaitu meningkatnya stock utang yang disebut dalam berbagai berita sudah mencapai Rp 8.000 ribu triliun lebih.
Harapannya, ke depan harus lebih baik,dan pemerintah harus mengelolanya secara lebih baik, transparan, akuntabel, efisien dan efektif serta prudent. Semoga bermanfaat dan terima kasih kepada BKF dengan berbagai penerbitan yang dibuat, kita dapat sedikit menambah tambahan ilmu tentang kebijakan fiskal yang instrumen utamanya adalah APBN.