PERTAMA, sekian bulan lamanya kita ramai dengan hiruk pikuk soal minyak goreng yang pasarnya mengalami gangguan sehingga konsumen menjerit karena barangnya langka dan harganya naik. Yang bisa kita katakan adalah bahwa pasar mengalami ketidakseimbangan. Dalam kasus minyak goreng yang terjadi adalah pasokan tersendat dan harganya naik. Penyebabnya sudah terlalu banyak dibahas. Ada faktor eksternal maupun faktor internal yang menjadi penyebabnya.
KEDUA, itu fenomena pasar yang wajar dan bisa juga disebut tidak wajar. Bisa dinilai wajar karena harga CPO sebagai bahan baku utama minyak goreng di pasar internasional naik. Menjadi tidak wajar karena kenaikan harga minyak goreng dinilai terlalu tinggi. Perdebatannya menjadi berada di sekitar biaya produksi, tingkat keuntungan dan harga eceran di tingkat konsumen.
Persoalannya, publik tidak tahu semua proses itu, dan harusnya pembuat kebijakan tahu proses pembentukan harga sampai tingkat konsumen yang dianggap wajar. Harga eceran di tingkat konsumen ini sebenarnya dapat dijadikan acuan para pembuat kebijakan dalam kapasitasnya sebagai penjaga pasar.
KETIGA, harga barang dan jasa pada umumnya dan harga bahan pangan pada khususnya di pasar bisa naik turun sesuai bekerjanya mekanisme pasar. Jika naik berarti terjadi inflasi dan bila turun berarti terjadi deflasi. Bila dua kondisi ini terjadi, maka baik ketika terjadi inflasi maupun deflasi, pemerintah sebagai penjaga pasar pasti akan bertindak untuk menciptakan stabilitas pasokan dan harga komoditas yang mengalami inflasi maupun deflasi untuk melindungi kepentingan produsen, distributor dan konsumen.
Kondisi inflasi berarti dapat dipandang ekonomi mengalami overheating dan ketika terjadi deflasi dapat dipandang bahwa kegiatan ekonomi lesu. Bila dua kondisi tersebut terjadi, maka pemerintah dapat melakukan intervensi untuk menstabilkan pasar.
KEEMPAT, begitulah tata kramanya bahwa ekonomi pasar terkelola harus ditegakkan terutama untuk tata niaga komoditas bahan pokok bagi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Ekonomi pasar terkelola membutuhkan instrumen pengaturan agar pasokan dan harga komoditas bahan pokok selalu dalam kondisi terjaga. Landasan teoritisnya memang seperti itu. Artinya bila terjadi inflasi maupun deflasi, pemerintah harus bertindak secara proporsional dan terukur untuk menormalkan keadaan. Artinya, baik kondisi inflasi maupun deflasi adalah bukan kondisi yang ideal dalam praktek perekonomian.
Peran market intelegent menjadi penting. Peran data dan informasi yang bersifat time series dan yang real time juga tak kalah penting. Semua ini akan bisa menjadi bahan untuk pengambilan keputusan yang terukur jika para analis data dan analis kebijakan mampu menyuguhkan hasil kerjanya tepat waktu sebagai dasar pengambilan keputusan. Sifat paling esensial dari produk kebijakan adalah dapat mengatasi masalah dan tidak menimbulkan masalah baru yang makin membuat publik sulit untuk mempercayai atas keputusan yang diambil.
KELIMA, mekanisme pasar yang terkelola sebagai bagian dari sistem kebijakan memang harus dihadirkan dalam sistem pengelolaan perekonomian. Kegagalan untuk menstabilkan pasokan dan harga barang dan jasa pada umumnya dan dan pasokan dan harga komoditas bahan pokok pada khususnya dapat menyebabkan kondisi pasar tambah runyam. Pun demikian jika ketidakmampuan mengontrol kenaikan harga (inflasi) atau penurunan harga (deflasi ) , maka ini menjadi pertanda bahwa sistem mekanisme pasar terkelola tidak berfungsi dengan baik.
Situasi di pasar telah terlanjur keruh, sehingga mau tidak mau ongkos untuk menstabilkan pasar yang terdistorsi dan terdisrupsi menjadi relatif mahal akibat kekisruhan di pasar memakan waktu yang cukup lama. Dalam kasus minyak goreng sudah berlangsung hampir 6 bulan. Kompensasinya, pemerintah harus menyediakan dana subsidi dari APBN sekitar Rp 7,6 triliun yang semula hanya sekitar Rp 3,1 triliun.Dan ini adalah bentuk contigent liabilities yang harus pemerintah pikul.
KEENAM, itulah pelajaran berharga yang dapat dipetik dari praktek mekanisme pasar di negeri ini dengan segala fenomena dan dinamikanya. Catatan pentingnya adalah : 1) ekonomi pasar harus tetap dijunjung dan harus clean and clear bebas distorsi dan disrupsi. 2) kita menganut sistem ekonomi pasar terkelola, bukan sistem ekonomi pasar bebas.3) pasar dalam negeri harus beroperasi efisien. Karena itu, harus dibersihkan dari distorsi dan disrupsi. 4) inflasi dan deflasi adalah fenomena dan dinamika pasar biasa namun ketika keduanya membuat ekonomi menjadi overheating atau sebaliknya menjadi lesu maka instrumen contigent liabilities harus dimainkan dengan harmonis yang dipimpin oleh dirigen yang faham tentang hukum pasar. 5) apapun hasilnya kondisi pasar harus kembali stabil dan dapat menemukan titik keseimbangan baru. Titik keseimbangan baru itu, tidak selalu harus kembali seperti pada titik awal. Misal jika harga minyak goreng sebelumnya adalah Rp 10 ribu/kg, titik keseimbangan barunya boleh jadi bisa Rp 12 ribu atau Rp 14ribu per kg. Hal ini terjadi karena sejumlah harga input dan biaya logistik naik. Kecuali bila tidak ada perubahan harga di input dan proses,maka boleh jadi harga outputnya tidak harus naik. 6) pengelola kebijakan mestinya menetapkan harga pada titik keseimbangan baru tersebut sebagai harga patokan. 7) jika harga eceran di pasar naik dan kenaikannya dinilai tidak wajar, maka intervensi harus dilakukan. Tindakan ini seperti Bank Sentral menjalankan fungsi stabilisasi pasar dengan menggunakan instrumen moneter. 8) jika kekacauan di pasar terjadi karena ada indikasi moral hazard yang dilakukan produsen maupun distributor, maka bukan hukum pasar yang ditegakkan tapi hukum pidana yang harus dijalankan dengan tetap menjunjung azas praduga tak bersalah. 9) dari kasus minyak goreng, yang kita lihat adalah konsumen panik dan pemerintah juga ikut-ikutan panik. Hasilnya pasar menjadi gaduh dan situasinya di lapangan sudah campur aduk seperti dawet (cendol). Minyak goreng telah menjadi isu politik yang digoreng tidak memakai minyak goreng. 10) dengan pengalaman buruk semacam itu, maka penerapan kebijakan kontrol harga komoditas untuk kebutuhan hajat hidup orang banyak perlu dipertimbangkan. Alasannya karena gap antara si kaya dan di si miskin masih lebar.