PERTAMA, mengutip pendapat Philip Kotler dalam bukunya yang terkenal dengan judul The Marketing of Nations, penulis menemukan satu tawaran pemikiran strategis untuk membangun kekayaan nasional. Ada tujuh isu kebijakan yang menarik untuk difahami untuk membangun kekayaan nasional, yang dalam narasi penulis dapat dimaknai sebagai tujuh pilar strategi dan kebijakan untuk masa depan ekonomi Indonesia.
KEDUA, tujuh pilar tersebut sejatinya berlaku universal, dan sudah lazim dilakukan oleh hampir semua negara di dunia mengenai ekonomi pembangunan, dan cara meningkatkan kekayaan nasional bangsanya. Ketujuh pilar tersebut adalah : 1) membangun kebijakan investasi. 2) membangun kelompok-kelompok industri. 3) membangun portofio industri. 4) membangun kebijakan perdagangan suatu bangsa. 5) membangun kebijakan makro ekonomi suatu bangsa. 6)membangun infrastruktur suatu bangsa. 7). membangun kerangka kelembagaan suatu bangsa.
KETIGA, minimal itu faktor – faktor esensial untuk membangun masa depan ekonomi Indonesia agar mampu membesarkan kue ekonomi yang biasa diukur dengan besaran PDB setiap tahun. Sebagai kerangka kebijakan, maka isu kebijakan nomor 1-4 sesungguhnya menjadi penggerak utama untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Sedangkan isu kebijakan yang kelima hingga ketujuh pada dasarnya berfungsi sebagai supporting policy agar kegiatan dan proses investasi, industrialisasi, dan perdagangan sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan efisien.
PDB Indonesia sebagai pendapatan nasional saat ini sekitar US$ 1,2 triliun. Mesin – mesin utamanya tersebut menyumbang PDB sekitar 30% untuk investasi, industri hanya sekitar 18%,dan perdagangan ekspor hanya sekitar 25%%. Konsumsi rumah tangga masih yang tertinggi, yaitu sekitar 50%.
KEEMPAT, jika komposisi PDB ke depan masih seperti itu, maka hampir dapat dipastikan bahwa kebijakan pendukung yang ada belum sepenuhnya berhasil memberikan dukungan untuk mengubah struktur ekonomi yang kita harapkan, yaitu seluruh pendapatan nasional mampu menggeser dari pendapatan yang digunakan untuk keperluan konsumsi ketimbang untuk membiayai belanja yang sifatnya produktif.
Pada kondisi semacam ini, maka beban kebijakan makro ekonomi menjadi berat. Pada sisi kebijakan moneter, menahan laju inflasi dan menjaga nilai tukar rupiah menjadi tindakan paling menonjol dilakukan oleh bank sentral. Padahal kegiatan investasi membutuhkan suku bunga murah dan nilai tukar yang stabil.
Pemulihan ekonomi harus dimulai dari investasi yang tinggi sehingga diperlukan suku bunga rendah (Paul Krugman). Kebijakan fiskal akan cenderung menghadapi beban berat akibat ruang fiskal yang sempit untuk mem finance pengeluaran yang sifatnya mendesak seperti pembiayaan infrastruktur, investasi pemerintah dan pencadangan dana untuk mengelola risiko fiskal.
Ke depan, penerapan disiplin fiskal menjadi penting sebagai strategi untuk menjamin terwujudnya kelangsungan fiskal dalam jangka panjang. Bila disiplin fiskal terabaikan, maka kelangsungan fiskal akan terganggu,dan APBN bisa mengalami fiscal distress.
Situasi ini biasanya hanya bisa diatasi dengan menambah utang pemerintah. Stock utang pemerintah per desember 2023 sudah mencapai Rp 8.000 triliun. Memperluas fiscal space = memperbesar defisit anggaran. Dan ini berarti harus dilakukan dengan menambah beban utang pemerintah. Ke depan, kemandirian APBN harus diupayakan oleh pemerintah dengan cara antara lain mengurangi porsi utang luar negeri dalam struktur utang pemerintah.
KELIMA, pembangunan infrastruktur menjadi supporting system yang diharapkan dapat melayani kebutuhan biaya logistik yang kompetitif untuk mendukung kegiatan dan proses investasi, industrialisasi, dan perdagangan. Tujuannya agar aktivitas ekonomi dan bisnis memungkinkan berjalan makin efisien. Terjadi penurunan biaya transaksi yang dapat berpengaruh langsung terhadap peningkatan produktifitas. Ini baru soal infrastruktur fisik. Padahal industrialisasi membutuhkan juga dukungan infrastruktur teknologi, dan infrastruktur modal manusia yang handal, selain juga infrastruktur yang khusus dirancang bagi kebutuhan pengembangan sektor UKM/IKM.
KEENAM, terkait dengan soal kerangka kelembagaan diperlukan satu lingkungan yang dapat menjamin kepastian hukum, mengganti ketentuan hukum dan regulasi yang sudah usang, serta pendek kata diperlukan langkah deregulasi maupun pengaturan ulang (re regulasi). Bahkan ada yang senang menggunakan istilah re writing the rules.
Demi kepentingan umum, pemerintah sampai batas tertentu dapat menentukan langkah untuk mempengaruhi atau mengendalikan keputusan tentang harga, output, dan kualitas produk dari perusahaan – perusahaan swasta.
Dalam hal pasar mengalami kegagalan, maka pemerintah dapat melakukan pengaturan untuk mengontrol kekuatan monopoli, atau dalam kerangka makro dapat dilakukan penaikkan suku bunga acuan ketika ekonomi mengalami overheating, dan memberikan stimulus fiskal ketika ekonomi mengalami kontraksi hingga menimbulkan krisis ekonomi. Di saat seperti ini, maka pemerintah memilki kewajiban yang harus ditanggung bila sesuatu hal terjadi, misal terjadi krisis ekonomi, krisis bahan pangan dan energi.
KETUJUH, tujuh pilar tersebut yang kini dikelola oleh pemerintah dan digunakan sebagai strategi dan kebijakan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan nasional. Hasilnya adalah US$ 1,2 triliun pendapatan nasional terkumpul saat ini. Per kapita penduduk sekitar US$ 4.000. Harapannya angka pendapatan nasional tersebut harus naik setiap tahun, dan caranya dilakukan dengan memacu laju pertumbuhan ekonomi.
Tantangan besar yang dihadapi adalah menjaga momentum dan mempertahankan angka pertumbuhan rata – rata 5-7% dalam tahun – tahun mendatang. Lawrence Summers pernah membuat prediksi bahwa jika laju pertumbuhan 7% dapat dipertahankan, maka diharapkan dapat mencapai mutu kehidupan yang lebih baik di tahun tahun mendatang. Ini tantangan yang tidak ringan dan tidak mudah mencapainya. Dan Indonesia tidak dapat sendirian melakukan upaya itu. Satu hal karena ekonomi Indonesia adalah menjadi bagian dari ekonomi dunia.
Penurunan pertumbuhan ekonomi dunia berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, begitu juga sebaliknya. Dalam percaturan ekonomi global dan kawasan, Indonesia tentu menjadi salah satu pemangku kepentingan yang ikut bertanggung jawab dalam sistem internasional. Pekerjaan rumah bagi Indonesia adalah mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kebijakan dan regulasi dalam banyak aspek yang selama ini banyak yang tumpang tindih, bahkan saling mengunci.