Gemabisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menetapkan tarif Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) untuk periode 16-31 Mei 2023 turun masing-masing menjadi US$74/ton dan US$95/ton dari sebelumnya US$124/ton dan US$100/ton pada periode 1-15 Mei 2023.
Hal itu disampaikan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso dalam siaran pers yang dikeluarkian Kementerian Perdagangan di Jakarta hari ini, Senin (15/5). Penurunan tairf BK dan PE CPO tersebut dilakukan pemerintah sehubungan dengan turunnya harga referensi CPO untuk periode dimaksud.
“Saat ini harga referensi CPO mengalami penurunan yang mendekati ambang batas sebesar US$680/ton. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, maka pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$74/ton dan PE CPO sebesar US$95/ton untuk periode 16-31 Mei 2023,” kata Budi.
Harga Referensi CPO untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPD-PKS) atau biasa disebut Pungutan Ekspor (PE) untuk periode 16-31 Mei 2023 ditetapkan sebesar US$893,23/ton. Nilai ini menurun sebesar US$62,30 atau 6,52% dari periode 1-15 Mei 2023 yang tercatat US$955,53/ton.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 968 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit periode 16–31 Mei 2023.
BK CPO periode 16-31 Mei 2023 merujuk pada kolom angka 6 lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar US$74/ton. Sementara itu, PE CPO periode tersebut merujuk pada lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 jo. Nomor 154/PMK.05/2022 sebesar US$95/ton. Nilai BK dan PE CPO tersebut menurun dibandingkan periode 1-15 Mei 2023.
Penurunan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, yaitu antara lain India yang mengurangi impor CPO periode April hingga Juni akibat turunnya harga minyak bunga matahari, penurunan volume ekspor dari Malaysia sebagai indikasi menurunnya permintaan CPO global, serta penguatan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. (YS)