PERTAMA, tanpa ada pengeluaran konsumsi rumah tangga, tidak akan pernah ada tabungan dan investasi. Ini berarti tidak akan ada kegiatan ekonomi. Sebab itu, jika pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga mencapai 56% terhadap PDB, maka sebagian dari pendapatan yang dibelanjakan akan ditempatkan pada tabungan dan investasi. Angka 56% terhadap PDB tersebut kira – kira Rp 10. 640 triliun, dengan asumsi nilai PDB nya Rp 19 .000 triliun. Jika sepertiga dari pengeluaran konsumsi rumah tangga tersebut disisihkan menjadi dana tabungan dan investasi jumlahnya berarti sekitar Rp 3.511 triliun per tahun. Angka yang tidak kecil sebagai sumber tabungan dan investasi yang berasal dari masyarakat.
KEDUA, dalam lima tahun periode RPJM berarti akan terkumpul dana tabungan dan investasi sebesar Rp 17.555 triliun. Jika 10 tahun (dua kali periode jabatan presiden berturut-turut), maka angkanya menjadi Rp 35.100 triliun. Semuanya ini adalah dana masyarakat. Dan jika kita akan membangun lumbung pangan dan energi sesuai semangat pasal 33 UUD 1945 tidak ada alasan tidak bisa. Untuk bantu fakir miskin dan anak – anak terlantar potong saja 2,5% dari Rp 10. 640 triliun, yang berarti tersisihkan sekitar Rp 266 triliun tiap tahun. Jadi total pengeluaran konsumsi rumah tangga yg disisihkan sebagai dana tabungan dan investasi serta dana filantropi adalah Rp 3.777 triliun setiap tahun
KETIGA, karena itu, betul jika pembangunan ekonomi inklusif menjadi platform politik ekonomi nasional. Termasuk di dalamnya adalah pembangunan keuangan inklusif. Jika diurus dengan tata kelola yang baik, dan didukung kebijakan afirmasi yang tepat, maka banyak output ekonomi nasional dapat dihasilkan dengan mengandalkan penggunaan sumber dana nasional, tanpa harus menggunakan dana pinjaman luar negeri. Kalaupun harus menarik dana asing jumlahnya mungkin paling tinggi 20%. Artinya pembangunan ekonomi inklusif , 80% dapat dibiayai dengan Rupiah murni. Ini adalah soal kebijakan moneter dan fiskal yang selaras dengan pasal 33 dan 34 UUD 1945.
KEEMPAT, sangat berharap Bappenas kembali berperan untuk menyusun model pembangunan ekonomi inklusif sebagai pengejawantahan pasal 33 dan 34 UUD 1945. Cara menghapuskan ketergantungan eksternal adalah menyelenggarakan pembangunan inklusif berkelanjutan. Memanfaatkan sumber daya finansial yang 80% tersedia di masyarakat sebagai sumber pembiayaan utama harus diwujudkan . Pertanyaannya apa bisa ? Jawabannya bisa. Menjadi sulit karena sistem ekonomi Indonesia tunduk pada prinsip ekonomi liberal yang bersumber dari doktrin Washington Concencus. Cetak birunya adalah ekonomi pasar liberal yang pemegang kendali utamanya adalah sistem kapitalisme global. Tidak hanya Indonesia yang tunduk pada doktrin itu, tapi sejumlah negara juga tunduk pada doktrin tersebut. Kita bicara azas keadilan, maka model pembangunan inklusif yang harus diwujudkan dengan menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan desentralisasi ekonomi . Dalam konteks makro ekonomi bicara inflasi, nilai tukar adalah soal stabilisasi ekonomi. Urusan menstimulasi modal investasi adalah berkaitan dengan memobilisasi dana masyarakat sebagai sumber dana pembangunan dan investasi. Kalau urusannya memobilisasi dana asing, maka ini menjadi urusan kedaulatan dan soal ketergantungan, yang berarti mata telinga kita tidak akan pernah istirahat karena harus mengikuti pergerakan eksternal yang sewaktu waktu bisa menjadi ancaman bagi pergerakan ekonomi dalam negeri.
KELIMA, saatnya kita berpikir dan bergerak bersama memobilisasi sumber daya nasional untuk mengurangi ketergantungan eksternal. Kita wujudkan bersama rupiah berdaulat di negeri sendiri. Local content tidak hanya mengurangi ketergantungan impor bahan baku, tetapi menekan juga ketergantungan impor modal, teknologi, tenaga kerja dan jasa – jasa lainnya. Saatnya rupiah harus diback up emas, sehingga emas harus dilarang ekspor. Berproduksi dan menjual produk dan jasa menggunakan rupiah, dan menghasilkan devisa hasil ekspor dalam USD atau valas lain lainnya yang kuat Devisa masuk tidak lagi dalam bentuk foreign aid, tapi sebagian besar dalam bentuk DHE.Yang jelas bahwa paradigma Globalisasi telah bergeser menjadi Lokalisasi sehingga menyelenggarakan platform ekonomi inklusif harus menjadi pilihan politik ekonomi ke depan. Apakah arti angka pertumbuhan ekonomi yang fantastis bila hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmatinya. Pembangunan harus melibatkan semua pihak yang membuat mereka terinklusi dalam pencapaian pembangunan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai rata-rata 56%per tahun terhadap PDB adalah fakta. Supaya produktif dan bernilai ibadah , sebagian memang harus disisihkan sebagai tabungan dan investasi serta sebagai dana filantropi untuk membantu fakir miskin dan anak-anak terlantar di negeri ini.
KEENAM, crowdfunding dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan pendanaan investasi yang bisa dikumpulkan dari masyarakat. Pengembangan kompetensi inti ekonomi pedesaan berbasis industri atau model one village one product bisa dimulai dengan ekuitas bersama membangun proyek industri. Model ini bisa dilakukan melalui model investasi kolaboratif dengan perguruan tinggi pemilik aset intangible dan cukup banyak memiliki stok model bisnis yang dapat dikembangkan bersama masyarakat. Model pengembangan industri pedesaan modern dapat dimulai dari situ. Sekarang ini banyak uang dari pedesaan justru mengalir ke kota karena diprovokasi fund2 manager agar pendapatsn yang menganggur (discretionary income) yang dimiliki dapat diputar mereka di pasar modal atau pasar keuangan,dan ditempatkan pada reksadana saham dan reksadana keuangan. Crowfunding adalah model pembiayaan bersama yang paling sesuai untuk mengembangkan usaha bersama berdasarkan kekeluargaan untuk membangun cabang – cabang produksi barang dan jasa yang penting untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ( pasal 33 UUD 1945).