PERTAMA, judul ini sebenarnya bukan hal baru ketika kita menghadapi fenomena dan dinamika ekonomi dan bisnis. Kata industri bukan berarti hanya bicara soal sektor manufaktur saja, tapi bisa juga meliputi sektor industri jasa. Tujuannya adalah bahwa sesungguhnya industri, baik itu sektor manufaktur maupun sektor jasa bisa mengalami deindustrialisasi yang endgamenya bisa menjadi sunset industry.
KEDUA, gejala deindustrialisasi menurut hemat penulis adalah sebuah proses sistemik dan struktural menuju menjadi sunset, jika tidak diselamatkan. Bicara tentang fenomena de-industrialisasi yang endgamenya dapat menjadi sunset , maka dalam narasi mekanisme kebijakan, apakah itu kebijakan pemerintah atau kebijakan korporasi, dapat kita pandang sebagai sinyal perlu ada kerja besar bersama untuk menyelamatkan de-industrialisasi agar jangan sampai menjelma menjadi sunset industry.
Kerja besar itu kita perlukan karena hanya ada dua pilihan yang tersedia, yakni melakukan transformasi atau endgame. Kita bisa beda pendapat tentang dua fenomena itu.Tapi kita harus membangun kesadaran bersama bahwa deindustrialisasi bisa di bilang ibarat penyakit yang sudah bersifat struktural akibat tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat.
Kita sebut saja lingkungan ekonomi dan bisnis serta teknologi. Yang penting kita harus obyektif bahwa jika mulai ada tanda-tanda produktivitas industri turun, pasti ada gangguan dalam batang tubuh industri bersangkutan. Berarti harus segera diobati. Biaya perawatan jauh lebih murah ketimbang harus di-overhaul.
KETIGA, dengan menggunakan pendekatan berpikir bipolar dalam dunia industri, maka baik industri manufaktur maupun industri jasa mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah selalu berdimensi dua, yakni menggunakan barang dan jasa. Demikian pula pada investasi juga selalu membutuhkan barang dan jasa, baik dalam investasi pemerintah maupun investasi swasta.
Dalam hal ekspor dan impor, kita selalu mencatat sebagai ekspor dan impor dalam bentuk barang dan jasa. Dengan alasan ini, maka penulis punya pikiran bahwa deindustrialisasi yang bisa mengakibatkan menjadi sunset industry berpotensi dapat menimpa dua kelompok industri tersebut.
Seiring dengan itu. maka penulis sekaligus berpendapat bahwa sektor industri sebaiknya tidak lagi dibedakan dalam industri migas dan non migas. Lebih baik jika kita bedakan saja berdasarkan kelompok industri manufaktur, dan kelompok industri jasa.
Produksi industri manufaktur itu ada yang menghasilkan barang berupa migas dan barang non migas. Sedangkan industri jasa, lapangan usahanya seperti yang ada dalam data BPS selama ini, misal jasa kelistrikan jasa logistik, keuangan, informasi dan komunikasi, dan sebagainya.
KEEMPAT, jika terjadi deindustrialisasi, maka kejadian ini tentu merisaukan karena dampak sosial ekonominya bisa merugikan perekonomian nasional. Sewaktu sektor manufaktur Amerika Serikat (AS) mengalami kemunduran akibat kalah bersaing dengan Tiongkok, dampaknya cukup serius bagi negeri Paman Sam tersebut. Neraca perdagangan dan neraca pembayarannya mengalami defisit berkelanjutan. Konsumen AS menjadi pengguna terbesar produk-produk China.
Menurut penulis, kisah ini memberikan perspektif bahwa sektor manufaktur AS mengalami deindustrialisasi. Pukulannya telak, dan ketika Donald Trump berkuasa, AS melancarkan perang dagang dan proteksi ekonomi dalam negerinya, yang kita kenal dengan tindakan America First.
Dengan perspektif seperti itu, maka deindustrialisasi ini bisa terjadi karena dua sebab, yaitu 1) karena terdampak krisis ekonomi. 2) karena tidak mampu bersaing dalam kondisi normal.
Situasi nomor 1 bersifat sementara dan situasi ke- 2 lebih bersifat struktural. Nomor 1 bisa diatasi dengan memberikan stimulus fiskal. Dan situasi pada nomor 2 harus diatasi dengan melakukan restrukturisasi industri dalam dimensi yang lebih luas. Misalnya dengan melakukan restukturisasi perusahaan, misal model spin-off, restukturisasi modal, restrukturisasi teknologi, dan restukturisasi pasar. Tindakannya menjadi lebih fundamental dan struktural . Jika progam seperti ini yang dilakukan, maka dapat dipastikan membutuhkan pendanaan yang tidak kecil.
Jika negara tidak melakukan tindakan structural adjusment, maka lambat laun industrinya akan menjadi sunset. Ukurannya bisa menjadi mati suri, asetnya dilikuidasi, dan endgame nya adalah bangkrut.
KELIMA, sektor industri manufaktur dan industri jasa hidup dalam satu sistem industri. Keduanya membutuhkan konektifitas yang efisien dan bisa terintegrasi. Artinya sistem produksi dan distribusi , termasuk sistem logistiknya bisa hidup dalam satu kluster.
Ketika kita sering bicara tentang keterkaitan antar sektor, maka hadirnya konsep industri 4.0 bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah in-efisiensi di sistem produksi dan distribusi.
De- industrialisasi bisa terjadi seperti sekarang ini karena ada pandemi COVID- 19 sehingga aktivitas ekonomi, industri dan bisnis lumpuh, tapi sifat nya cyclical yang dapat disembuhkan dengan memberikan stimulus fiskal.
Menjadi sunset industry bila penyakit nya yang musiman tadi tidak disembuhkan. Kalau mengikuti jalan pikirannya Adam Smith, tidak perlu ada campur tangan pemerintah karena bisa sembuh sendiri akibat ada invisible hand yang bekerja secara mekanisme pasar.
Tapi yang seperti kata Adam Smith tersebut kini tidak ada lagi, sehingga ketika terjadi deindustrialisasi perlu ada campur tangan pemerintah untuk melakukan tindakan penyelamatan agar tidak kebablasan menjadi sunset industry.
Bisa terjadi sunrise dari belahan timur, tapi yang nongol adalah barang dan jasa impor seperti saat sektor manufaktur AS mengalami kemunduran sehingga barang china membanjiri pasar negeri paman sam dalam jumlah besar.
Itulah mengapa bagi penulis yang penting diplototi dari waktu ke waktu adalah defisit transaksi berjalan yang di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 2012. Besarannya pada rentang antara 1-3% terhadap PDB.
Bentuk ancaman laten terjadinya deindustrialisasi adalah defisit transaksi berjalan yaitu impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor barang dan jasa. Karena itu, cara mengatasinya adalah meningkatkan ekspor barang dan jasa.
Dalam hubungan ini maka Indonesia harus melakukan upaya yang lebih sistemik dan terstruktur adalah melakukan restrukturisasi industri, dan dikuti dengan pembenahan sistem rantai pasok dari hulu hingga hilir sehingga industri manufaktur dan industri jasa bisa membentuk klaster-klaster baru yang berkontribusi terhadap perbaikan efisiensi dan produktifitas industri. Harapannya jika progam structural adjusment di bidang industri akan dilakukan jangan menggunakan dana APBN. Semoga bermanfaat.